“Ya, tentu saja. Aku bisa menunjukkan jalan untukmu!” jawab gadis kecil itu dengan riang.
“Baguslah. Ayo masuk.” balas Adam sekali lagi. Segera Imelda melangkah ke pintu sisi seberang Adam untuk masuk ke dalam mobilnya.
Sementara itu, seorang pria paruh baya yang juga tengah menebang kayu tidak jauh dari sana, tengah berdiri diam memerhatikan mobil Adam. Pandangan mata gelapnya menembus kaca depan mobil Adam dan bisa melihat pria itu sedang bercakap-cakap dengan seseorang di sisi pintu luarnya. Kening pria paruh baya itu mengerut tajam memerhatikan tingkah Adam yang terlihat asik bercakap-cakap dengan sesuatu itu.
“Hei, ada apa? Kenapa kau tiba-tiba diam seperti itu, Ben?” salah satu teman kerjanya menggoncang lengan tangannya dengan kencang. Mencoba menyadarkan pria itu dari acara lamunannya. Pria itu takut jika sesuatu tanpa sadar tengah merasuki teman kerjanya yang bernama Ben itu, berhubung mereka tengah berada di sekitar hutan yang berbahaya.
Sontak pria bernama Ben itu menoleh ke samping, ke arah temannya itu berdiri. “Tidak. Aku hanya melihat mobil itu. Apa kau lihat pria di dalamnya? Aku melihat dia sedang berbincang-bincang dengan seseorang. Tapi apa kau melihat ada orang lain di sana?” pria itu menunjuk ke arah mobil yang dikendarai oleh Adam. Nampak Adam tengah memerhatikan ponselnya ketika teman pria itu menoleh ke arah Adam.
“Apa maksudmu? Mungkin dia sedang berbicara dengan seseorang di telponnya. Kau lihat dia sedang memegang ponsel sekarang kan?! Sudah, ayo cepat kita kerja dan menyelesaikan semua ini. Aku selalu merasa tidak tenang jika berada di dekat hutan Terlarang. Rasanya seperti sesuatu sedang mengawasiku, kau tahu? Hiii!” balas pria itu dengan menggidikkan bahunya. Lalu pergi meninggalkan pria itu lagi untuk kembali bekerja.
Sedang pria bernama Ben itu masih berdiri di tempatnya. Pria itu kembali menoleh ke arah mobil Adam dengan raut wajah penuh rasa penasaran. Dan lalu matanya dengan jelas menangkap pintu di sisi seberang Adam terbuka dengan sendirinya, diikuti gerakan mobil yang sedikit berguncang seolah baru saja ada yang memasukinya. Sontak kedua mata pria itu membulat lebar tidak percaya.
Dilihatnya Adam yang terlihat melempar senyum ke sebelahnya sembari bercakap-cakap dengan santai. Padahal sudah jelas di sana tidak ada siapapun yang masuk ke dalam dan duduk si sebelah pria itu. Tidak lama kemudian mobil yang ditumpangi Adam mulai melangkah pergi dan sempat melewati pria itu.
Sekali lagi, pria itu melihat lebih jelas bahwa tidak ada apa pun yang terlihat dalam kursi kosong di sebelah Adam. Pria bernama Ben itu langsung berkeringat dingin dengan tubuh yang tiba-tiba meremang tanpa sebab, sembari tetap memerhatikan laju mobil yang dikendarai Adam semakin menjauh pergi.
Adam menoleh ke arah ponselnya yang tiba-tiba menyala sembari menunggu Imelda masuk ke dalam mobilnya. Pria itu meraih ponselnya dan melihat layarnya yang menunjukkan gambar mantan kekasihnya. Kening Adam mengerut tidak suka melihat foto itu. Dirinya lupa belum menghapus nomor yang menurutnya sudah tidak penting itu.
Tanpa menjawab panggilan telponnya, dan memerhatikan berapa banyak misscall dan pesan yang ternyata sudah banyak dikirim dari pemilik nomor yang sama, Adam segera menghapus semua pesan itu tanpa membacanya dan lalu memblokir sekaligus menghapus nomor itu. Adam ingin memutus hubungan dengan masa lalunya yang dirasa sudah tidak penting baginya lagi.
“Apa dia kekasihmu?” tanya Imelda yang ternyata sudah duduk di sebelah Adam. Adam menoleh ke arah gadis itu lalu melempar senyumnya kembali. Diletakkannya ponsel itu di tempat semula.
“Bukan. Hanya orang yang tidak penting.” jawab Adam asal. Pria itu mengambil alih tas berisi kayu-kayu bakar yang tengah dipangku Imelda, dan lalu meletakkannya ke sisi belakang.
“Pakai sealtbeltmu gadis kecil.” ucap Adam kemudian. Imelda menurut. Gadis itu menarik sealtbelt dan memasangnya dengan benar.
“Sudah.” lapor gadis itu. Sekali lagi Adam tersenyum kecil.
“Baiklah. Ayo kita pergi!” seru Adam kemudian, yang lalu mulai mengendarai mobilnya lagi dengan perlahan. Melewati penduduk desa di sana yang tengah sibuk bekerja. Imelda menoleh ke arah salah satu pria dewasa yang tengah memerhatikan mobil Adam.
Lebih tepatnya memerhatikan bangku yang tengah didudukinya. Imelda menarik sudut bibirnya, tersenyum miring menatap pria paruh baya itu yang pastinya tidak akan bisa melihat wujudnya saat ini. Dirinya tahu pasti bahwa pria itu sedang memerhatikan mereka sejak tadi. Nampak pria itu mulai merasa gelisah seiring mobil mereka melaju pergi meninggalkan tempat itu.
“Kau tidak berpamitan dengan mereka, Imel?” celetuk Adam yang sesekali melirik ke arah gadis itu.
Imelda menoleh ke arah Adam dan tersenyum manis ke arahnya. “Tidak apa-apa. Mereka sibuk bekerja. Aku tidak ingin mengganggu mereka.”
“Tapi apa benar tidak apa-apa? Bagaimana kalau mereka berpikir aku sedang menculik gadis kecil sepertimu?”
“Biarkan saja. Kakak kan memang sedang menculikku saat ini.” gurau gadis itu yang langsung mengundang tawa dari Adam.
“Apa?! Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu? Kau bisa membuatku kesulitan nanti, dasar! Hahaha,” balas Adam sambil menggeleng-gelengkan kepala karena ucapan Imelda itu. Begitu juga dengan Imelda yang tersenyum penuh arti kepada pria tampan berambut panjang itu.
“Jadi kita akan ke mana sekarang kak?” tanya Imelda sembari memerhatikan jalanan di depan mereka.
“Hm pertama-tama, biarkan aku mengisi bahan bakar dulu. Kau tahu tempatnya?”
“Kita tinggal lurus saja setelah ini. Di sana!” ucap Imelda sembari menunjuk ke arah depan mereka. Adam menyipitkan kedua matanya untuk memerhatikan ke depan, di mana Imelda menunjukkan arah pom bensin terdekat. Perlu beberapa waktu untuk Adam menangkap pom bensin yang ditunjukkan oleh Imelda.
“Hei, apa kau memiliki penglihatan yang tajam? Bagaimana bisa kau menunjuk tempat yang jaraknya masih sangatlah jauh dari kita tadi? Tentu saja aku tidak akan bisa melihatnya.” gerutu Adam karena memang jarak dari mereka menuju pom bensin mini itu masih sangatlah jauh, sehingga Adam sendiri tidak bisa melihatnya dengan jelas lewat mata tajamnya. Dan Imelda hanya menggedikkan bahunya masa bodoh dengan gerutuan Adam itu.
Adam meminggirkan mobilnya tepat di depan pom bensin itu. Dan lalu turun untuk mengisinya. Imelda hanya duduk diam menunggu Adam selesai mengisi bahan bakar. Gadis itu memerhatikan ke sekelilingnya dalam diam. Ramai seperti biasa. Hanya saja akan terlihat sepi bagi penglihatan Adam saat ini.
Tidak lama pria itu kembali memasuki mobil mereka. “Hei Imel, apa kau sudah makan?” tanya Adam secara tiba-tiba. Imelda yang mendapatkan pertanyaan itu lalu menoleh ke arah Adam dengan wajah herannya. Apa yang harus dijawabnya? Sudah sepuluh tahun ini dirinya tidak pernah mengisi perutnya lagi.
“Sudah.” jawab Imelda asal pada akhirnya.
“Jangan berbohong. Melihat wajahmu sekarang, kau terlihat seperti orang kelaparan. Nah bagaimana kalau kita mencari makan terlebih dahulu? Kau ingin makan apa hm?” ajak Adam.
Imelda mengedipkan kedua matanya merasa konyol dengan ucapan pria itu. Apa benar wajahnya menunjukkan bahwa dirinya tengah kelaparan? Reflek gadis itu memegang kedua pipi chubbynya yang masih chubby seperti biasanya.
Terdengar kekehan kecil dari bibir Adam. Saat itu juga Imelda menyadari bahwa Adam hanya ingin mengoloknya saja. Membuat Imelda memasang wajah cemberutnya. Bagaimana bisa dirinya merasa lapar dengan wujudnya saat ini? Imelda memasang wajah datarnya menatap ke arah Adam yang masih mengulum senyumnya, sibuk menahan tawa karena tingkah Imelda barusan.
“Kau mengolokku?” sungut gadis itu.
“Khekhe tidak kok. Wajahmu berkata seperti itu. Jadi kau ingin makan apa hm?”
“Kau. Aku rasanya ingin memakanmu sekarang juga.” jawab Imelda dengan wajah dinginnya menatap datar Adam. Gadis itu merasa kesal dengan Adam yang mengoloknya tadi.
“Hahahaha kau lucu sekali Imel. Baiklah baiklah. Aku minta maaf karena sudah mengolokmu tadi. Aku hanya ingin mengajakmu makan. Anggap saja ini bentuk terima kasihku karena kau sudah membantuku memberi jalan padaku kemaren. Bagaimana? Jadi apa yang kau inginkan untuk menu makan hari ini hm?” ucap Adam dengan tawanya yang berganti menjadi senyum lembut pria itu. Adam menatap Imelda dengan senyuman manis di bibirnya.
Imelda menjadi tertegun mendengar ucapan pria itu yang terdengar tulus kepadanya. Gadis kecil itu menatap wajah Adam yang kini tengah menyalakan mesin mobilnya kembali, sembari sesekali menoleh ke arahnya dengan senyuman yang masih tercetak di bibirnya. Imelda menundukkan pandangannya sejenak, mulai berpikir. Apa yang ingin dimakannya?
“Aku, ingin es krim.” ucap gadis itu kemudian dengan suara lirihnya. Gadis itu mengingat kembali masa kecilnya dulu ketika ayahnya senang membelikan es krim secara diam-diam untuknya, karena takut bunda memarahinya lagi. Imelda merindukan masa itu. Sangat.
“Es krim? Tapi itu tidak mengenyangkan perutmu, Imel.” celetuk Adam yang berhasil membuyarkan lamunan gadis kecil itu akan masa lalunya.
“Tapi, aku ingin es krim ...” gumam Imelda semakin lirih. Gadis itu menundukkan kepalanya. Mendadak dirinya ingin menangis saat itu juga.
Kini wujudnya telah berubah. Imelda tidak bisa merasakan es krim itu lagi seperti dulu. Tidak bisa merasakan dan mengingat betapa bahagianya gadis itu ketika memakan es krim dengan ayahnya dulu. Tidak bisa merasakan lagi bagaimana takutnya dia akan kemarahan bunda yang suka melarangnya makan es krim banyak-banyak.
Ini sudah 10 tahun berlalu, dan Imelda hampir melupakan perasaan itu sebelumnya. Dirinya takut semakin waktu berlalu cepat di sekitarnya, semakin Imel akan melupakan segalanya. Karena hanya itu yang tersisa dalam diri Imelda saat ini. Hanya ingatan miliknya saja yang tersisa bagi Imelda. Satu-satunya hal yang menunjukkan bahwa dirinya pernah ada dalam dunia ayah dan bundanya.
Melihat betapa sedihnya gadis itu saat ini, Adam merasa menyesal. Pria itu tersenyum kecil memerhatikan Imelda. Diusapnya puncak kepala gadis itu dengan lembut.
“Hei, kenapa bersedih? Aku tidak melarangmu untuk memakan es krim bukan?” ucap Adam. Imelda mendongakkan kepalanya menatap wajah Adam yang berada dekat dengan wajahnya. Pria itu melempar senyum kembali untuk menghibur dirinya.
“Kau bisa makan es krim nanti. Tapi sebelum itu, kita harus makan sesuatu yang mengenyangkan terlebih dahulu, bagaimana?” bujuk Adam. Mata bulat Imel menatap lekat wajah Adam. Sebelum kemudian gadis itu tersenyum manis untuk Adam.
“Eum.” Imelda menganggukkan kepalanya menjawab Adam. “Boleh.” lanjut gadis itu.
Mendengar gadis itu kembali bersemangat membuat Adam ikut tersenyum lega kemudian. Diacaknya pelan puncak rambut Imelda yang masih memakai model rambut yang sama, yaitu ikat setengah rambut menjadi satu. Terlihat sangat cocok untuk gadis kecil itu.
“Baiklah. Kalau begitu kita akan berangkat sekarang, oke?!” seru Adam kemudian yang lalu melajukan mobil mereka kembali.
Mobil mereka terparkir di depan restaurant KVC. Imelda menatap dalam diam di kursi mobilnya papan nama besar yang ada di depannya itu. Dirinya tidak pernah melihat tempat itu sebelumnya. Ternyata dalam 10 tahun terlewati, semua perubahan terjadi dengan pesat. Banyak orang yang datang memasukinya. Seperti ini merupakan tempat populer di desanya saat ini.
Tok tok tok!
Kaca jendela di sebelah gadis itu diketuk dari luar. Imelda menoleh ke arahnya yang nampak wajah Adam tengah mengintip ke arahnya. Imelda membuka kaca jendelanya kemudian.
“Kenapa kau di sana saja? Ayo keluar. Kita akan makan di dalam.”
“Tapi ...”
“Kenapa? Apa kau tidak suka makanannya? Aku dengar di sini ada menu es krim yang enak.” ucap Adam.
Imelda terdiam sejenak menatap Adam. Lalu kembali menoleh ke arah tempat itu lagi. Banyak anak dan orang tua juga anak-anak muda yang keluar masuk ke tempat itu. Imelda beralih menoleh ke arah Adam lagi.
Nampak pria itu mengangkat kedua alisnya, menuntut jawaban dari Imelda. Akhirnya gadis itu menganggukkan kepalanya. Ditutupnya kembali jendela mobil lalu dibukanya pintu mobilnya. Imelda turun dan berdiri di hadapan Adam yang tinggi menjulang. Membuat gadis itu harus mendongakkan kepalanya untuk menatap Adam.
“Good, ayo kita masuk ke dalam.” ajak Adam kemudian. Mereka masuk ke dalam bersama-sama.