Own Her

1037 Words
Tanya pergi bekerja dengan penuh percaya diri pagi ini, ketukan suara heels beriringan dengan langkah kaki jenjang yang terekspos sempurna. Kemeja putih berbalut cardigan berwarna peach dan rok mini berwarna senada, rambut pirang bergelombangnya ia biarkan terurai indah menambah kesan seksi pada wanita itu. Tak heran jika dirinya selalu menjadi pusat perhatian para pria di kantor, meski tak ada yang berani menggoda presiden direktur yang terkenal galak itu. Cekl... "Sir?" Tanya terkejut ketika mendapati seorang pria tua tengah duduk di kursi kebesarannya seraya menaikan kedua kaki di atas meja kerja, pria tua yang seluruh rambutnya berwarna putih itu adalah pemilik perusahaan yang ia kelola. Tapi, Tanya heran apa yang dilakukan oleh bosnya itu ketika hari sedang cerah dan perusahaan sedang dalam keadaan baik. "Di sana kau rupanya, aku sedang menunggumu sedari tadi." Ujar pria bernama John tersebut, berdiri dari duduknya lalu menuju ke arah Tanya berdiri seraya merentangkan kedua tangannya. Tanya berdeham saat John memeluk tubuhnya dengan kuat, ucapan selamat datang yang terasa kikuk bagi Tanya. Karena tak biasanya pria itu datang kemari jika tidak ada masalah, "Sir?!" "Duduklah dulu, sayang! Aku membawakanmu oleh-oleh dari Italy saat berlibur dengan istriku kemarin." John mendudukan Tanya di atas sofa ruangan kerjanya, ia sempat melirik ke atas meja ada banyak cokelat dari Italy yang sangat ia sukai. Itu bukanlah hal yang aneh bagi Tanya, John selalu membawa buah tangan setiap dia dan keluarganya pergi berlibur ke luar negeri. Membawakan Tanya barang mewah ataupun makanan kesukaan wanita itu, adalah hal yang lumrah terjadi semenjak Tanya bergabung dengan John dan memutuskan untuk mengabdikan diri kepada pria itu. "Bagaimana liburannya?" Tanya berusaha seformal mungkin meski ia tahu ada sesuatu yang aneh yang disembunyikan oleh John, terlihat jelas dari gerak-gerik pria yang sudah tidak muda lagi itu. "Well, anak-anak mengacaukan liburan dengan tugas sekolah mereka yang tidak ada habisnya. Akhirnya kami semua memutuskan untuk pulang cepat di luar jadwal yang telah ditentukan." Balas John yang hanya diangguki oleh Tanya. "Kau kemari untuk berkunjung?" "Seperti yang bisa kau lihat." Kata John mengambil duduk di sebelah Tanya. "Hm, baiklah. Aku harus segera bekerja!" Ujar Tanya lalu beranjak dari duduknya. "Tanya!" Seketika seruan John berhasil membuatnya terhenti, nada suara yang terdengar serius namun Tanya tak lagi terdominasi dengan hal itu. Ia hanya khawatir akan kinerjanya yang mungkin menurun dari hari-hari sebelumnya saat ia kehilangan Tom. "Ya Sir?" Tanya berbalik badan, melihat pria itu memakan cokelatnya yang katanya adalah buah tangan untuknya. "Jadi, seorang bartender huh?" John terlihat tersenyum miring. "Dari seorang atlet menjadi seorang bartender, apa kau kehilangan seleramu?" Sindir John, tak Tanya pungkiri hal itu. John selalu mengetahui apapun yang ia lakukan, termasuk memiliki mainan baru. "Dia menyenangkan." Tanya berusaha membela diri. "Oh, ya? Apa kau pikir dia bisa berbaur dengan orang-orang seperti kita?" John menaikan sebelah alisnya. "Dia akan menjadi tanggung jawabku, Sir!" Ujar Tanya dengan tegas. "Ya, tentu saja dia akan menjadi tanggung jawabmu Tanya. Aku bisa lihat semua kegigihan dan kerja kerasmu membawamu sampai sejauh ini, tapi tentu saja kau tidak bisa mempercayai seseorang yang baru saja kau kenal." Jelas John seraya menekankan kalimat terakhir seolah berusaha menyadarkan Tanya jika ia baru mengenal pria itu kemarin malam dan Tanya sudah berani mengundangnya masuk ke dalam apartemen. "Aku lebih suka Tom, setidaknya kalian mengenal satu sama lain secara bertahap. Bukan bertemu di sebuah klub dan membawanya pulang." Tambah John, Tanya pun menyadari hal itu. Tapi hari-harinya cukup buruk setelah berpisah dengan Tom, Tanya hampir putus asa. Dan bertemu dengan Don ia pikir akan menjadi jalan keluar dari masalahnya. "Ini bukan hanya soal bersenang-senang, Tanya! Tapi juga kepercayaan, kau tak bisa sekedar meletakan kepercayaanmu kepada orang itu. Karena yang lebih penting dari semua ini adalah kepercayaannya kepadamu, apa dia cukup setia kepadamu? Apa dia menyembahmu dengan baik? Apa dia-" "Ya, John! Aku mengerti!" Potong Tanya yang hampir merasa pusing karena segala rentetan pertanyaan yang John ajukan kepadanya. Tak lama John berdiri dari duduknya, pria itu selalu terlihat santai dalam kondisi apapun. "Aku lihat seorang gadis kecil mendatangiku mencari sebuah kesuksesan dan ku berikan hal itu." Kata John kembali mengingatkan Tanya akan jati dirinya yang asli, dan tentu saha Tanya tidak akan pernah melupakan jasa baik John kepadanya. "Begitupun yang aku lakukan kepada Don, aku memberinya sebuah kepercayaan-" "Kau berbeda Tanya!" "Kau adalah seorang wanita pekerja keras, disiplin tinggi dan memiliki keinginan. Tapi Don..." "..dia hanya pria urak-urakan yang rela meninggalkan kekasihnya hanya untuk hidup bersama dengan wanita yang baru saja ia kenal dalam semalam. Itukah pria yang kau pilih menjadi milikmu?" Kata John, sementara Tanya masih terdiam berusaha mencerna semua kalimat John. "Dalam hidup kita Tanya, ada sebuah sistem kepercayaan. Bukan hanya untuk hidup bersenang-senang lalu pergi begitu saja setelah kau bosan, yang dibutuhkan adalah komitmen." John kembali menekankan kalimatnya seolah Tanya belum mengerti pelajaran tersebut, ia paham dan sangat paham. Hanya saja di mata John ia salah dalam memilih seseorang untuk dijadikan teman hidup, dan Tanya mengerti akan kekhawatiran John kepada dirinya. Tanya akan lebih berhati-hati kepada Don jika itu memungkinkan, sampai ia benar-benar tahu jika Don tidak seperti yang dikatakan oleh John. "Pikirkan lagi Tanya! Tidak ada seorang pun yang bertemu hanya dalam hitungan menit memutuskan untuk pindah secepat itu." Kata John, tak lama pria itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. Meletakan sebuah boneka salju di dalam kaca ke atas meja kerja Tanya, seolah musim dingin akan segera tiba tapi Tanya menyadari bahwa kalendernya masih jauh dari akhir tahun. "Aku memberimu waktu tiga bulan, jika terjadi sesuatu pada kalian sebelum waktunya. Maka aku harus mengembalikan Don kepada kekasih gelandangannnya itu, aku tidak ingin anak-anakku menjadi santapan pria buas di luar sana yang hanya menginginkan hidup enak tanpa melakukan apapun!" Ujar John lalu meninggalkan ruangan kerja Tanya. Kini ia mengerti tujuan pria itu mendatanginya sepagi ini, bukan masalah pekerjaan atau perusahaannya yang sedang dalam keadaan baik-baik saja selama dipegang oleh Tanya. Tapi karena Tanya menyimpan seorang pria di dalam apartemen miliknya yang tidak disukai oleh John, seketika terlintas sesuatu di benak Tanya akan kalimat John barusan. Apakah semua ini terlalu cepat untuk mereka berdua? Mengapa Tanya terlalu besar kepala saat Don lebih memilih dirinya dibandingkan dengan pacar kurusnya itu? Apa mungkin karena semua fasilitas yang Tanya berikan kepada Don? Entahlah! Tanya hanya berharap Don bisa menggantikan posisi Tom agar dapat mengisi kekosongan jiwanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD