Caroline tertawa di dalam hati karena bisa mengeksekusi Eugene dari ruangan itu. Kepintarannya patut dibanggakan sejak dulu. Dan sekarang, tinggal Derich yang akan menjadi korban selanjutnya.
“Aku sangat salut kepadamu, Carol,” puji Derich tanpa sungkan. Caroline mengerutkan kening, menatap mimik wajah pria itu sangat lekat.
“Gombalanmu di sini tak aku terima, Der," kata Keith memasang wajah permusuhan terhadap Derich saat itu juga. “Apa tujuanmu kemari?”
Derich tersenyum menyeringai, terus menatap Caroline tiada henti. “Tentu saja ingin melihatnya. Tapi kau kurang pandai menyembunyikan sesuatu, Keith.”
Caroline dan Keith langsung menghunuskan tatapan tajam, seolah seperti singa yang sedang menahan sesuatu. Hal itu sangat menarik di mata Derich.
“Ah... aku tak ingin bermain lagi." Derich sambil bangkit dari kursi, “Dimasa depan, aku akan terus berkunjung.” Dia melambaikan tangan, meninggalkan mereka berdua begitu saja.
“Dia tahu,” gumam Caroline tertawa hambar.
“Tidak mungkin. Karena topeng itu barang yang bagus.” Keith menatap Caroline, tercium aroma harum Bunga Lily di campur Bunga teratai. “Parfum apa yang kau gunakan?”
“Aku tak menggunakan apa-apa?” jawab Caroline dengan cepat, mengendus bahunya sendiri untuk memastikan aroma itu. “Tak ada bau sama sekali.”
Keith berjalan mendekati gadis itu untuk memastikan aroma yang diciumnya. “Aneh..., baumu sangat harum.”
Wajah Caroline langsung merah seketika, mundur dua langkah ke belakang. “Kau m***m! Jangan mendekat.”
Keith berdehem, “Aku hanya memastikan saja. Sepertinya kau harus memakai parfum khusus pria.”
Wakah Keith langsung menggelap, “Karena sepertinya Derich sudah tahu kalau kau adalah Caroline.”
Derich merupakan salah satu orang dengan penciuman yang tajam, bahkan penglihatannya juga tajam. Kalau bukan karena kecerobohannya, pasti dia tak bisa leluasa masuk ke dalam mansion. “Aku hanya kecolongan.” Siapa sangka para penjaga lengah karena kedatangan Eugene yang sudah dijadwalkan. Hanya saja, ia tidak menduga kalau pria itu akan datang pagi sekali.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan?” Tidak mungkin Caroline akan kabur begitu saja karena masih harus mencrai informasi mengenai Jason.
“Berpura-pura tak tahu adalah solusi yang tepat. Kau harus menjadi Carol sepenuhnya.” Keith memberikan pedang yang tak jauh darinya kepada Caroline. “Mulai sekarang kau harus berlatih, membangun fisikmu.”
Gila, batin Caroline di dalam hati dengan berteriak.
Fisiknya sebagai seorang gadis yang tidak pernah sama sekali menyentuh benda tajam seperti pedang panjang, tidak mungkin berlatih menjadi prajurit. “Aku tak mau,” tolaknya dengan cepat.
“Ini perlu. Aku tidak ingin kau dicurigai.” Di samping itu pula, Keith juga tidak ingin Caroline terluka jika suatu hari nanti ada bahaya yang menyerang.
“Bisakah aku menolaknya?” tanya Caroline dengan hati-hati sambil menerima pedang itu. Ternyata benda itu cukup berat, hingga terlepas dan jatuh ke tanah. “Bahkan aku tak bisa memegangnya sama sekali.”
Keith mengambil pedang itu, menatap kedua tangan Caroline. Sepertinya memang dia tak bisa latihan dengan menggunakan pedang. “Besok kita mulai latihan fisik.” Pria itu menaruh pedang kembali ke tempat semula. “Aku akan mandi, siapkan segalanya.”
Gadis itu menatap punggung Keith yang mulai menjauh. “Aku akan mandi, siapkan segalanya,” celotehnya menirukan gaya pria itu.
Untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkan, Caroline harus bekerja ekstra dibawah kendali Keith. “Aku harus mendapatkan informasi mengenai ayah agar terlepas dari singa itu.”
Kerajaan Hazelmuth
Eugene melempari seluruh barang yang ada di atas meja untuk meluapkan emosinya. Pria itu kesal dengan pemuda bernama Carol itu. Dia dengan lancang mempermainkan dirinya. “Aku harus membunuhnya!” teriaknya menggema di seluruh ruangan.
Semua pelayan yang ada di ruangan itu hanya menunduk dengan tubuh gemetar hebat. Mereka tak berani mengeluarkan suara, bahkan bernafas saja terasa sulit.
“Setelah aku membunuhnya, tubuh Carol akan aku awetkan.”
Huh, dia memang gila seperti yang dirumorkan. Percuma saja tampan, jika tabiatnya begitu buruk. Meskipun Derich dan Keith sama gilanya, mereka masih bisa berpikir jernih.
“Panggil Veto!” teriak Eugene menggema di seluruh ruangan. Salah satu prajurit kerajaan pun segera melaksanakan perintanya. Tidak lama kemudian, Veto datang sendirian dengan noda darah di sekitar wajahnya.
“Hormat kepada raja.” Veto membungkukkan sebagian tubuhnya, lalu menatap Eugene penuh hormat. Pria itu sangat besar, begitu kekar dan terlihat jantan. Ada tato ular di bahu bagian kanan, dan memiliki rambut sepanjang bahu.
“Cari orang untuk membunuh Carol. Bawa mayatnya ke hadapanku.” Eugene duduk di singga sananya dengan gaya arrogan. “Aku ralat, bawa dia hidup-hidup karena aku ingin menikmati momen bersama dengannya.”
Sangat disayangkan wajah secantik Carol dibiarkan begitu saja. Setidaknya sebelum kematian, ia akan menikmatinya terlebih dahulu. Biarlah dia lelaki, itu tak masalah bagi Eugene.
“Saya akan melaksanakan perintah raja.”
Veto tahu betul bahwa Carol yang di bicarakan adalah pelayan yang ada di rumah Keith Griffin. Sepertinya, ia harus mencari orang hebat agar bisa menerobos masuk ke dalam kawasan Griffin. “Jenderal emas, tunggullah aku.” Veto berjalan menuju ke luar ruangan, segera naik kuda dan memacunya cukup cepat.
Pria itu pun menghentikan kudanya, tepat di depan sebuah bangunan kecil, tapi cukup elegan. Bangunan itu adalah Rumah Madu, tempat para wanita dan gadis untuk melayani pria. Rumah madu tak hanya tempat melayani, tapi juga tempat mencari informasi.
Bukan hanya itu, tempat tersebut juga merupakan sarang khusus prang bayaran, dimana Tuan K yang bertindak sebagai pemimpin.
“Haiya..., Tuan Veto. Bagaimana kabarmu?” seorang wanita cukup tua datang menyambut Veto dengan hangat.
“Anggur,” kata Veto singkat. Wanita itu mengangguk, menggiring Veto menuju ke pintu berwarna merah. Banyak wanita yang tersenyum ke arahnya, tapi ia tak peduli sama sekali.
“Karena Tuan K tidak di tempat, Anda akan bertemu dengan asistennya. Saya harap Anda tak kecewa sama sekali.”
“Aku tak peduli, asalkan kalian mau bekerja sama denganku,” kata Veto sambil duduk di sofa. Ada tiga kata sebagai kunci seseorang untuk minta bantuan kepada orang bayaran. Kata pertama ‘anggur’, kata itu berarti membunuh. Lalu, kata kedua adalah ‘arak’berarti mencari informasi mengenai orang dan mencarinya. Dan kata yang terakhir adalah ‘winsky’ berarti harta.
Setelah wanita itu pergi cukup lama, tibalah seorang pria bertopeng rubah. Kebanyakan dari orang bayaran, khususnya petinggi selalu saja menyembunyikan identitas diri. “Apa yang tuan inginkan?” tanya pria bertopeng itu.
“Membunuh seseorang yang tinggal di kediaman Griffin,” jawab Veto
Pria bertopeng itu mengeluarkan hawa dingin, menyebar ke seluruh ruangan. “Katakan, siapa dia?”
“Seorang pelayan pria cukup cantik.” Veto mengeluarkan beberapa emas di atas meja. “Aku akan memberi tambahan jika pekerjaan selesai. Dia harus hidup meski sekarat”
“Kami akan memberi surat bila pemimpin menyetujuinya. Kau bisa membawa emasmu kembali.” Pria bertopeng itu bangkit, “Tunggu kabar dari kami. Keputusan ada di tangan Tuan K.”
Blam
Pintu ditutup kasar olehnya, membuat Veto meradang. Baru kali ini sambutan organisasi gelap begitu buruk. “Sialan!Aku tak pernah dipandang rendah seperti ini.” Pria itu pergi meninggalkan Rumah Madu dengan amarah yang meluap.
“Jika mereka tak mau bekerja sama. Aku bisa membayar seseorang untuk melakukan cara lain,” kata Veto setelah keluar dari Rumah Madu.
Pria bertopeng tadi mengepalkan tangan begitu kuat, sambil melepas topengnya. “Jika Veto kemari, langsung tolak dia.”
“Tapi, Rian. Dia pasti curiga dengan kita,” ucap wanita yang menyambut Veto tadi.
“Tuan tak mungkin membunuh Caroline.” Rian tahu betul kalau Keith begitu menghargai gadis itu. “Aku akan mengabari Tuan. Jika kakakku datang, bilang aku melakukan misi.
“Berhati-hatilah, karena tak mudah masuk ke dalam mansion tuan.” Wanita itu menepuk bahu Rian dengan lembut.
Rian mengangguk, terus menatap kepergian Veto yang mulai menghilang. Dia mengepalkan tangan kuat, mengingat perilaku Veto saat menyiksa para b***k. Bahkan sampai sekarang, rasa bencinya terus bertambah.
Bersambung