Kepergok!
Theo menghela nafasnya perlahan dan segera menyembunyikan dirinya dibalik tirai. Hampir saja ia ketahuan tengah mengintip kegiatan ibu dan anak yang ada di belakang rumahnya. Sudah satu minggu ini di bagian rumahnya terdengar begitu ramai akan suara-suara.
Perlahan Theo kembali mengintip ke balik jendela dan melihat Lea dan Alin tengah sibuk membereskan barang-barang. Akhirnya pria itu berjalan sedikit tertatih ke arah ranjang dan duduk diatasnya sambil menatap keluar jendela dan memperhatikan kegiatan Lea dan sang ibu.
Kedua perempuan itu belum tahu, bahwa pemilik rumah tempat Lea menyewa tempat adalah milik keluarga Theo, bahkan Theo dan ayahnya tinggal bersama dirumah utama. Dua minggu yang lalu, akhirnya Lea bersedia untuk nge kost dan membayar deposit langsung untuk 6 bulan. Mengetahui hal itu Theo sengaja untuk pindah rumah selama satu minggu lebih agar Lea merasa nyaman dengan tempat barunya. Ia sadar, jika Lea tahu bahwa sang pemilik rumah adalah Theo, perempuan itu pasti akan segera melarikan diri dan merasa curiga padanya. Apalagi seminggu pertama kepindahannya, Lea mengajak sang ibu untuk tinggal bersama. Untung saja sang ayah sedang bertugas keluar negeri sehingga selama dua minggu ini benar-benar tak ada yang mengganggu Lea dan sang ibu. Menurut bu minah sang asisten rumah tangga, akhir minggu kemarin bahkan Lea mengajak kakak dan kedua keponakannya untuk menginap bersama.
Walau harus menyembunyikan diri, Theo merasa lega karena Lea tak pernah terlambat lagi dan bahkan datang lebih pagi dari dirinya. Hanya saja, ia tak bisa menjelaskan pada siapapun mengapa kali ini ia begitu baik pada salah satu karyawan kantornya. Jatuh cinta? Bukan itu penyebabnya. Hal ini pun sempat ditanyakan oleh Annie ketika ia mengetahui bahwa Lea benar-benar memutuskan untuk nge kost di kediaman Theo.
“Aku gak habis pikir sama kamu! Kalau aku tanya kamu naksir apa nggak sama Lea, kamu bilang nggak, tapi sikap kamu lebih posesif dari pada orang yang sedang jatuh cinta! Bisa mengarahkan Lea sampai nge-kost dirumahmu, buatku itu gila! Kamu seolah sudah merencanakan segalanya!” komentar Annie ketika ia dan Theo makan siang bersama.
“Ck!”
“Ayo dong…”
“Ayo dong apa?”
“Cerita…”
“Cerita apa?”
“Kenapa segitunya?”
“Sudahlah, suatu hari nanti aku pasti cerita jika waktunya tepat. Aku hanya bisa bilang, ternyata Lea bukan orang asing untukku dan aku juga baru tahu saat bertemu dengannya pertama kali. Hanya saja, saat ini aku belum bisa cerita dan tak yakin kamu pun akan mengerti maksudku.”
“Tapi sebenarnya kamu naksir Lea,kan?”
“Kenapa semua perbuatan baik dengan niat menolong harus dianggap naksir, sih?!”
“Karena dia masih sangat muda, cantik dan juga janda. Kamu ketus, nyebelin tapi juga seorang duda yang dibalik kacamatanya ini bisa melihat cantik. Buatku sebenarnya tak ada yang salah jika kamu memang menyukai Lea, hanya saja rasanya canggung karena kamu atasannya di kantor.”
“Akh, sudahlah … aku tak ada niat kesana … apalagi Lea…”
“Apa?”
“Tidak, nanti saja.”
Annie hanya bisa mendengus kesal karena ia merasa sangat penasaran setengah mati tapi Theo adalah orang yang paling bisa mengendalikan diri dan ucapannya. Tak akan mudah untuk bisa membuka sebuah rahasia jika Theo memang tak ingin cerita.
Theo mengatur nafasnya perlahan, kini ia harus kembali ke rumah itu karena harus mengambil beberapa barang dan obat-obatan miliknya yang tertinggal. Theo pikir, dihari minggu siang yang cerah seperti saat ini Lea dan sang ibu akan sibuk berjalan-jalan keluar rumah, ternyata dugaannya salah, mereka malah sibuk berbenah dan wara-wiri ke depan dan belakang melalui jalan samping, sehingga Theo terjebak di dalam rumahnya sendiri tanpa berani keluar kamar karena takut Lea akan melihatnya.
Bahkan ketika sampai, Lea sempat bertanya pada bu Minah tentang mobil siapa yang terparkir di halaman depan.
“Yang punya rumah sudah datang ya bu?” tanya Lea.
“Iya, tapi baru anaknya saja…”
“Oh, nanti kabari kalau bisa kami temui ya karena sejak tinggal disini belum pernah bertemu dan berkenalan,” pinta Lea pada bu Minah.
“Nanti saya sampaikan ya mbak, tapi sepertinya anak majikanku sedang tidak enak badan soalnya sejak datang langsung diam dikamar.”
“Oh, gituu…ya udah deh, gak apa-apa. Ibu juga sebenarnya hari ini mau pulang kerumah, jadi aku akan sendirian disini. Tadi sih, inginnya sebelum ibu pulang sempat bertemu dulu, tapi kalau lagi sakit sih lebih baik jangan diganggu, gak enak.”
“Iya mbak, nanti kalau aku lihat anak majikanku lagi santai, aku kasih tahu yaa…”
“Makasih ya mbak, dulu aku pikir mbak Selly adalah pemilik rumah ini, ternyata sekretarisnya ya…”
“Iya mbak, tapi saking sudah lama mbak Selly bekerja dengan majikan saya sampai sudah seperti keluarga sendiri.”
Lea pun tersenyum dan mengangguk, ia mengakui di dalam hatinya, keramahan dan sikap Selly pada dirinya dan sang ibu membuat siapapun merasa nyaman.
Sedangkan Theo ketika mendengar cerita bu Minah segera wanti-wanti berpesan agar tak mengatakan apapun tentang dirinya dan sang ayah pada Lea dan ibunya.
“Saya lagi gak mood ngobrol, jadi nanti saja kenalannya, tolong kasih alasan apa saja kalau perempuan itu bertanya,” pinta Theo pada bu Minah.
“Iya mas, tenang saja … soal begituan sih, ibu jagonya… “ seloroh bu Minah percaya diri.
Tanpa terasa waktu pun berlalu, dan Theo sampai tertidur di ranjangnya saat menunggu keadaan menjadi lebih sepi agar ia bisa pergi dari rumahnya sendiri. Nyatanya ia terbangun ketika azan Magrib terdengar nyaring.
Perlahan ia mendudukan tubuhnya dan mengumpulkan nyawanya sebelum ia menghidupkan lampu-lampu dikamarnya. Selesai membersihkan diri dan sholat magrib, Theo kembali mengintip dibalik tirai. Lampu kamar dimana Lea berada sudah terlihat menyala dengan dan suasana terlihat sangat sepi. Ia pun segera menyiapkan barang-barang yang hendak ia bawa dan berniat pergi meninggalkan rumah sebelum Lea menyadari kehadirannya.
“Tolong panggilkan pak Sugi, bu. Saya mau pergi sebentar lagi…” pinta Theo pada bu Mina sambil berjalan menuju dapur dimana terdengar bu Mina tampaknya sedang sibuk dengan piring-piring dari dentingan yang terdengar.
“Baik mas … “ ucap bu Mina cepat sembari mengangkat intercom dan memberitahu Sugi sang supir untuk segera bersiap.
Perlahan Theo kembali ke dalam kamarnya dan segera mengambil travel bagnya lalu berjalan menuju ruang depan. Melihat pak Sugi telah keluar rumah dan menghidupkan mobil, Theo pun segera membuka pintu dan membiarkan pak Sugi membantunya memasukan travel bag ke bagasi. Sekilas ia melihat pintu kecil gerbang depannya terbuka tapi Theo tak begitu peduli, sampai tiba-tiba seseorang memanggilnya.
“Pak Theo?! Bapak ngapain disini?!”
Theo pun menoleh dan melihat Lea tengah berdiri dengan pakaian rumah sambil memegang mangkuk bakso.
“Loh, mbak Lea sudah kenal sama mas Theo?” ucap bu Minah ketika melihat Lea tampak terkejut melihat dan memanggil majikannya. Sedangkan Theo hanya bisa terdiam membisu dan menatap Lea dengan pandangan kaku, mendadak ia merasa tak siap dipergoki mendadak seperti ini.
Bersambung