Club
Di bawah kelap-kelip lampu tubuh seksi itu meliuk indah mencari sebuah sensasi yang ia cari, low-cut Halter dress skirt berwarna gelap sangat kontras dengan kulit putih tanpa cela. Rambut pirang bergelombang dibiarkan terurai indah seolah menggoda kaum Adam, sapuan make-up minimalis membuatnya terlihat sangat cantik, namun alis mata yang dibuat setajam mungkin menandakan ia memiliki kekuatan yang tak banyak dimiliki oleh setiap wanita.
Tak lama menyudahi dansanya yang mulai terasa hambar, ia mendudukan diri di kursi bar. Memantikan api ke rokok lalu menghisapnya dalam-dalam, tiba-tiba seseorang menawarinya segelas minuman yang hanya dilihat olehnya secara sinis.
Lirikan matanya bahkan membuat nyali seseorang menciut, tidak ada senyum manis atau sapaan ramah seperti wanita pada umumnya. Hanya wajah ketus dan ekspresi datar yang membuat siapa saja mengurungkan niat untuk sekedar bercengkrama atau menyapa kepadanya, namun seseorang tersebut mencoba memberanikan diri untuk duduk di sebelahnya.
"Jason!" Seru seorang pria memperkenalkan diri, ia melirik dari ujung kepala hingga kaki. Pria itu memiliki postur tubuh tinggi yang kurus, sehingga membuatnya kehilangan selera. "Maaf, tidak tertarik!" Ujarnya ketus, namun Jason seolah tak perduli. Ia makin mendekatkan kursinya kepada wanita itu seolah penolakan ada sebuah awal yang mudah, namun pria itu salah orang. Dan wanita yang ada di sebelahnya bukanlah wanita dengan selera biasa.
Merasa gerah karena terus didekati oleh Jason, ia menoleh dan menatap tajam ke arah pria itu. Menatap sinis tanpa ada senyuman ataupun ekspresi bahagia sama sekali yang akhirnya membuat Jason terdiam seolah terhipnotis oleh netra kecoklatan tersebut.
"Pergilah! Atau kau akan meremukan bola kecilmu itu sekarang ini juga!" Ujarnya dingin, nada suaranya terdengar pelan dan datar. Namun kalimat itu berhasil membuat Jason menelan salivanya sendiri, tak lama setelah itu ia membawa kembali minuman berakohol tinggi yang sebelumnya sudah ia taburi dengan sesuatu untuk membuat wanita manapun menggelinjang karenanya. Tanpa Jason ketahui kepuasan wanita tersebut bukan karena menggelinjang.
"Fool!" Umpatnya saat melihat pria itu pergi yang kemudian membuatnya menikmati kesendirian bersama asap rokok dan segelas minuman yang ia pesan, kedua matanya melirik ke kanan dan kiri mencari sesuatu. Tidak ada yang menarik malam ini, bahkan sepertinya minuman yang ia tegak hingga tandas tak mampu membuang rasa kebosanannya.
Ia mengambil ponsel, melihat waktu masih menunjukan pukul sebelas malam. Belum terlalu pagi untuk kembali pulang, apalagi ia tinggal seorang diri tanpa siapapun yang menemaninya. Mengacak rambutnya frustasi ketika kesendirian mulai menghantui di beberapa malam terakhir setelah kehilangan seseorang.
Tak lama ia memutuskan untuk pulang meninggalkan sebuah klub yang baru saja ia kunjungi setelah sekian lama, ketukan heels melantun indah seiring kaki jenjang yang mulai meninggalkan tempat itu. Liuk pinggul yang berjalan keluar terlihat sangat indah dipadukan dengan perut seksi dan d**a yang membusung, sangat sempurna dan juga indah. Namun siapa sangka di balik keindahan itu tercipta sesuatu yang mengerikan.
"Miss?!" Seru seseorang ketika ia hampir menggapai pintu mobil.
"Miss, kumohon!" Suara itu semakin mendekat, membuatnya menghembuskan nafas kesal dan berdiri di sana tanpa berniat membalikan badan atau masuk ke dalam mobil.
"Tom, harus ku katakan berapa kali?" Suaranya terdengar tegas, membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan menarik nafas dalam-dalam.
"Miss, kumohon! Beri aku kesempatan sekali lagi." Suara pria bernama Tom tersebut terdengar memelas, namun dirinya sama sekali tak terpengaruh akan hal itu. Baginya sebuah hubungan harus dilandasi oleh kepercayaan, dan Tom telah menghancurkan kepercayaannya yang telah ia bangun selama beberapa tahun kepada pria itu.
