Raya 5
"Pak Geo," sapa Raya begitu dia melihat ada Geo di samping motornya. Tadinya dia berharap ditahan Reno di ruangannya memiliki dampak baik. Salah satunya adalah terhindar dari Geo untuk membahas tentang lamaran pria itu tadi siang.
Nyatanya tidak, meskipun malam sudah menjelang Geo masih tetap berada di parkiran untuk menunggu kedatangannya.
"Jangan panggil Pak kalau kita sedang berdua seperti sekarang. Panggil aku Geo saja atau Mas Geo," sahut Geo membuka pintu mobilnya.
"Masuklah. Aku ingin berbicara denganmu."
"T-tapi Pak, eh, Mas. Aku tidak bisa berbicara banyak karena aku sudah pulang terlambat. Tadi ayah juga menitip obat asma untuk adikku jadi aku terburu-buru harus pulang saat ini juga."
"Tidak masalah." Geo kembali menutup pintu mobilnya dan menengadahkan tangan kepada Raya.
Raya tidak paham maksud pria itu, tentu saja dia memperhatikan telapak tangan Geo.
"Ray, bawa sini kunci motormu. Biar aku yang mengendarainya. Kamu cukup duduk manis di belakang aku akan mengantarkanmu pulang."
"Loh, kalau kita naik di motor yang sama nanti Bapak pulangnya bagaimana?"
"Nanti aku bisa pulang pakai taksi atau sejenisnya. Lebih baik sekarang serahkan saja kuncinya biar aku yang mengantarkanmu pulang."
Raya menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa Pak, eh Mas. Aku harus segera pulang."
"Iya, aku tahu. Maka dari itu aku akan mengantarkanmu pulang."
"Tidak perlu Mas. Aku bisa pulang sendiri dan untuk pembicaraan tadi siang sepertinya aku belum siap membahasnya dan jujur saja aku belum bisa menerima cintamu. Bukannya apa, tahta kita sangat jauh berbeda sehingga aku merasa tidak layak untuk laki-laki sesempurna dirimu."
Melepaskan kembali cincin yang tadi sempat disematkan Geo ke jari manisnya. Tentu saja Geo bergegas menahan apa yang Raya lakukan. "Kamu jangan seperti itu. Aku tidak pernah memandang tahta seseorang. Aku hanya mengikuti kata hati. Di mana hatiku mengatakan kamu adalah gadis yang cocok untuk menjadi calon istriku, maka di sana pula aku akan melabuhkan cintaku. Jadi aku mohon terimalah lamaranku."
Raya menggelengkan kepalanya, tetap membuka cincin tersebut. "Maaf Mas. Aku tidak bisa."
"Kenapa? Apakah kamu sudah memiliki kekasih?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Aku tidak bisa menerima ungkapan cintamu."
"Tahta?"
"Tidak, lebih dari itu."
"Karena aku sekretarisnya Reno begitu? Jadi kamu merasa posisiku jauh di atasmu?"
"B-bukan."
"Ray, jangan pernah berpikir demikian karena di mata Tuhan kita ini sama sama-sama manusia biasa yang hidup di bumi dengan derajat yang sama. Hanya tahta saja dan itu hanya pandangan manusia semata."
"Aku tahu itu, Mas. Tapi kita tidak bisa mencegah orang lain untuk memandang kita buruk dan jelas saat ini aku mencintaimu dan ingin melamarmu. Aku tidak peduli dengan batas yang ada di antara kita karena yang kunikahi kamu bukan statusmu. Dan asal kamu tahu, Ray. Semakin kamu menolak maka aku akan semakin mengejarmu, akan membuatmu tak nyaman karena sikapku nantinya. Jujur saja aku sangat mencintaimu sehingga tidak akan sanggup bila harus membiarkanmu berkeliaran tanpa status yang pasti dariku."
Raya memaksakan senyumannya. Dia hanya bisa menerima lamaran yang diberikan Geo kepadanya karena memang dia juga mencintai pria itu. Hanya saja takut patah hati karena kebanyakan pria selalu saja menilai seseorang gadis dari kelebihan. Sedangkan dirinya, Raya sadar kalau dirinya memiliki begitu banyak kekurangan.
"Kalau pasti butuh kepastian? Ayo!" Tidak mau menyerahkan kunci motornya otomatis Geo harus menggunakan mobilnya untuk mengantarkan Raya pulang ke rumah. Untuk motor gadis itu bisa diambil besok dan dia akan menitipkan kepada security yang bertugas malam itu.
Langkah Raya begitu terseok-seok karena Geo memaksanya untuk masuk ke mobil. Raya tak menolak perlakuan Geo karena dia merasa membutuhkan kepastian atas omongan dari pria itu. Jadi tidak ada salahnya Raya mengikuti saja bagaimana cara Geo bermain dalam mendapatkan cintanya.
Sebelum mengantarkan Raya pulang Geo berhenti terlebih dahulu di sebuah taman. Dia berdiri di depan mobil dan menyalakan sebuah kembang api. Pria itu mengulas senyum, menatap Raya yang masih terdiam di mobil.
"Keluarlah Ray. Bukankah sangat menyenangkan bermain kembang api?"
Raya menggelengkan kepalanya menolak ajakan Geo karena memang dia sangat terburu-buru. Namun pria itu membuka pintu dan menuntunnya untuk keluar. Menyerahkan sebuah korek api kepada Raya dan menuntun gadis itu untuk menyalakan kembang api yang ada di tangannya. Dengan berat bhati Raya mengikuti keinginan Geo.
Dia membakar kembang api tersebut hingga terbang dan meledak di langit. Betapa indah pemandangan kembang api tersebut dilihat dari tempat mereka berdiri.
"Malam ini aku meresmikan hubungan kita. Kamu adalah kekasihku dan setelah ini aku akan langsung menyampaikan niat baikku kepada kedua orang tuamu. Aku akan melamarmu malam ini juga."
"Tapi Mas,"
"Kamu masih meragukan cintaku?"
"Tidak."
"Ya, sudah kalau begitu mari kita pulang. Oh ya, tadi kamu mengatakan ingin membeli obat asma untuk adikmu, bukan? Ayo kita ke apotek terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah."
Raya hanya menganggukkan kepalanya, mengikuti langkah Geo kembali ke mobil. Sesuai dengan perkataan pria itu mereka mampir terlebih dahulu di sebuah apotek dan membeli obat asma untuk sang adik. Barulah mereka berdua beranjak menuju kediaman Raya.
Sesampainya di sana kedua orang tua Raya tentu saja sangat terkejut melihat ada seorang pria yang tiba-tiba saja menyampaikan niat baik untuk melamar putri mereka. Awalnya kedua orang tua Raya cukup ragu karena belum terlalu mengenal sosok Geo. Namun setelah Raya menjelaskan secara rinci siapa sosok Geo yang sesungguhnya tentu saja kedua orang tua Raya memberikan Restu.
Bukannya apa, kehidupan mereka yang berada di bawah garis menengah tentunya merupakan sebuah kebanggaan ada salah satu dari keluarga mereka yang dilamar oleh seorang sekretaris dari perusahaan terkenal. Tentunya bisa menaikkan derajat serta ekonomi.
"Jika tidak keberatan aku ingin menikahi Raya dalam waktu dekat. Aku juga akan menyampaikan kepada kedua orang tuaku agar datang ke sini melamar Raya secara resmi," tutur Geo semakin memantapkan diri agar kedua orang tua Raya yakin kepadanya.
Di hadapan kedua orang tua Raya dia juga menghubungi sang ibu untuk mengkonfirmasi kalau dirinya kini sedang berada di rumah seorang gadis yang begitu amat dicintainya. Geo yang berusia matang dan dewasa tentunya disambut baik ketika dia menyampaikan niat baiknya untuk menikahi seorang gadis.
Orang tua mana yang tidak senang anaknya mau melepas masa lajang? Itu artinya sebentar lagi mereka akan memiliki cucu yang sudah lama mereka idam-idamkan.
Sungguh lancar pertemuan antara Geo dan kedua orang tua Raya, sangat berbeda dengan pertemuan antara Reno dan kedua orang tua Vika. Acara makan malam mereka terasa begitu kaku dan canggung
Reno juga memperlihatkan sikap ketidaksukaannya kepada sosok Vika. Namun apa daya semua penolakan Reno baik secara haluspun secara kasat mata tidak mengubah apapun. Pernikahannya tetap akan dilangsungkan satu bulan dari sekarang.
"Setelah kita menikah nanti aku ingin tinggal terpisah dari kedua orang tuamu. Bagaimana caranya aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus menyampaikan kepada kedua orang tuamu kalau aku tidak sudi tinggal satu rumah dengan mereka. Aku tidak ingin hidupku diatur ini dan itu, paham?"
Vika berdiri di balkon kamar Reno.
"Terserah padamu ingin tinggal di mana. Aku tidak peduli," sahut Reno merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Reno, jangan begini. Cobalah kamu terima saja pernikahan ini. Aku pastikan semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginanmu, bagaimana?"
"Apakah kamu pikir aku ini tidak memiliki target yang ingin aku nikahi? Aku memiliki seorang gadis yang kini berada di hatiku. Jadi kamu jangan kepedean."
"Aku tidak kepedean Ren, tapi dengan kita menikah kita bisa memulai kehidupan yang baru sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kamu dengan hidupmu. Aku juga dengan hidupku, kita tidak boleh saling mengusik satu sama lain. Kamu bebas mau berkencan atau bahkan menikah lagi dengan gadis lain, aku pun demikian. Bagaimana? Daripada kita pusing memikirkan perdebatan dengan kedua orang tua kita yang tidak akan pernah ada ujungnya?"
Vika mendekati Reno dan duduk di samping pria itu.
Acuh saja, Reno tidak menyahuti perkataan Vika, karena apapun keputusan yang pria itu ambil tidak akan berguna. Kedua orang tua mereka tidak mau diganggu gugat sama sekali jadi apa yang bisa Reno lakukan saat ini? Tentu saja dia hanya bisa mengikuti keinginan Vika semata.
Berpura-pura menerima pernikahan. Setelah itu mereka akan tinggal bersama, memisahkan diri dari kedua orang tua yang selalu mengatur ini dan itu.