Bab 16. Karma

1219 Words
Sejak pagi, Maira merasa suasana tempat bekerjanya sedikit berbeda. Jaki yang biasa ramah pun seakan menjaga jarak dan menatap sinis dirinya. Sementara Sumi justru menatapnya dengan tatapan mengejek. Maira ingin acuh tak acuh, tetapi lama-lama ia merasa risih sendiri. "Sum, kamu napa dari tadi liatin aku kayak gitu?" tanya Maira heran. "Nggak ada kok. Sana jauh-jauh, syuh syuh, jangan dekat-dekat, ya! Aku nggak mau ketularan sama kamu," ujar Sumi membuat Maira kebingungan. "Ketularan? Memangnya aku sakit menular? Dasar aneh!" "Ya, siapa tau. Cewek bispak kayak kamu tuh berbahaya. Bisa membawa penyakit tau nggak?" ejek Sumi. "Cewek bispak? Apa maksud ucapan kamu? Jangan sembarangan bicara, ya! Itu namanya fitnah." Maira jelas saja tersinggung saat mendengar kata-kata Sumi. Sumi tersenyum sinis. "Kenapa marah? Bukannya kenyataannya gitu?" "Mana buktinya kalau aku wanita seperti itu? Sum, kamu itu juga wanita, jangan karena mulut lancangmu ini kau justru kena batunya. Biar miskin, aku masih punya harga diri," ucap Maira tegas. Bukannya merasa bersalah, Sumi justru terkekeh. Maira tahu arti kekehan itu adalah sebuah ejekan. "Kau ...." "Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" tegur pemilik toko. "Tidak ada, Bu," kilau Sumi. "Ya, sudah. Cepat ke depan. Pelanggan sudah mulai berdatangan. Dan kau Maira, segera catat stok barang lalu berikan ke Jaki." "Baik, Bu." Sumi mendengus saat mendengar Maira yang justru disuruh mencatat stok barang dan memberikannya pada Jaki. Dengan hati yang panas, Sumi pun segera pergi ke depan. *** "Mbak Sora, apa kabar?" sapa Naysila pada Sora di sebuah cafe. Mereka memang memiliki janji bertemu di sana. Bukannya menanggapi, Sora justru melirik sinis. "Mbak kenapa?" Sora ingin bertanya, tetapi waiters keburu datang dan menanyakan pesanan mereka. Setelah pesanan dicatat, waiters itu pun berlalu. "Kenapa kamu nggak bilang kalau Evan sudah menikah?" tanya Sora dingin. "M-mbak tau dari mana?" tanya Naysila gugup. "Jadi kamu sudah tau?" geram Sora kesal. "I-itu ...." "Itu apa? Kenapa kamu nggak ngasi tau aku, hah? Kamu tau 'kan kalau aku sudah lama suka Evan, tapi kenapa dia justru menikah dengan wanita lain dan ku pun menutupinya? Ah, bahkan pernikahannya terkesan terburu dan rahasia. Orang tuaku saja tidak tau kalau Evan sudah menikah. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa kalian justru menyembunyikannya?" cecar Sora. Sora merupakan sepupu jauh Evan dan Naysila. Sudah sejak dulu, Sora menyukai Evan. Karena rasa suka itulah yang membuatnya menolak setiap perjodohan yang orang tuanya tawarkan. "Kau nggak bermaksud untuk nggak ngasi tau, tapi memang pernikahan ini dadakan dan rahasia. Kau tau bukan, orang tuaku sering mendesak Kak Evan untuk menikah, tapi dia selalu menolak. Nah, entah bagaimana caranya, kemudian tiba-tiba saja dia bilang mau menikah, tapi ia tak ingin pernikahan ini terlalu digembar-gemborkan. Kak Evan ingin pernikahan mereka digelar secara tertutup. Bahkan keluarga besar tak ada yang tau," papar Naysila membuat dahi Sora berkerut. "Aneh." "Iya, emang aneh. Aku pun heran. Pernikahan ini terkesan dadakan dan dipaksakan." "Mereka nikah bukan karena wanita udik itu hamil duluan 'kan?" "Eh, kok Mbak mikir gitu?" Sora mengedikkan bahunya. Ia diam saat waiters mengantarkan minum. Setelah minuman mereka diletakkan dan waiters pergi, barulah Sora kembali membuka mulut. "Ya bisa saja soalnya mereka nikah mendadak gitu. Atau Wanita itu sudah menjebak Evan agar mau menikah dengannya?" "Kalau masalah hamil, aku nggak yakin deh, Mbak. Tapi kalau dijebak, bisa jadi." "Yang paling pas memang yang kedua. Kurang ajar, wanita itu berani bermain licik rupanya." "Jadi gimana, Mbak?" "Gimana apanya?" "Kak Evan ... kalian nggak mungkin bisa bersama lagi 'kan?" "Kata siapa? Aku akan membongkar niat licik jalang itu agar Evan segera meninggalkannya," ucap Sora yakin kalau Maira memiliki niat tersembunyi. Naysila tersenyum lebar. Ia pun ingin sekali Maira meninggalkan Evan. Entah mengapa, ia merasa ada yang aneh dengan Maira. Perasaannya selalu saja tidak tenang. Semenjak Maira muncul dalam keluarga mereka, Naysila selalu merasa seakan akan ada badai yang siap menerjang. Entah mengapa ia merasa demikian, Naysila sendiri masih belum mengerti. Sementara itu, di kantor Evan, laki-laki itu sedang kedatangan tamu. "Hai, Bro, apa kabar?" sapa seorang laki-laki. "Noah, apa kabarmu? Kapan kau pulang?" Evan pun gegas berdiri dan menyambut sang sahabat. "Baik. Aku pulang sudah tiga hari yang lalu." "Kenapa kau tidak mengabari lagi? Ayo, silakan duduk!" Evan mempersilakan Noah duduk. "Namanya juga kejutan." Noah terkekeh. "Sudah berapa tahun ya kita tidak bertemu?" "Sejak kau memilih kuliah di luar." "Ya, kau benar. Saat aku kembali, kau justru bekerja di luar." "Bagaimana? Kau sudah menikah?" tanya Noah. Evan tersenyum. "Menurutmu?" "Ah, aku yakin, kau masih membujang saja. Masih belum bisa move on?" Evan berdecak. "Sembarangan." Evan menyeringai sambil mengangkat tangan kirinya. Mata Noah terbelalak saat melihat sebuah cincin melingkar di jari manis Evan. "Kau ... sudah menikah? Keren." Evan terkekeh. "Kau pikir aku akan membujang selamanya? Ck, kau ini ...." "Baguslah. Lagipula untuk apa menunggu seseorang yang sudah jelas-jelas mengkhianatimu," ujar Noah. "Bagaimana kabar Aidil? Semenjak menikah, ia sepertinya berubah. Dia tak pernah bisa dihubungi. Dia dan adikmu masih bersama 'kan?" "Ya, masih. Cuma ya seperti yang kau katakan, dia berubah. Aku pun sebenarnya heran. Kau tau sendiri, dia dan Sila tiba-tiba saja menikah saat itu. Aku sendiri bingung, kenapa mereka menikah tiba-tiba? Sayangnya Mama dan Papa tak ada yang mau menjelaskan alasannya." "Jangankan kau, aku pun heran. Sebab setahu ku kekasih Aidil itu namanya Nita. Tapi kenapa yang ia nikahi justru adikmu? Tapi mendengar hubungan mereka masih langgeng hingga sekarang, aku merasa lega. Mungkin tanpa kita ketahui, ternyata mereka saling mencintai, makanya Aidil memilih menikahi adikmu tak peduli saat itu adikmu belum lulus SMA." Evan mengangguk, meskipun ragu. Sebab sebagai laki-laki, ia pun bisa melihat tak ada cinta di mata Aidil untuk adiknya. Namun, untuk ikut campur urusan mereka, Evan tak mau. Toh itu urusan mereka. Meskipun Naysila adiknya, tetapi ia tak ingin terlalu ikut campur apalagi sampai mempertanyakan alasan pernikahan mereka. Evan berdiri dan meminta sekretarisnya membuatkan kopi. Evan mengobrol banyak hal dengan Noah. Memang selama ini keduanya tetap aktif berkomunikasi. Oleh sebab itu, Noah tahu di mana Evan bekerja. *** Pulang bekerja, Aidil diminta ibunya pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Aidil langsung disambut sang ibu. "Ada apa Mama memintaku ke mari?" tanya Aidil to the poin. "Kau ini, memangnya Mama tidak boleh memintamu pulang ke rumah?" "Bukan tak boleh. Tetapi setahuku, setiap Mama minta aku pulang pasti ada yang ingin dibicarakan." Mama Aidil menghembuskan nafas kasar. "Kau ternyata sudah bisa menebaknya." Ia tersenyum. "Ada apa lagi? Jangan bilang, Sila mengadu sesuatu pada Mama?" "Dil, Sila tidak mengadu. Dia hanya curhat. Dia sedih karena kau tidak mau ikut program hamil lagi." "Mau berapa kali lagi? Aku sudah lelah, Ma. Sangat lelah. Kenapa yang Mama pikirkan sejak dulu hanya Sila dan Sila? Yang anak Mama itu aku, bukan Sila. Tetapi yang selalu Mama pikirkan perasaannya hanya Sila, Sila, dan Sila," kesal Aidil karena Mamanya hanya memikirkan Naysila saja. Tanpa memedulikan perasaannya sama sekali. "Dil, Mama melakukan itu karena Mama sudah menganggap Sila sebagai anak Mama sendiri." Aidil berdecak. Selalu saja itu jawaban ibunya. "Cobalah sekali lagi mengikuti promil. Siapa tau, kali ini berhasil. Dil, Mama ini sudah semakin tua. Begitu pula dengan Papa. Kami ingin sekali menimang cucu darimu dan Sila," ujar ibu Aidil penuh harap. Aidil tersenyum miring. "Aku tak yakin." "Apa maksudmu?" tanya ibu Aidil bingung. "Tidakkah Mama berpikir alasan kenapa hingga saat ini kami tak kunjung bisa memiliki seorang anak?" tanya Aidil retoris. "Apa itu?" Dahi Ibu Aidil berkerut. "Karma," ucap Aidil dengan wajah datarnya membuat mata sang ibu seketika terbelalak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD