Second

2067 Words
“Tuan Hanson, suara apa itu barusan?” tanya Adam dengan raut wajah heran sekaligus penasaran. Tuan Hanson menolehkan wajahnya kembali ke arah Adam dan lalu tersenyum tipis sejenak.   “Bukan apa-apa. Hanya seekor kucing yang terkadang memasuki rumah.” jawab tuan Hanson seadanya. “Kudengar kau mencari penginapan bukan? Kau bisa menginap di tempat ini. Aku memiliki beberapa kamar kosong. Kau bisa memakainya.” tawar tuan Hanson kemudian.   “Benarkah? Terima kasih kalau begitu, Tuan.” ucap Adam dengan senyum leganya.   “Perlu kukatakan suatu peraturan padamu nak Adam. Di tempat ini ada beberapa larangan yang harus kau taati selama tinggal di tempat ini.” pesan tuan Hanson kemudian dengan raut wajah seriusnya. senyuman di wajah Adam mulai meluntur kembali menatap tuan Hanson.   “Apa itu, tuan Hanson?” tanya Adam dengan wajah penasarannya.   “Yang pertama, apa kau melihat batas kain yang berada di sepanjang tepi hutan? Jangan pernah kau melewatinya. Hutan itu merupakan hutan Terlarang. Sekali kau memasuki hutan itu, maka kau tidak akan menemukan jalan pulang lagi. Hutan itu juga yang merupakan salah satu alasan pemerintah menutup daerah ini dari tangan orang luar. Hutan itu sudah banyak memakan korban di sana. Dan jika kau tetap memasuki hutan itu, maka aku dan seluruh penduduk desa di sini tidak akan bisa menolongmu lagi jika terjadi sesuatu padamu. Apa kau mengerti?” tegas tuan Hanson. Adam tertegun mendengar penjelasan tuan Hanson.   “Ya, saya mengerti tuan Hanson.”   “Yang kedua. Setelah melewati jam 9 malam, tutup seluruh pintu rumah dan jangan pernah pergi keluar. Kalaupun ada yang mengetuk pintu, jangan mencoba membukanya, karena itu hanya orang iseng.” lanjut tuan Hanson.   Kening Adam mulai mengerut heran. Pesan ke dua yang telah disampaikan oleh tuan Hanson ini dirasanya tidak jauh beda dengan pesan dari tuan Bije. Mereka sama-sama melarang Adam untuk membuka pintu dan keluar di malam hari. Memang ada apa dengan hal itu? Meski begitu penasaran namun pria itu tetap menganggukkan kepalanya.   “Dan yang ke tiga, jangan sampai memasuki wilayah pribadiku di rumah ini. Kau hanya memiliki fasilitas kamar. di dalamnya juga sudah ada kamar mandi. Kau juga bisa memakai dapur jika kau ingin membuat sesuatu. Lewat jam 9 malam, aku harap kau akan sudah berada di kamarmu saja, apa kau bisa mematuhi hal itu nak Adam?”   Adam terdiam sejenak mendengar hal itu. Butuh beberapa detik untuk Adam berpikir sebelum kemudian pria itu akhirnya menganggukkan kepalanya. Menyanggupi permintaan tuan Hanson. melihat anggukan Adam, tuan Hanson menghela napas pelan.   “Baiklah. Sekarang ikuti aku. Akan kutujukkan kamarmu.”   Adam kembali bangkit berdiri mengikuti tuan Hanson yang akan menunjukkan di mana kamarnya. Ternyata kamar Adam berada di lantai atas. Pria itu perlu menaiki tangga kayu menuju ke atas dengan suara decitan kecil yang terdengar di setiap langkah kakinya. Adam juga perlu berhati-hati dalam melangkah karena kayu tersebut seperti sudah berusia lama.   Sampai di depan pintu kamar, ternyata lantai atas ada 2 kamar yang tersisa. Tuan Hanson mengarah pada kamar bagian depan dan membukanya. Pria paruh baya itu menoleh ke arah Adam.   “Masuk dan lihatlah.” ucap tuan Hanson. Adam sekali lagi menurut dan masuk ke dalam kamar. Tidak disangka ternyata kamar itu cukup luas. Desainnya seperti loteng, namun tidak sampai membuat Adam  harus membungkukkan kepala karena rendahnya atap. Terdapat satu jendela single yang mengarah pada pemandangan rumah-rumah penduduk desa. Udaranya juga tidak begitu panas dan pengap.   “Apa kau menyukainya? Kau perlu melihat kamar selanjutnya?” tanya tuan Hanson. Adam yang tengah menatap ke luar jendela kini kembali menoleh ke arah tuan Hanson.   “Sempurna. Saya bisa ambil yang ini tuan Hanson.”   “Baiklah kalau begitu. Akan kutinggal sekarang kalau begitu.” pamit tuan Hanson kemudian yang lalu melangkah keluar dari kamar Adam. Meninggalkan pria itu sendiri dalam ruangannya. Sepeninggal tuan Hanson, Adam mendekati ranjangnya dan mencobanya. Tidak buruk. Pria itu menatap ke sekitar ruangan itu. Sekali lagi, memang tidak banyak yang tersimpan di dalam kamar itu. Adam bangkit dari duduknya lalu menuju kamar mandi. Terdapat 2 bilik ruangan yang hanya dibatasi oleh sekat dari plastik buram. Satu untuk mandi, satu tempat wc. Adam mencuci tangannya di atas wastafel. Sebentar lagi dirinya akan kembali ke rumah tuan Bije untuk mengambil barang-barangnya sekaligus mobilnya. *** Adam memeriksa barang-barangnya yang ada di dalam mobil ketika kemudian punggungnya ditepuk pelan dari belakang. Pria itu langsung menoleh ke arah belakangnya. Nampak nyonya Lauren berdiri sembari melempar senyum ramah ke arah Adam, bersama dengan anak lelakinya yang berada dalam gendongannya, Louis. Adam membalas senyuman wanita itu dan juga melempar senyuman pada Louis yang tengah menatapnya lekat penuh rasa penasaran, layaknya seorang anak kecil.   “Apa kau sudah selesai berkemas, nak Adam?” tanya nyonya Lauren. Adam melirik ke arah barang-barangnya yang sudah masuk ke dalam mobil. Sejujurnya pria itu tidak perlu mengemas apa pun karena Adam sendiri tidak mengeluarkan barang-barangnya. Pria itu hanya mengecek kembali barang-barang bawaannya saja.   “Ya, Nyonya. Saya sudah selesai berkemas. Terima kasih atas bantuannya. Maaf sudah merepotkan keluarga anda.” ucap Adam. Nyonya Lauren kembali tersenyum membalas ucapan Adam.   “Datanglah lagi jika kau ingin, nak Adam. Jadi apa rencanamu hari ini?” tanya nyonya Lauren.   “Saya perlu mengisi bahan bakar mobil. Dan mungkin berkeliling sebentar di daerah sekitar Nyonya.”   “Baiklah. Berhati-hatilah selalu. Dan jangan lupa pesan suamiku. Jangan pernah memasuki hutan di depan sana. Dan kalau bisa kembalilah sebelum gelap, apa kau mengerti nak Adam?” pesan nyonya Lauren.   Adam tersenyum kecil. Dalam hati merasa dirinya seperti anak kecil saja ketika mendapat pesan seperti itu. Mengingat dirinya terbiasa pulang tengah malam atau bahkan menjelang pagi di tempatnya sendiri. Meski begitu Adam tetap menganggukkan kepalanya menjawab ucapan nyonya Lauren.   “Ya, aku akan mengingat pesanmu itu, nyonya Lauren. Terima kasih sekali lagi.”   “Baiklah kalau begitu. Semoga kau menikmati perjalananmu hari ini. Dan jika kau pergi ke selatan, tidak jauh dari market kau akan menemukan pom bensin mini. Itu adalah pom bensin terdekat dari sini.”   “Ya, aku mengerti nyonya Lauren.” jawab pria tinggi itu.   Setelah itu Adam memasuki mobil kesayangannya itu. Pria itu menarik laci kecil dalam dashboard mobil untuk melihat sebuah pistol yang selalu disimpannya itu. Adam menutup kembali laci itu setelah memastikan barangnya masih aman berada di sana. Pria itu menyalakan mesin mobilnya, dan lalu melempar senyum kecil lagi kepada nyonya Lauren untuk berpamitan. Setelah itu Adam membawa mobilnya pergi meninggalkan pekarangan rumah tuan Bije.   Sesekali Adam melempar senyum sapa pada beberapa penduduk yang sempat bertemu sapa kepadanya tadi. Berbeda dengan orang-orang yang tinggal di daerah kotanya, penduduk sini terlihat begitu ramah pada orang baru seperti Adam. Dan itu membuat nilai tambah bagi Adam untuk menikmati kunjungannya di sini.   Sepanjang jalan Adam menatap ke sana dan ke sini, menikmati pemandangan sekitarnya yang tidak jauh-jauh dari pemandangan hutan dan rumah-rumah kosong atau jarang penduduk. Mobil itu dikendarainya dengan santai sembari Adam mencari spot yang bagus untuk mengambil gambar. Jika dilihat kembali ternyata tidak sepanjang hutan diberi tanda pembatas. Jika digambarkan dengan mata kasar, anggap hutan bagian kanan merupakan hutan Terlarang. Dan hutan bagian kiri merupakan hutan normal yang bisa dikunjungi oleh penduduk sekitar. Beberapa kali Adam menemukan beberapa penduduk yang sedang mengolah kayu hutan di pinggir jalan bagian hutan sebelah kirinya. Tidak jarang juga beberapa penduduk terlihat memasuki hutan tersebut atau juga keluar dari hutan tersebut dengan membawa beberapa kayu bakar. Berbeda sekali dengan hutan bagian sisi kanannya yang terlihat begitu sepi. Apalagi dengan kain pembatas yang melintang di sepanjang hutan itu. Lama-lama Adam merasa penasaran sendiri dengan apa sebenarnya yang ada di dalam hutan tersebut. Mengapa mereka terlihat begitu melarangnya memasuki hutan itu? Ada apa sebenarnya yang ada di dalamnya. Mata Adam memerhatikan pohon-pohon besar yang berdiri kokoh di sepanjang hutan tersebut. Bola matanya bergulir ke arah atas untuk melihat seberapa tingginya pohon-pohon itu berdiri. Mata Adam menangkap gerakan daun-daun pohon tinggi itu yang terlihat begitu senyap meski terkena terpaan angin cukup kencang. Kening Adam mengerut ketika baru saja menyadari bahwa suasana di sekitarnya tiba-tiba terasa begitu hening. Kedua mata Adam bergulir dari pohon-pohon hutan Terlarang menuju ke area sekitarnya yang memang dirasanya sepi. Ini aneh sekali. Karena sudah jelas Adam bisa melihat beberapa penduduk yang sedang menebang pohon di seberang jalan tidak jauh darinya. Namun dirinya tidak mendengar suara apa pun di sekitarnya. Adam merasa bingung sekaligus heran sendiri. Pria itu menepikan mobilnya di pinggir hutan bagian kiri. Tidak jauh dari aktifitas penduduk-penduduk itu. Adam mencoba menajamkan pendengarannya dengan lebih teliti dan merasakan pergerakan penduduk itu. Adam tetap tidak mendengar apa pun. Bagaimanapun pria itu mencoba untuk memfokuskan diri dan mempertajam pendengarannya sendiri, Adam tetap tidak mendengar suara apa pun di sekitarnya. Rasanya pendengaran Adam seperti tengah berdengung layaknya berada dalam tengah hutan yang sepi. Mata Adam memerhatikan bagaimana beberapa pria paruh baya tengah memotong-motong kayu dengan kapak mereka. Begitu fokus memerhatikan pergerakan tangan mereka ketika menggunakan kapak tersebut dengan kuat. Hingga kapak itu berhasil membelah kayu besar di depannya. Tetap saja, Adam tidak mendengar pantulan suara dari proses kegiatan kasar yang sebenarnya tidak jauh darinya itu. Merasa kesal sekaligus gemas sendiri, Adam dengan tidak sabar langsung membuka kaca jendela mobilnya untuk memastikan sekali lagi pendengarannya yang mungkin tengah bermasalah. Udara dingin langsung masuk ke dalam mobilnya ketika kaca jendela itu terbuka lebar. Angin lembut menerpa wajah Adam begitu saja. Dan secepat angin itu berhembus, detik selanjutnya barulah Adam bisa mendengar dengan jelas suara kapak yang bertubrukan dengan keras pada kayu-kayu itu. Kedua mata Adam mengerjap-kerjap dengan pikiran bingung. Merasa heran sendiri dengan pendengarannya itu. Pria itu merasa aneh karena dirinya berpikir tidak mungkin tidak ada suara yang masuk ke dalam mobilnya, hanya karena jendela mobilnya tertutup seperti itu. Mata Adam kembali memerhatikan penduduk setempat yang sesekali tertawa bersama memecah keheningan suasana hutan itu. Terasa lebih hidup dari beberapa saat yang lalu. Tangan Adam kembali memencet tombol untuk menutup jendelanya kembali. Mata hijaunya tetap memerhatikan pergerakan para penduduk itu dengan raut wajah yang masih berkelana memikirkan apa yang terjadi pada pendengarannya barusan. Hingga kemudian suara ketukan pada kaca jendela kembali menyadarkan Adam dari pikirannya sendiri. Pria itu langsung menoleh ke samping di mana suara ketukan itu berasal. Dan sedetik kemudian mata hijau Adam terbuka lebar menatap apa yang ada di hadapannya itu.   “Imelda?!” seru Adam kemudian yang langsung kembali membuka kaca jendela mobilnya. Gadis kecil itu telah berdiri di sisi jalan sebelah pintu Adam, dan memandang pria itu dengan senyuman manisnya.   “Hei, Nak. Sedang apa kau di sini?” tanya Adam dengan wajah senangnya menatap gadis itu. Adam menyenderkan lengannya pada pinggir jendela dan memajukan wajahnya untuk menatap gadis kecil itu lebih jelas. Imelda semakin tersenyum lebar mendengar pertanyaan Adam.   Gadis itu mengarahkan dagu kecilnya ke arah para penduduk desa yang sedang asik memotong kayu bakar tidak jauh dari mereka. Adam ikut menatap sejenak ke arah sana dan lalu kembali fokus pada gadis kecil itu lagi.   “Aku mencari kayu bakar bersama mereka.” jawab gadis kecil itu.   “Jadi mereka penduduk desa di tempatmu tinggal?” tanya Adam sembari menatap tas kecil berisi ranting-ranting kayu bakar yang tengah dibawa gadis itu. Imelda mengangguk kecil mengiyakan pertanyaan Adam.   “Jadi kau mencari kayu bakar bersama mereka?”   Sekali lagi gadis itu menganggukkan kepalanya menjawab Adam. Mata bulatnya masih menatap lekat ke arah Adam yang wajahnya hanya berjarak beberapa senti dengan wajahnya. Melihat Imelda yang hanya menganggukkan kepalanya tanpa melepaskan pandang darinya itu membuat Adam terkekeh kecil. Pria itu merasa lucu dengan tingkah Imelda yang dirasanya begitu polos. Adam mengulurkan tangannya untuk mengacak kecil puncak kepala gadis itu.   “Menggemaskan.” ucap Adam dengan tersenyum lebar ke arah gadis itu.   “Baguslah jika kau mencari kayu bakar bersama dengan mereka. Itu akan menjadi lebih mudah dan aman untuk gadis seusiamu. Jadi apa kau sudah selesai dengan pekerjaanmu itu, Imel?” tanya Adam kemudian yang kembali menarik tangannya lagi dari kepala gadis itu.   “Ya. Aku baru saja selesai. Kakak mau ke mana?” tanya gadis itu.   “Aku mau mencari spot foto yang bagus. Mobilku juga butuh makan. Kau mau ikut bersamaku?” tawar Adam kemudian. Sontak kedua mata bulat Imelda berbinar cerah mendengar ajakan pria itu.   “Sungguh? Apa aku boleh ikut bersamamu? Apa aku bisa melihatmu bekerja?!” seru Imelda dengan wajah antusiasnya menatap Adam. Membuat pria tampan itu kembali menunjukkan gigi putihnya yang rapi di depan Imelda.   “Ya, tentu saja. Masuklah ke dalam. Aku akan mengajakmu jalan. Oh, apa kau juga bisa menjadi pemandu jalanku? Kau tahu aku tidak tahu jalan di sini bukan?” balas Adam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD