Pagi-pagi yang cerah, diiringi angin yang sejuk bersemilir, Caroline sudah berada di kandang kuda untuk menunaikan tugasnya, yaitu merawat Carlos. Karena topeng manusia sudah ditangannya, jadi ia bisa bergerak bebas. Sedangkan Audrey juga sudah berada di bagian pelayan dapur.
Desas-desus mengenai Keith yang menyukai sesama jenis, sudah hilang begitu saja dalam waktu singkat. Para pelayan tak berani membicarakan mereka lagi, dan lebih memilih diam untuk hidupnya sediri.
Namun ada yang membuat Caroline kesal, mereka seakan menjaga jarak darinya. Entah bagaimana Keith membuat semuanya bungkam, gadis itu tak tahu sama sekali. Meskipun ia mendengar dari Devon kalau Keutb baru saja menebas leher pelayan, Caroline tidak mengerti alasan dibalik itu semua.
“Aku dengar kalau raja akan datang,” kata seorang pelayan pria yang sedang membersihkan kotoran kuda.
“Kau dengar dari siapa?” sahut orang satunya lagi yang sedang memberi makan kuda lainnnya.
“Kemarin, Sino yang menyambut raja. Dia juga ditugaskan untuk menyambutnya kembali jika datang.”
Ah, mendengarkan perkataan mereka mengenai Eugene, Caroline jadi malas. Nanti kalau dia datang, yang dilakukan adalah bersembunyi.
“Hey, Carol. Apakah kau tahu tujuan raja datang kemari?”
“Tidak, kenapa aku harus peduli?” jawab Caroline dengan cuek. Kedua pelayan pria itu saling pandang satu sama lain. Mereka mengedikkan bahu, memilih tidak membicarakannya karena sayang nyawa.
“Lebih baik kau berdandan dan memakai pakaian yang layak,” kata pelayan pria berambut keriting.
“Kenapa harus seperti itu?” Caroline merasa tidak perlu memakai pakaian bagus, sebab kerjanya di kandang kuda.
“Sudah... sebaiknya kita kerja.”
Dua pelayan itu pun bergegas pergi, membuat Caroline bertanya-tanya mengenai kejadian kemarin? “Apakah aku terlalu cuek, sampai tak mengerti apa-apa.”
Gadis itu menghela nafas panjang, berjalan menuju ke pintu keluar. Setelah ini kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan air mandi untuk Keith. Karena waktu masih sangat pagi, ia menyempatkan diri berjalan memutar untuk melihat kinerja Audrey. Namun ditengah perjalanan, ia mendengar suara-suara yang merusak gendang telinganya.
“Kau tahu gadis pelayan baru bernama Audrey itu. Dia sangat sombong,” celetuk pelayan yang sedang menggunting beberapa mawar.
“Sudah ku bilang, jangan membicarakan mereka kalau kau ingin hidup.”
Mereka pun langsung diam, ketika melihat Caroline berjalan melewati koridor tak jauh dari keduanya.
“Ini pasti karena dia menebas dua pelayan. Sebenarnya apa yang terjadi?” Ngomong-ngomong Caroline masih belum mendegar tentang gosipnya dengan Keith. Audrey sendiri juga memilih tutup mulut.
Sampai di depan dapur, Caroline melihat Audrey dari jauh sedang membantu koki memasak. Ketenangan wajah gadis belia itu membuatnya lega. “Aku merasa bersalah membawa dia masuk ke dalam kesusahanku.”
Belum sempat beranjak, suara Reta memanggilnya. “Carol!” Gadis itu menoleh dengan wajah tak percaya karena melihat reta lari dengan tergopoh-gopoh. “Cepat datang ke ruang khusus tamu!”
“Ada apa? Aku harus menyelesaikan tugasku.” Dari pada membuang waktu, lebih baik Caroline mulai bekerja.
“Tidak bisa! Ikut denganku sekarang!” titah Reta cukup keras sampai orang dapur melihat ke arah mereka berdua.
“Hais... baiklah.” Karena tak ingin menjadi pusat perhatian, Caroline akhirnya menyetujui permintaan Reta. Ya, anggap saja patuh karena statusnya adalah bawahan.
Begitu melewati lorong, perasaan Caroline sangat tidak nyaman. Tambah tak enaknya lagi saat melihat banyak prajurit kerajaan dan juga prajurit milik Derich.
“Madam, perasaanku sangat kacau. Jangan bilang mereka...” Caroline sengaja menjeda perkatannya, karena tak mau salah menerka.
“Kau benar. Bersiaplah bertemu mereka.” Reta membuka pintu cukup lebar, sampai tiga orang pria itu menatapnya. Mata gadis tersebut terbuka lebar ketika ada dua pria menyebalkan di ruangan yang dipijakinya.
Sialan! Hal yang harus aku hindari, terjadi pula.
“Kau boleh keluar, Reta,” pinta Keith dengan wajah dinginnya. Reta lansgung bergegas undur diri, sedangkan Caroline menatap Derich dan Eugene bergantian.
“Jadi, dia yang dirumorkan.” Derich bangkit, mulai mendekati Caroline.
“Duduk! Atau aku akan membunuhmu!” sentak Keith cukup keras. Langkah Derich terhenti seketika, tersenyum semirik sambil mengedikkan bahu.
“Well, cukup menarik.” Akhirnya Derich duduk kembali. Lalu, bagaiamana dengan Eugene, pria yang menyukai hal keindahan itu menatap Caroline dari atas sampai bawah, terpesona untuk kedua kalinya.
“Kenapa kau tak memberikan pria cantik itu kepadaku?” Mulai lagi kegilaan Eugene, membuat Caroline ingin meninju wajahnya.
“Jangan dengarkan dia Carol. Kemarilah... berdiri di sampingku.” Nada Keith sangat lembut, sampai kedua pria lain itu menganga lebar tak percaya.
Gosip itu, benar adanya, batin mereka bersamaan.
Caroline yang tak mau membuat mereka curiga, hanya mengikuti alur saja, mengikuti keinginan Keith tentunya.
“Kalian sudah melihat Carol. Bukankah seharusnya kalian kembali?” Keith menyilangkan kedua kakinya dengan penuh arrogant, untuk memperlihatkan kekuasaannya.
“Aku belum puas melihatnya.” Derich mengedipkan mata sebelah kanan untuk menggoda Caroline.
Dasar pria gila! batin Caroline berteriak di dalam hati, tapi masih tersenyum profesional. Lesung pipi yang timbul itu membuat Derich terngaga lebar.
Dia, dia adalag gadis itu. Pantas saja Keith mati-matian mempertahankannya. Jangan kira aku mudah dibohongi hanya karena sebuah topeng kulit tak berarti.
Sementara Eugene masih diam, terus menatap Caroline tiada henti. Masak iya dirinya berubah haluan jadi menyukai sesama jenis?
Aku pasti sudah gila karena kehilangan gadis itu.
“Bagiamanakalau kau ikut denganku ke kerajaan, Carol?” celetuk Eugene tiba-tiba.
“Tidak!” tolak Caroline mentah-mentah bahkan tanpa rasa hormat sekalipun.
“Aku heran, kenapa dia tak hormat padaku? Sepertinya kau tidak mengajari sopan santun kepadanya, Keith. ” Eugene sengaja mencari kesalahan Caroline.
“Karena aku belum memperkenalkan kalian padanya.” Keith juga bisa membuat alasan yang masuk akal. “Carol, dia adalah Raja Hazelmuth, dan yang itu adalah jenderal perak, Derich.”
Caroline diam, menatap Eugene dan Derich satu persatu. “Lalu, aku harus apa? Dia raja, dan dia jenderal,” tunjuknya tanpa rasa takut.
Keith ingin tertawa melihat wajah Caroline yang begitu polos, seolah tak tahu status bangsawan. Derich dan Eugene merasa dipermainkan olehnya.
“Apakah kau tak takut mati?” tanya Derich penasaran.
Ekspresi wajah Caroline berubah, siapa yang tidak takut kematian. Siapapun pasti merasakan ketakutan yang luar biasa. Namun untuk saat ini, ia hanya fokus dengan pencarian Jason. “Aku hanya orang rendahan yang tak pantas membicarakan hal itu.”
Ketiga pria itu lantas diam, menatap Caroline lagi dan lagi. Sejujurnya gadis itu sangat cemas, karena takut ketahuan oleh Eugene dan Derich.
“Ah... menarik,” kata Eugene sambil berjalan emndekati Caroline. “Aku suka pria kecil sepertimu.”
Aura permusuhan jelas di mata Keith. Untuk membuat Eugene tak curiga, yang dilakukan hanya diam saja.
“Jelas sekali kau akan sangat cantik jika berdandan layaknya gadis,” tambah Derich sengaja memprovokasi Keith. Dua iblis itu seperti anjing yang siap menggigit Keith kapan saja. Dan Caroline tahu akan hal itu.
Menyebalkan karena mereka sengaja membuat api permusuhan.
Gadis itu pun memilih duduk, mendongak ke atas menatap manik mata Eugene tanpa rasa takut sama sekali.
Karena kau gila, maka aku akan menjadi lebih gila lagi.
“Haruskah aku memberitahu bagaimana cara raja bertindak?” Caroline berpose, seolah memilih mahkota di atas kepalanya. Tentu Keith dan Derich di buatnya takjup karena bisa membungkam mulut Eugene.
“Kau semakin menarik perhatianku.”
“Tapi, aku semakin merasa bahwa auraku lebih bermartabat dari auramu.”
“Lancang!” teriak Eugene tak bisa membendung emosinya. Wah, Caroline sangat senang melihat ekspresi itu.
“Jadi, seperti itulah menjadi seorang raja.” Intinya Caroline hanya menunjukkan tahta di depan Eugene. “Anda harus lebih bermartabat lagi.”
Amazing! Sorak Derich di dalam hati.
“Aku akan mengingat penghinaan ini seumur hidup!” Eugene tak bisa membendung amarahnya, segera pergi meninggalkan tempat itu. Sekarang tinggallah Derich yang masih bertahan dengan ketegangan yang tiada habisnya.
Menarik... di luar dugaan dia berani melawan Eugene, batin Keith sangat bangga.
Bersambung