Kedua jiwa dalam satu tubuh mulai berebutan untuk memasuki raga. Kesadaran Eugene yang kian menipis, tapi ia tetap berusaha keras melawan Varlos. Meskipun pria itu terbelenggu oleh kekuatan Audrey, namun keinginan hidupnya juga sangat kuat.
Bukan berarti Eugene menyerah, ia bahkan menumpahkan segala kekuatan bertahan hidup miliknya. Hingga akhirnya tujuan itu tercapai. Varlos kalah, dan Eugene mendapatkan tubuhnya kembali.
Perlahan, pria itu turun ke tanah. Derich yang masih terluka langsung mendekati dirinya. “Apakah kau baik-baik saja?”
Eugene tampak linglung karena berada di tempat asing. Ingatan mengenai hal yang dilakukan oleh Varlos terkubur dan tak bisa digali lagi. “Kepalaku sakit..., apa yang terjadi?”
“Kepalamu pasti terbentur sampai kau lupa. Lebih baik kau kembali ke kerajaan.” Derich bangkit, menatap Gunung Suci dengan pandangan tajam. “...aku harus menemukan gadis itu.” Dia sendiri juga terobsesi dengan Caroline.
Eugene tahu bahwa orang yang dimaksud adalah Caroline. “Aku ikut denganmu.” Intinya ia mengajak Derich pergi bersama-sama. Lagi pula ia sendiri butuh kekuatan untuk menekan jiwa Varlos agar tidak membuat ulah.
“Sampai di Gunung Suci, kau harus membiarkan aku membunuh K,” kata Derich sambil menyeringai. Tidak ada salahnya menggunakan kekuatan Jendral Perak untuk membunuh Tuan K. Bukankah itu adalah kesempatan emas? Dan Eugene tidak akan menyia-nyiakan hal berharga tersebut.
“Itu adalah perintahku. Jangan sampai dia lolos.”
Mereka berdua akhirnya bekerja sama untuk membunuh K dan mendapatkan Caroline. Entah endingnya seperti apa nanti, yang jelas prioritas utama mereka adalah Tuan K.
Sementara itu, Ice Dragon yang ditumpangi Audrey dan Caroline telah sampai di altar yang cukup luas, tempat persembahan. Mereka pun turun dari punggung naga, dan sang naga pergi begitu saja setelah mengantar ke tempat tujuan.
Sangat sulit mengamati altar itu karena berbagai tulisan kuno yang ada di tiang penyangga. Di tengah altar ada sebuah cawan emas yang sangat unik. Caroline pun mendekati benda tersebut dengan perlahan dan hati-hati.
“Jangan sentuh benda itu!” Suara Audrey menggelegar di udara, membuat Caroline tersentak.
“Aku semakin tak mengerti, kenapa ayah menulis tempat ini dibuku itu?”
Caroline berjalan mengelilingi altar sambil terus menatap tugu dengan tulisan kuno yang tidak diketahuinya sama sekali. Segalanya menjadi rumit, hanya untuk bertemu dengan Jason. Dari terlibat dengan jendral aneh dan juga dua pria menyebalkan yang tambah aneh pula.
Gadis itu menghela nafas dengan sangat panjang saat melihat buku Jason. Alasannya karena tak ada petunjuk sama sekali, dan petunjuk terakhir adalah Gunung Suci.
“Ada rahasia apa dengan gunung ini?”
Lama melamun, Caroline mendengar langkah kaki seseorang, begitu juga dengan Audrey. Mereka pun memasang wajah waspada.
Dahi Caroline berkerut saat melihat seorang pria bertudung hitam. Saat pria itu mulai mendekat, matanya menyipit karena melihat postur tubuh yang telah dirindukan selama sepuluh tahun.
“Ayah...,” panggil Caroline membuat pria itu mendongak ke arah si pemilik suara. Dia membeku di tempat, menatap Caroline dan gadis di sebelahnya secara bergantian. Senyumnya langsung terbit saat mengetahui kalau anak gadisnya telah datang.
“Caroline....,” panggil Jason sambil membuka tudung hitam itu. Rambut pria itu sudah tampak memutih, tapi wajahnya masih sama rupawan. Audrey membeku di tempat, sambil mengepalkan tangan kuat-kuat.
Sedangkan Caroline menangis haru, langsung memeluk Jason dengan sangat erat. Ternyata ayahnya masih hidup, dan tampak sehat. Bahkan meskipun rambutnya mulai tampak putih, tapi postur tubuhnya masih tegap dan gagah.
“Aku merindukanmu.”
