Caroline yang masih berada di ruang hampa, mulai membuka matanya perlahan. Gadis itu cukup tersentak, karena tubuhnya tak bisa digerakkan sama sekali. Ingin mencoba bergerak, tapi malah tertelan jauh ke bawah tanpa dasar.
Gadis itu berteriak cukup keras untuk meminta pertolongan. Tangannya menggapai-gapai berusaha untuk naik ke permukaan. Tiba-tiba, ada bayangan tangan diselimuti cahaya biru meraih lengannya, menarik cukup kuat hingga sampai ke cahaya berwarna putih.
Mata Caroline terbuka lebar, dengan nafas yang memburu. Jantung berdegup kencang, seperti lari maraton. Begitu ia melihat atap sebuah rumah, gadis itu langsung bangkit. Melihatnya bangkit, Keith yang sedang tertidur sontak membuka penglihatannya.
“Apakah kau baik-baik saja?” tanya Keith masih menyamar sebagai Tuan K.
“Aku merasa haus.” Gadis itu hendak meraih gelas yang ada di atas nakas, tapi karena tenaganya belum terkumpul, sulit sekali meraih gelas itu.
“Kau seharusnya bilang kalau butuh bantuan.” Akhirnya, Keithlah yang mengambil gelas itu, memberi minum kepada Caroline.
“Kenapa kau menolongku?” tanya gadis itu menatap kosong ke arah jendela. Nampak cahaya matahari mulai menerobos masuk ke dalam ruangan.
“Kau lupa, kau masih punya hutang padaku.” Sebenarnya itu hanya alasan Keith agar Caroline selalu terikat padanya.
“Aku harus kembali sekarang.” Caroline hendak berdiri, tapi kedua bahunya di dorong pelan oleh Keith agar duduk kembali.
“Jika kau kembali, raja akan menangkapmu.”
Caroline lupa dengan kejadian setelah dirinya tertelan oleh cahaya biru itu. Tapi saat hendak menepis tangan Tuan K, ia merasa menggenggam sesuatu. Sontak matanya mengarah pada genggaman itu.
“Aku sudah berusaha melepaskan gelang itu, tapi kau tetap menggenggamnya begitu erat.” Keith duduk di samping Caroline.
“Teriamakasih,” ucap gadis itu sambil terus menatap indahnya batu safir biru.
“Hidupmu sudah tak aman. Apalagi raja sudah mengenali wajahmu.” Keith mengeluarkan topeng lain yang kebih berkualitas lagi.
“Aku tak mau menyamar lagi.” Gadis itu akan menghadapi Eugene, dan tak akan bersembunyi untuk kedua kalinya.
“Kau tak mengerti situasinya..., aku mohon turuti perkataanku.” Keith memberikan topeng kulit manusia itu. “Topeng ini berbeda dengan topeng sebelumnya. Mereka tak akan mengenalimu.”
“Tapi, Tuan K..., kika aku terus bersembunyi seperti ini, kapan aku bisa mencari ayahku.” Caroline enggan harus melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya.
“Hanya untuk sementara waktu. Kau harus memakai topeng itu untuk keluar dari ibu kota. Aku tak bisa terus berada disampingmu karena aku juga buronan.”
“Bukankah kau bisa memakai topeng kulit manusia untuk menyamar?”
Jika bisa, Keith akan melakukannya. Naas, topeng itu tak cocok dengan kulit wajahnya karena bahannya bisa membuat alergi parah.
“Aku tak bisa memakainya.” Keith pun bangkit dari ranjang. “Bersiap-siaplah... aku akan menunggumu diluar. Aku akan mengantarmu sampai di ujung hutan.”
“Tunggu...!” Caroline pun mulai berdiri. “Tolong... bawa Audrey kemari. Aku ingin pergi bersamanya.”
Membawa Audrey, gadis belia yang tak tahu apa-apa akan memperumit keadaan. “Kau harus berangkat sendiri.”
“Tidak...!” tolak Caroline. “Kemana aku pergi, maka Audrey ahrus ikut.”
Keith diam, kesal karena Caroline tak mau menaati perintahnya. “Aku akan menjemput gadis itu. Tetaplah disini dan jangan keluar rumah.”
Keith pergi memacu kudanya dengan cepat. Sebenarnya sangat beresiko jika ia pergi ke mansion sekarang. Besar kemungkinan. Eugene sudah bergerak mengerahkan semua pengawal untuk mencarinya.
“Jika aku melepaskan topeng, malah semua orangbakan curiga. Lebih baik merubahnya.” Begitu melewat bukit, tampak pasar sedang gaduh. Keith melepas kudanya begitu saja, berjalan menuju ke sisi yang lebih sepi.
Pria itu berjalan memutar hingga menemukan sebuah gang kecil, terus berjalan memasuki sebuah rumah kecil. Seorang pemuda langsung menyambut kedatangannya. “Tuan, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa para pengawal istana khusus mengejar Anda?”
“Aku tak punya banyak waktu untuk menjelaskan. Bagaimana kondisi mansion?” tanya Keith sambil terus berajan, menuju ke ruang yang sudah lama tak dikunjungi.
“Pria itu berganti pakain, mengubah penampilannya. Tak lupa mengganti topeng yang biasa ia gunakan. Untuk menutupi seluruh identitasnya, ia memakai rambut palsu, sehingga rambutnya menjadi panjang.
Pria itu mengangguk patu, segera pergi meninggalkan Keith. Sementara dia bercermin melihat perbedaan dari penampilan sebelumnya. “Cukup untuk mengelabui semua orang.”
Keith pun keluar dari ruangan, berjalan santai menuju ke tempat kuda. Si bawahan yang sedang menggiring kuda itu pun menunduk hormat. “Saya harap, Anda berkenan kembali untuk berkunjung.”
“Kau tunggu saja.” Keith naik ke punggung kuda, segera hengkang dari tempat itu tanpa menoleh sedikitpun, karena baginya waktu sangat berharga.
Setiap jalan yang dilalui, banyak pengawal yang menyebar ke seluruh ibu kota. Semuanya bekerja keras, emncari keberadaan Tuan K dan Caroline. Rumah madu yang sebagai tempat Organisasi Gelap pun digeledah paksa, tapi mereka tak menemukan apa-apa.
Keith yang melintas hanya acuh saja, karena bukan perkara besar jika Rumah Madu di segel. Memnag rumah itu adalah tempat transaksi dan sebuah markas, tapi hanya markas sementara saja.
Keith terus melanjutkan perjalanan hingga sampai ke Mansion Griffin. Tempat itu malah tidak ramai, melainkan sepi. Begitu turun dari punggung kuda, seorang pelayan langsung menyambutnya.
“Siapa yang ingin Anda temui?”
“Aku kerabat jauh Audrey, ingin bertemu dengannya.” Keith merasa konyol karena menyamar untuk masuk ke dalam rumahnya sendiri.
“Silahkan masuk..., Anda bisa menunggu di taman.”
Ditaman sangat panas, tapi Keith tak bisa protes karena itu merupakan peraturan. Siapapun tamu seorang pelayan, dia akan ditempatkan diluar mansion. Iya, mau tak mau dirinya harus duduk di taman meskipun matahari sangat terik.
Tidak lama setelah duduk, Audrey yang enggan bertemu seseorang itu dan terus memandnag pria berambut panjang yang memakai topeng. Begitu melihat sosok dibalik topeng, gadis itu langsung berlari sekuat tenaga.
“Tuan,” panggil Audrey dengan keringat membasahi dahinya. “Apakah nona baik-baik saja?”
Keith sedikit kaget karena Audrey sudah mengetahui identitasnya. Otak gadis itu ternyata lebih pintar dari yang dikiranya.
“Kau mengenaliku!” kata Keith tak percaya.
“Aku bisa mengenali orang dengan aroma tubuhnya. Meskipun Anda memakai parfum lain, tapi aroma tubuh tak bisa dihilangkan dengan mudah.”
Cih, penyamaranku sedikut sia-sia. Jangan bilang dia juga mengetahui identiastku yang sebenarnya. Tenang... aku harus berpikir positif.
“Bawa semua barang-barangmu dan milik Caroline. Kita pergi dari sini segera mungkin.” Keith terus menatap gadis yang berdiri di depannya itu, sebab dia hanya diam saja. “Apa yang kau pikirkan?”
“Jika saya meninggalkan mansion. Tuan Devon akan curiga.” Audrey menyeret pria itu menjauh ke tempat yang begitu sepi.
Gadis mengeluarkan boneka kecil yang berada dibalik bajunya. “Tuan, jangan kaget dengan apa yang aku lakukan.”
Sebenarnya, Audrey ingin pergi dari mansion saat malam tiba. Gadis itu bahkan sudah mengirim barang-brangnya lewat lingkaran sihir ke tengah hutan, dekat dengan pondok Caroline.
“Sebenarnya, apa yang ingin kau lakukan?” tanya Keith merasa bodoh di depan Audrey.
Karena percaya dengan Keith dengan penuh pertimbangan, ia pun membongkar identitas aslinya. Dimata pria itu, Audrey membuat lingkaran sihir untuk membuat duplitkat dirinya. Sontak Keith mundur dua langkah, terkejut atas apa yang dilakukan oleh gadis belia itu.
“Tidak mungkin,” gumamnya tak percaya.
Bersambung