"Tom!" Panggilannya terdengar dalam.
"Ya Miss." Membuat Tom terdiam dari rengekan dan permintaannya yang membuat kepala wanita itu terasa pusing.
"Berbalik dan pergilah!" Seperti sebuah hipnotis, kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya dan berhasil membuat Tom melakukan hal tersebut. Pria itu membalikan badan dan meninggalkan tempat parkir dimana ia memarkirkan kendaraannya.
Tak lama ia tak lagi mendengar suara atau langkah kaki Tom, pria itu benar-benar pergi darinya. Tak ada rasa penyesalan yang mengganjal saat ia membuat sebuah keputusan, hanya menyisakan sedikit kesedihan karena ia tak dapat membuat sebuah hubungan berlangsung lama.
Tanpa berbalik badan ia segera memasuki kendaraan, melajukan mobil guna meninggalkan tempat itu. Beberapa malam sudah ia menghabiskan waktu di klub meski hanya seorang diri mengabaikan teman-temannya, ia belum ingin membagi kisahnya bersama Tom yang telah kandas kepada siapapun. Menyimpannya untuk dirinya seorang sepertinya adalah hal yang baik bagi kesehatan mentalnya.
Mungkin banyak orang berpikir ketika seseorang memegang kendali penuh atas sesuatu, maka seseorang tersebut tak bisa merasakan kesedihan. Itu adalah hal yang salah besar, semua orang berhak sedih atas berakhirnya sesuatu yang sangat berharga. Begitupun dengan dirinya, satu kesalahan fatal dapat membuatnya tak ingin melanjutkan hubungan dan memilih untuk menyudahinya, meski berat.
Ia kembali ke sebuah apartemen mewah miliknya yang berada di pusat kota, membuka pintu dan kembali menguncinya. Melihat semua kekacauan di dalam kamar membuatnya pusing, sisa barang Tom masih ada di sudut ruangan di dalam sebuah kardus. Teringat beberapa adegan yang telah mereka lalui bersama, seketika membuatnya merebahkan diri ke atas ranjang seraya memijit kepalanya sendiri.
Barang-barang tertata rapi di seluruh penjuru ruangan, tak ada noda ataupun debu yang menempel di perabotan bahkan lantai. Sangat bersih dan rapi, ia sama sekali tidak menyukai kotoran dan debu menyentuh kaki dan kulitnya. Selalu sempurna, bahkan ia juga tidak menyukai penataan yang kurang rapi.
Anggaplah ia salah satu wanita psikopat yang ada di dunia ini, namun begitulah dirinya. Selalu identik dengan kata 'sempurna' seolah kesempurnaan adalah moto hidupnya, ia menanggalkan seluruh pakaian. Memasuki kamar mandi dan menyalakan air di dalam bathub, menaburkan serbuk lavender yang sangat ia sukai dan merendamkan sebagian tubuhnya ke dalam sana.
Mungkin terlalu malam untuk merilekskan tubuhnya dan berendam, namun ia hanya berusaha untuk membuang semua masa lalu dan menemukan masa depan yang baru. Memejamkan kedua mata seraya memikirkan rasa haus yang harus ia tahan semenjak berpisah dengan Tom, beberapa adegan erotis dari tubuh kekar dan berotot milik pria itu.
Rantai dingin yang mengenai kulit panasnya serta jeritan dalam ketika ia mencambuk kulit kecoklatan dan berurat itu dengan keras, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Adalah seks terbaik ketika ia berada di atas bersama seorang pria dengan kedua tangan terikat, ketika ia berhasil mendominasi permainan dan membuatnya merasakan kepuasan yang tiada tara.
Tak lama ia tertidur dengan rambut yang masih basah dan hanya mengenakan selimut, biasanya ada lengan kekar milik Tom yang selalu menghangatkan tubuhnya. Namun beberapa malam menjadi sangat dingin hingga yang hanya bisa ia lakukan adalah mendekap tubuhnya sendiri menggunakan kedua tangan, sampai kesadarannya benar-benar hilang karena rasa kantuk yang luar biasa.
Rasanya baru sebentar ia hadir ke alam mimpi sampai bunyi alarm di atas meja nakas di samping ranjang membangunkan tidur indahnya, kedua matanya terbuka reflek mematikan alarm tersebut. Membuka selimut dan menuju kamar mandi dalam ketelanjangan guna membersihkan diri, membuat sepiring sarapan beserta segelas s**u kesukaannya.