Sepuluh tahun, terbayar sudah pencarian Caroline terhadap Jason yang tiada habisnya. Gadis itu memeluk sang ayah dengan sangat erat, begitu juga sebaliknya. Senyum tipis, menyeringai mengembang diwajah pria tersebut, dan Audrey mengetahuinya.
Dia paham betul arti dari senyuman itu. Dan hal tersebut sangat tak baik bagi Caroline. Melihat ayah dan anak saling berpelukan, Audrey membuang muka ke arah lain. Apa jadinya jika gadis itu tahu bahwa Jason adalah dalang dibalik kejadian di masa lalu.
Aku tak bisa tinggal diam, batin Audrey mengepalkan tangannya begitu kuat. Meskipun mereka ayah dan anak, tapi Jason bukan ayah yang baik. Sebisa mungkin, ia akan membuat Caroline sadar tentang semua hal yang berkaitan dengan pria itu.
“Bagaimana kabarmu? Apakah kau makan dengan baik?” Caroline yang masih meneteskan air mata itu begitu peduli dengan segala hal yang berhubungan dengan Jason.
“Tentu saja. Apalagi aku berkeinginan untuk kembali bersamamu, Sayang.”
Jason mengusap sayang puncuk rambut Caroline sambil menatap Audrey yang tampak begitu membencinya. Dalam hati berpikir, siapa gadis itu? Seolah dia tahu kebenaran yang selama ini disembunyikan.
“Kita pulang sekarang, Ayah. Aku tahu caranya kembali.” Gadis itu menatap manik hijau milik Jason. Senyum terbit di bibir pria itu, bahkan lebih lembut dari bulu angsa.
“Tentu kita akan kembali. Tapi kau harus istirahat dulu di gubukku. Dua hari lagi kita akan kembali.”
Audrey ingin mencegah mereka bersama, tapi apa daya karena melihat wajah bahagia milik Caroline.
“Dimana ayah tinggal? Kita kesana sekarang.” Gadis itu sangat antusias, bahkan wajahnya berbinar cerah. “Audrey..., bagaimana menurutmu? Apakah kau akan ikut denganku?”
Tentu Audrey akan setuju ikut dengan Caroline. Sebisa mungkin selama dua hari ke depan ia akan membuka topeng palsu milik Jason. Pria kejam itu yang membuatnya tersiksa hanya karena ingin mangambil permata yang ada di Gunung Suci.
Berkatnya, ia harus membunuh dirinya sendiri dan membiarkan Pangeran Eugene membakarnya hidup-hidup.
“Aku akan ikut denganmu.” Audrey mendekati mereka. “Perkenalkan, aku adalah orang yang diselematkan Nona Caroline. Namaku Audrey.” Ia tersenyum cerah seperti mentari, sama halnya gadis polos lainnya.
“Aku Jason. Jason Spanic. Ayah dari Caroline.”
Mereka berdua berjabat tangan, seolah ada tegangan listrik karena ketidak sukaan terlihat jelas. Caroline pun menatap Audrey dan Jason bergantian. Meskipun dia adalah ayah gadis itu, tapi tampak perubahan besar di setiap gerak-gerik pria tersebut.
Aku akan mengamati apa yang dilakukan ayah di masa depan nanti. Sepuluh tahun berlalu, orang bisa berubah karena ada di tempat yang berbeda. Dan aku juga perlu mengkonfirmasi mengenai ibu, batin Caroline mengangguk sebanyak tiga kali.
“Kita pergi sekarang,” kata Jason mendahului mereka berdua. Punggung itu semakin menjauh, dan Caroline tak berhenti menatapnya, begitu juga Audrey.
“Apakah kau percaya dengan Tuan Jason, Nona?”
Entah kenapa pertanyaan Audrey membuat Caroline banyak berpikir. Meskipun ia merasa senang dan terharu, tetap saja satu hal yang membuatnya janggal. Kenapa sang ayah masih bertahan di Dunia Pararel tersebut?
“Entahlah..., aku belum memikirkannya,” dusta Caroline menatap ke arah lain. Memang ia sudah dekat dengan Audrey, hanya saja gadis tersebut adalah orang lain. Dan dirinya tak mau membawa orang lain masuk ke dalam lingkaran masalah yang dihadapi.
Mereka akhirnya pergi dari altar gunung suci tanpa menyadari bahwa Tuan K sedang memperhatikan dari jauh. Kalau dipikir, Jason sangat berbeda dari beberapa tahun lalu. Sepertinya, ia harus menyuruh seseorang mengawasinya.