Keith terus memandang Caroline tanpa berkedip sama sekali, menikmati keindahan yang terukir di wajah gadis itu. Pikirannya melayang, pergi ke laut yang namanya cinta. Keinginan untuk memiliki semakin menguat.
Termenung, diam dalam waktu yang lama, Keith memutuskan untuk membawa Caroline ikut serta dengannya. Tidak lupa ia menulis surat untuk Audrey, agar gadis belia itu tenang.
Dan sekarang, ia mengendong gadis itu keluar mansion sebelum fajar tiba.
Jika Keith sedang beraksi, Eugene sedang mengatur strategi untuk mencari dua orang, pemimpin Organisasi Gelap dan Caroline.
“Apa ini rencana yang bagus, Vet?” tanya Eugene menimbang-nimbang segala pemikirannya.
“Yang Mulia pernah menyebar kertas buronan. Kita tak bisa melakukan dengan cara itu lagi.” Veto membuat dua lingkaran. Lingkaran sebelah kanan di tulis nama orang yang akan dicari.
“Kita butuh orang bayaran lain untuk memburu mereka.”
“Bukankah semua ibu kota sudah di kendalikan oleh Organisasi Gelap?” Eugene berdiri, menatap langit hitam tanpa bulan dan bintang, layaknya kondisi hati sekarang.
“Bandit,” ucap Veto sedikit ragu. “Yang tak ada hubungan dengan mereka adalah para bandit.”
Seketika, Eugene langsung balik badan. “Cari bandit, bayar mereka dengan harga tinggi untuk mencari Caroline dan K. Jangan lupa, kerahkan pengawal hebat juga.”
“Saya akan melakukan dengan senang hati, Yang Mulia.” Veto pun bangkit dari sofa. “Besok malam dokter akan datang. Saya sudah menyiapkan segalanya. Yang Mulia tinggal menunggu saja.”
Begitu cepat kerja Veto, sepertinya ia memang sudah menyiapkan segala sesuatu sebelum Eugene menyetujuinya.
“Lebih cepat lebih baik.”
“Saya undur diri, Yang Mulia.” Veto pergi, menutup pintu dengan pelan. Tak lama setelah itu, seorang pengawal mendekatinya.
“Apa perintah Tuan?” tanya pria itu.
“Kerahkan orangmu yang terpilih untuk memburu Tuan K dan juga gadis itu.”
“Sesuai perintah Anda, Tuan.” Pria tersebut langsung pergi begitu mendapatkan perintah dari Veto. Sekarang tinggal dirinya mencari pemimpin bandit untuk membuat kesepakatan.
Veto keluar kerajaan dengan memaju kudanya secepat mungkin, membelah angin malam. Pohon dan benda mati menjadi saksi kegiatannya. Kuda itu terus bergerak, melewati lembah, sungai kecil, dan beberapa bebetuan.
Hingga akhirnya sampai jauh di daerah hutan, sebuah desa seperti tak layak huni tampak jelas karena ada beberapa lampu yang menyala. Veto turun dari kuda begitu sampai di perbatasan masuk desa.
Tampak semua orang acuh padanya, hanya melirik sekilas lalu langusng pergi. Pria itu terus berjalan, hingga akhirnya sampai pada sebuah bar. Begitu masuk ke dalamnya, semua ornag menatap sebentar, lalu langsung kembali aktivitas masing-masing.
“Aku ingin bertemu dengan pemimpinnya,” kata Veto terhadap bartender yang sedang mengaplous minuman.
“Sepertinya kau orang kerajaan. Tuanku sangat anti dengan orang kerajaan.” Pria itu tak menatap Veto sama sekali.
“Aku akan membayar dengan harga tinggi.”
Kegiatan yang dilakukan Bartender langsung berhenti seketika, “Ikut denganku.” Akhirnya, Veto bisa menemui pemimpin bandit berkat uang.
Bartender itu membawa Vato masuk ke dalam lorong, snagat pengap dan juga banyak ssarang laba-laba seperti tak terjamah sama sekali. Ia melihat ada sebuah pintu dari besi berwarna perak. Begitu pintu itu terbuka, hal yang tak terduga membuanya syok.
Dekorasi begitu mewah, berwarna serba pink dan biru. Bisa dilihat dengan mata, bahwa ruangan ini adalah milik seorang gadis.
“Tuan, ada yang ingin mencari Anda?”
Orang yang sedang berbaring dengan wajah ditutupi buku itu langsung bangkit, “Siapa?”
Sementara Veto yang mendengar suara itu begitu yakin seratus persen kalau pemimpin bandit adalah seorang gadis.
“Dari kerajaan,” jawab Bartender itu singkat. Pemimpin bandit langsung melompat melewati sofa, mencari keberadaan orang kerjaan yang di maksud.
Begitu mata mereka bertemu, Veto diam membeku. Gadis itu seperti agdis dibawah umur, sangat imut seperti loli. Tapi kenapa menjadi pemimpin para bandit?
Apakah aku salah orang?
“Dia orangnya?” tunjuk gadis tersebut dari atas sampai bawah, menatap Veto sambil menganggukkan kepala.
“Benar, Tuan.”
“Kau boleh pergi kembali bekerja. Tutup pintunya,” titah gadis itu langsung duduk di sofa tanpa memperdulikan Veto sama sekali.
Tak ingin mengganggu, Bartender itu bergegas pergi, menutup pintu dengan sangat pelan. Sementara Veto jelas kebingungan berada dsatu ruangan dengan seornag gadis kecil.
“Kenapa hanya berdiri saja? Cepat duduk,” titah gadis itu dengan arrogant. Ibaratnya, dia raja karena pemilik rumah.
Veto pun hanya melakukan tindakan sesuai intruksi dari gadis kecil itu. Hanya saja tak dapat diterima otaknya, kalau pemimpin bandit adalah seornag gadis loli.
“Apa yang kau iniginkan?” Dia berbaring begitu saja sambil menatap ke langit kamar. Sudah lama sejak panggilan dari kerajaan datang, sekarang mendadak mereka mencarinya.
“Aku ingin kau mencari dua orang. Seorang pria dan gadis.” Veto mengeluarkan sekantong uang emas di atas meja. Sedangkan Gadis itu masih belum bergeming sedikitpun, masih setia dengan langit kamar.
“Siapa mereka?” gadis itu melirik sekilas, lalu beralih posisi menjadi miring, membelakangi Veto.
Sialan..., apakah dia menghinaku?
Si gadis tersneyum karena sukses membuat Veto emosi. Masalahnya, dia sangat membenci orang kerajaan.
“Tuan K dan Caroline,” jawab Veto masih memiliki rasa kesabaran yang tinggi, meskipun dihatinya sangat dongkol.
Gadis itu langsung bangkit seketika, begitu mendengar Tuan K disebutnya. Ssudah lama sekali bisnisnya mogok lantara kalah dengan Organisasi Gelap.
“Aku tertarik, tapi aku tak menjamin kalau tidak membunuhnya.”
Veto tersneyum menyeringai, “Kau bisa membunuh Tuan K, tapi tidak dengan Caroline. Karena raja ingin dia hidup tanpa ada luka sedikitpun.”
“Sepakat..., aku akan bergerak malam ini.”
Tenyata mudah bekerja sama dengan pemimpin bandit, terbukti bahwa kesepakatan mereka berhasil terbentuk. “Aku pergi, sisanya akan aku bayar jika kau berhasil. Tapi ingat, kalau bertemu anggota kerajaan, jangan membunuh mereka.”
“Sesuai perintahmu.” Gadis itu pun bangkit, “Perkenalkan, aku Megan.”
“Veto,” kata pria itu sambil tersenyum. Megan mengangguk, mempersilahkan Veto pergi meninggalkannya. Setelah dia pergi, gadis tersebut langsung bersiap-siap melakukan pemburuan besar-besar.
“Tuan K..., tunggulah aku,” kata Megan lalu tertawa pecah menggelegar di seluruh ruangannya.
Sementara itu, Keith yang sudah berada digubuk kecil mendadak telinganya gatal. “Siapa yang menaruh dendam padaku?”
Pria itu menatap ke arah Caroline yang masih setia dalam mimpi indahnya. “Apakah dia manusia? Tidur seperti orang mati.”
Tidak tahukah Keith bahwa jiwa Caroline melayang-layang diruang gelap tak berdasar? Tubuh gadis itu seperti tertelan lubang hitam. Tidak ada yang tahu, kenapa dia bisa mengalami hal tersebut. Bahkan di tempat itu, matanya tetap terpejam sempurna.
Disis lain, Audrey tak bisa tidur sama sekali karena sangat gelisah. Karena kekuatannya belum terkumpul, gadis tersebut menuju ke kamar Caroline. Ia menemukan sepucuk surat yang mengatakan bahwa Caroline baik-baik saja bersama Tuan K.
Kelegaan pun terlihat jelas diwajah Audrey. Surat itu langsung dibakar sampai habis tak tersisa. “Aku percaya padanya. Dia pasti bisa menjagamu dengan baik, Oline.”
Cahaya biru keluar dari mata Audrey, sontak batu safir biru yang dipegang oleh Caroline ikut menyala terang.
Sedangkan Keith yang berada disamping Caroline kaget melihat batu itu bersinar terang. “Apakah penyihir itu maisih hidup? Awalnya ia mengira kalau hanya kebetulan saja batu itu bersinar, tapi sekarang firasatnya begitu kuat.
“Apa identiasmu sebenarnya, Caroline?” Antara dia penyihir atau keturunannya, Keith masih belum menemukan jawaban dari yang tepat dari pertanyaan itu.
Bersambung