Ditekan Menikah

1048 Words
Lelaki berwajah dingin itu pun hanya diam dan tak bersuara sedikit pun. Namun, justru gadis itu semakin tergesa-gesa untuk melakukan aksi loncat itu. akan tetapi, saat dia memperlebar pintu Refal pun mempercepat laju kendaraannya. Dengan begitu, Anissa yang hendak lompat kedua bola matanya hendak melompat sebab dia sudah tidak bisa melihat area jalanan yang artinya kecepatan itu sangat tinggi. “Hai, berhenti! Anda sudah gila mau bunuh saya?” tekan Anissa. Dia pun menutup pintu mobil itu kembali. Lelaki itu pun hanya menyunggingkan bibir lalu menggelengkan kepalanya, baru kali ini melihat perempuan bertindak konyol seperti Anissa. “Anda itu sangat bodoh ya,” sahutnya dengan santai. Anissa mengerutkan dahi. “Maksud Anda apa berbicara seperti itu?” “Mantan suami Anda itu sedang merasa bahagia atas pernikahannya. Terlebih istrinya yang katanya teman Anda sendiri itu justru lebih senang bisa mengalahkan Anda di hati suami Anda! Tapi, dengan mudahnya Anda justru mau bunuh diri? Itu tindakan yang bodoh! Setidaknya, kalau Anda tidak mendapatkan cintanya. Anda harus mendapatkan kesuksesan yang lebih dari apa yang mereka dapatkan sekarang,” tegur Refal. Benar juga apa kata lelaki dingin itu. Tapi, apa aku bisa membalasnya dengan lantang? “Kalau kau tak mampu, saya bisa membantunya,” sahut Refal dengan santai. Anisssa mengerutkan dahi. “Apalagi? Saya tidak akan mau menjadi pacar pura-pura Anda ya. Sudahlah, sama saja Anda seperti mereka mencari untung di atas kesusahan orang lain! Turunkan saya di sini,” pinta Anissa. Melihat Refal yang masih melaju dengan santai, dia pun segera mengambil setir untuk segera menepi dengan paksa. “Hai, Anda jangan gila!” “Menepi sekarang, atau saya buat kita celaka?” Lelaki itu pun menghentikan laju mobilnya dengan mendadak sampai ditegur oleh kendaraan yang ada di belakang. “Anda mau ke mana?” “Gak usah kepo! Saya harap ini pertemuan terakhir kita. Saya gak mau bertemu dengan orang seperti Anda yang hanya memikirkan untung diri sendiri!” Tangannya menutup pintu mobil yang di samping kursi pengemudi. “Terserah! Perempuan itu tidak ada yang memakai logika! Lelaki itu pun segera pergi dari Anissa yang masih berdiri tegak di sana. “Dasar! Lelaki, gak ada yang bisa ikhlas dan setia! Huh, amit-amit aku ketemu orang penolong, tapi banyak maunya,” keluh Anissa. Dia pun harus mencari rumah untuk sebagai tempat tinggal. Beruntung di area situ masih banyak rumah kosong yang dikontrakan. Anissa pun tanpa menunggu lama segera menghubungi kontak pemiliknya sampai akhirnya deal untuk menyewa beberapa bulan ke depan. “Alhamdulillah, saya suka dengan rumahnya, Bu.” “Wah, saya juga ikut senang. Oh iya, Mbak Anissa kalau butuh apa-apa atau fasilitasnya kurang hubungi saya aja. Jarang-jarang kalau mengontrak langsung bayar buat 3 bulan ke depan. Solanya, zaman lagi paceklik begini. Terima kasih.” ucap ibu kontrakan. “Sama-sama, Bu.” Anissa pun tanpa menunggu lama, dia harus membereskan dan membersihkan rumah kontrakan barunya. Masih untung dia mendapat rumah yang lengkap dengan perabotan, sehingga dia tidak perlu membeli lagi. Lelaki berwajah dingin itu pun sudah memarkirkan mobil ke dalam lobi khusus untuk pemilik apartemen. Sebagai lelaki yang kaya akan jiwa introvert yang tidak suka bergaul dengan orang maupun keluarga yang selalu menekannya dengan ‘Pernikahan’. hal itu yang membuat Refal malas untuk pulang ke rumahnya. “Padahal, aku ingin sekali berkunjung ke Ibu. Ah, tapi aku tidak suka dengan Papah nyuruh aku nikah,” keluhnya sambil membuka kunci apartemen menggunakan kartu pribadinya. Kedua matanya hendak melompat saat dia melihat ayahnya dengan santai membaca buku koleksi birunya. Padahal, baru saja dia mengoceh karena ayahnya, dan kini lelaki paruh baya itu sedang duduk santai. “Pa—papah? Dari mana bisa buka kunci apartemenku?” “Dari mana saja kamu, Refal?” tanya ayah kandung Refal yang bernama Andro. “Kamu tidak perlu menanyakan hal yang sangat membodohkan itu! Kau tahu papahmu punya kuasa! Lelaki itu pun tidak bisa menjawab dengan jujur, lidahnya terasa kelu jika berhadapan dengan ayahnya yang lebih dingin darinya. “Kenapa sedari tadi Ayah telepon tidak kau angkat satu pun!” Andro menggertak dengan meletakkan buku secara tegas ke atas meja. Refal pun sempat terkejut. “A—aku ada urusan penting.” Lelaki paruh baya itu pun beranjak dari duduknya. “Urusan penting? Urusan seperti apa selain bisnis yang menyibukan duniamu? Kau tahu kan meeting tadi itu untuk menambah sponsor dan pendapatan perusahaan kita? Papah kecewa kau menyepelekan seperti ini.” “Oke, sebagai lelaki yang bertanggung jawab, Refal mau menggantikan meeting yang gagal tadi,” sahutnya. “Menikah dengan anak teman Papah. Kau tahu kan, malam minggu ini kita dapat undangan makan di sana?” “Berapa kali sih, Refal bilang tidak akan mau menerima perjodohan dalam bentuk apa pun. Refal ini sudah dewasa Pah, cukup selama ini Papah jadikan Refal boneka. Tapi, dengan keras hati Refal menolaknya, Pah!” Lelaki paruh baya itu pun memberikan satu pukulan ke wajah Refal sampai membekas luka yang begitu mendalam. Dia sudah sering sekali ditekan untuk segera menikah agar harta kekayaannya ayahnya tidak jatuh ke tangan yang salah. “Kau berani dengan Papah kamu ini yang sudah membesarkanmu dengan susah? Sekali ini saja memilih untuk menikah susah sekali sih! Papah sudah baca semua buku-buku biru koleksimu itu tidak sehat jika melajang terus! Dengan menikah, kau bisa salurkan dengan istrimu.” “Pah, lebih baik aku membacanya daripada aku melakukan bukan karena cinta. Jadi, mau memaksa apa pun Refal akan menolaknya!” “Oke, jika itu maumu tidak mau menuruti perkataan Papah. Setengah dari harta Papah akan jatuh ke tangan adik papah. Jadi, kau tak perlu protes saat pembagian harta yang hanya mendapatkan beberapa persen saja!” Andro pun segera melangkahkan kakinya untuk keluar dari apartemen milik anaknya. Lelaki berwajah dingin itu pun menutup pintunya kembali. Dia membanting vas bunga, foto, dan buku-buku yang sudah dibaca oleh Andro ke atas lantai. Apartemen itu menjadi porak-poranda seperti kapal pecah, jika seorang CEO dingin meluapkan amarahnya. “Kalau saja bukan karena Om, aku gak bakalan mempertahankan ini semua. Dia gak boleh dapat harta Papah yang sudah membuat keluargaku berantakan!” keluhnya. Ponselnya berdering saat ada panggilan masuk. Tanpa melihat layar, jemarinya segera menggeser tombol hijau. “Ada apa lagi, Pah! Aku tidak mau dipaksa menikah! Aku akan tetap memilih pendirianku sendiri. jadi, Papah tidak perlu menghalalkan segala cara sebab aku sendiri akan menggagalkannya!” bentak Refal ke seseorang yang sudah memanggilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD