bc

Janda Brilian Milik CEO Tampan

book_age18+
3.6K
FOLLOW
28.9K
READ
BE
arrogant
heir/heiress
drama
gxg
no-couple
assistant
like
intro-logo
Blurb

~Sekuel Dinikahi Dokter Duda ~

Anissa diceraikan oleh suaminya sendiri sebab ia tidak bisa memberikan keturunan sesuai kemauan ibu mertuanya. Lebih parahnya, suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri setelah Anissa melihat mereka bermain di belakang.

Dia diusir, bahkan diceraikan langsung setelah kejadian itu. Lukanya begitu perih yang berangsur-angsur mendapatkan hinaan dari keluarga suaminya. Namun, luka itu tak berselang lama setelah Anissa memutuskan untuk bekerja di perusahaan ternama milik—Refal Anggara seorang CEO dingin dan tampan yang sudah menolong Anissa saat terpuruk.

Bagaimanakah kisah Anissa yang justru dinikahi oleh CEO tampan kaya raya itu sendiri?

ig/TT: @mawarkhadijah22

cover by : Pexel

chap-preview
Free preview
Test Pack
“Anissa? Apa yang kau pegang?” tanya seorang Ibu paruh baya yang tak lain adalah mertuanya sendiri. perempuan itu pun mendongak seketika, kedua tangannya begitu gemetar saat netranya melihat ada sosok mertua di ambang pintu kamarnya. Dia pun segera menyembunyikan kedua tangannya ke belakang badannya. Kepalanya kembali menunduk. Tatapan yang tadinya begitu tegas berubah seolah-olah seperti tertangkap basah di dalam kamarnya sendiri. “A—aku, gak pegang apa-apa, Bu.” Raut wajahnya begitu panik terlebih saat Ibu mertuanya berjalan mengintimidasi, hingga tatapan tajam itu sampai mendekati dirinya. Kedua kaki Anissa pun refleks mundur ke belakang, hingga akhirnya tangannya terpentok nakas, membuat benda yang ada di dalam genggamannya itu terjatuh ke lantai. “Test pack?” Endang pun berjongkok segera untuk mengambil benda pipih yang begitu penasaran dengan hasil yang mungkin sudah ratusan kali dilakukan oleh menantunya itu. “I—ibu, jangan!” Perempuan berwajah oval itu pun berusaha merebut dari tangan mertuanya, akan tetapi Endang lebih dahulu melihat sebuah garis yang terpampang nyata pada indikator benda pipih itu. “Anissa, ke—kenapa garis satu lagi?” Endang pun sampai mengucek kedua matanya, dia sangat berharap jika masih ada satu garis yang muncul. “I—iya, Bu. A—aku juga gak tahu kenapa negatif lagi.” Anissa menunduk dengan kedua tangannya saling menyatu dalam genggamannya. Kakinya benar-benar lemas di antara kenyataan pahit itu selalu ibu mertuanya yang menyidaknya. Padahal, ia sudah mengetahui jika sore hari ini Endang menghadiri arisan dengan ibu-ibu. Tapi, entah mengapa Endang tiba-tiba muncul di saat Anissa mengecek hasil tespeknya. Endang membuang tespek itu ke sembarang arah. Tatapannya begitu tajam lalu tangannya mengangkat dagu Anissa yang masih menunduk. “Kamu ini sebenarnya bisa hamil atau tidak sih, Anissa? Sudah beberapa kali, Ibu berikan jamu dan suplemen kesehatan lainnya, tapi apa? Tidak ada satu pun benih anak Ibu yang nyangkut di rahimmu! Kau tahu kan, Ibu itu sudah menanti cucu darimu sudah tiga tahun lebih! Harus berapa lama lagi, Ibu menunggu kehadirannya!” Kedua tangan gadis itu meraih tangan ibu mertuanya dengan gemetar. Dia memohon layaknya orang yang telah melakukan banyak kesalahan, padahal segala apa pun yang Endang perintahkan selalu dikerjakan dengan baik oleh menantunya itu. “Bu, aku janji akan lebih giat lagi promilnya. Ibu sabar ya, aku pasti bisa segera hamil.” Endang melepaskan tangan menantunya begitu saja. Kedua alisnya sudah terangkat sempurna, dahinya pun sudah mengerut rasanya kesabaran seorang Endang telah habis untuk menunggu cucunya yang entah sampai kapan akan hadir di dunia. “Janji? Menurutmu, dengan janji palsumu itu langsung buat kamu hamil? Atau jangan-jangan, kamu sendiri mandul ya tidak bisa memiliki keturunan?” tuduh Endang. Hati Anissa begitu kalut dan sedih saat dirinya dituduh sebagai perempuan mandul. Dunianya begitu hancur saat kata-kata itu menembus ke dalam hatinya yang paling dalam sebab ia tidak merasa apa yang Endang tuduhkan dengan dirinya. “Bu, aku sudah cek ke sana kemari dan hasilnya rahim aku baik, Bu,” elak Anissa yang meraih kembali kedua tangan Endang. Perempuan paruh baya itu pun melotot lalu menangkisnya. “Lalu, maksudmu yang mandul itu anak Ibu? Kamu tahu dari sejak kecil Aris sudah Ibu kasih jamu dan makanan yang sehat! Jadi, pasti rahimmu yang tidak sehat.” Seorang lelaki yang memakai jas kantor berdiri di ambang pintu kamar itu dengan menatap kedua perempuan yang masih beradu argumentasi. Kakinya melangkah lebih mendekat ke arah sosok perempuan yang sudah melahirkannya. Dia adalah Aris Kristiar suami dari Anissa Humairah Azzari. Telinganya masih mampu untuk menangkap suara dari dalam kamar walau dirinya berada di luar kamarnya. “Apa, Anissa menuduh aku mandul, Bu?” Aris menatap tajam ke arah istrinya lalu mengepalkan kedua tangannya. Gadis itu menggeleng lalu meraih tangan kanan lelaki itu untuk sekadar memberi salam, akan tetapi segera ditangkis olehnya. Dalam keadaan pulang kerja emosinya masih beradu dengan rasa capeknya. “Mas? A–aku tidak bicara seperti itu. Maksudku, aku sudah cek kondisi rahimku dan semua hasilnya bagus itu saja.” “Sudahlah Aris, kamu bisa cari istri lagi biar bisa melanjutkan keturunan untuk keluarga ini. Ibu yakin kalau istrimu ini mengada-ada ngakunya sehat rahimnya, padahal apa ratusan tespek yang Ibu kasih negatif semua hasilnya. Hanya kamu Aris satu-satunya anak Ibu, apa kamu mau keluarga ini nasabnya sampai terputus?” Endang memberikan benda pipih itu ke tangan anaknya sendiri. Kedua bola mata Aris pun melebar dengan sempurna, betapa capeknya ia harus melihat garis satu di dalam benda pipih itu. Ia padahal sudah mencoba segala jenis percintaan dan saran dari temannya agar segera memiliki keturunan, tapi nyatanya hasil bulan madu di puncak pun tetap tidak mendapatkan hasil apa-apa. “Anissa? Ini negatif lagi? Jadi, bulan madu yang kemarin juga gagal hasilnya? Aku tidak mau jika keluargaku tidak memiliki keturunan lagi,” sahut Aris dengan sedikit menekan istrinya. Gadis itu menunduk, tak kuasa menahan air mata yang sedari tadi membendung di kelopak matanya. “I—iya, Mas.” Aris pun meremas benda pipih itu lalu memasukkan ke dalam tong sampah yang ada di kamarnya. “Harus model apalagi, aku menghamili kamu Anissa! Segala tips dan trik dari temanku pun sudah kulakukan di sana. Tapi apa, kamu tetap saja belum hamil?” Air matanya begitu deras melewati pipi yang memerah dengan kakinya yang begitu lemas dihantam oleh suami dan mertuanya sekaligus. Ia pun sudah ingin menantikan kehadiran sosok seorang anak untuk mengisi kekosongan harinya yang sudah lama resign dari tempat kerjanya. Namun, lagi-lagi Tuhan belum menakdirkan memberikan mereka keturunan. Perempuan itu yang selalu menjadi korbannya dan selalu di pojokan oleh suami dan mertuanya itu, hingga rasa kebahagiaan itu telah sirna dalam rumah tangganya. Anissa pun tidak mengalami pernikahan bahagia pada awalnya sebab ia hanya mendapatkan pelampiasan hasrat suaminya saja. Saat bulan madu pun, tidak ada hal kemesraan selain hanya melayani nafsunya. Padahal, ia ingin bicara empat mata tentang program hamilnya, tetapi hal itu selalu tertunda dengan Aris yang entah memiliki seribu alasan. “Ibu minta, kamu menikah lagi Aris. Kamu mau selamanya hidup berdua tanpa ada sosok anak?” “Mas, aku janji akan berusaha lebih giat lagi. Tapi, aku mohon jangan sampai menduakan aku. Kamu masih ingat kan, janji pernikahan kita?” tolak Anissa yang menyentuh kedua tangan Aris. Dia berharap agar tidak mendengar ibunya yang selalu menjadi kompor rumah tangganya. Sebelum ia menerima lamaran dari Aris, gadis itu hanya memiliki satu syarat untuk menemani hari tuanya yaitu setia pada pasangannya satu sama lain apa pun yang terjadi kelak. “Ah, sudahlah. Aku ingin keluar mencari angin segar. Berisik di rumah buat kepalaku semakin pusing!” Aris pergi meninggalkan mereka berdua yang masih berada di kamar. “Dasar, menantu nggak berguna!” ejek Endang lalu pergi meninggalkan Anissa sendiri di kamar. Perempuan itu pun terduduk lemas di atas lantai sambil menghapus air matanya yang masih saja mengalir dengan deras. Bukan sekali ini ia mendapat cemooh dan ejekan dari ibu mertuanya, akan tetapi setiap Endang melihat tespek garis satu selalu Anissa yang menjadi sasaran kemarahannya hingga dengan teganya meminta agar anaknya menikah kembali. Sebelum ia menikah dengan Aris, perempuan itu sudah melepaskan karier yang begitu berharga baginya demi untuk fokus mengurus rumah tangganya bersama kekasih hatinya itu, bahkan Anissa pun tidak meminta mahar yang tinggi dengan Aris dan ibunya yang hidup sederhana. Namun, tetap saja perlakukan dari mertuanya yang begitu kejam sampai mengiris hatinya yang belum juga memiliki keturunan. Endang pun seakan menghasut Aris terus-menerus untuk membenci dirinya supaya bisa menikah kembali dengan gadis lain demi mementingkan keinginannya. “Asal kamu tahu Mas, aku sudah cek ke dokter dan semua hasilnya itu baik. Aku tidak menuduhmu mandul, hanya saja setiap aku ajak kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu itu. Tapi, aku berusaha untuk tidak overthingking denganmu,” gumam Anissa yang mengelap air matanya. Gadis itu pun beranjak lalu pergi ke kamar mandi untuk sekadar membasuh wajahnya yang sudah dibasahi oleh derasnya air mata. Ekor matanya menangkap sebuah cap merah yang berada baju di atas keranjang baju kotornya. “Itu merah-merah apaan ya?” Tangannya Anissa mengambil baju kemeja putih milik Aris. Jemarinya menggesek bekas noda merah yang begitu nyata dan terang di depan kedua netranya. “Noda lipstik? Lipstik siapa? Perasaan, aku tidak pernah memakai lipstik merah cabe seperti ini?” gumam Anissa yang mengingat-ingat kembali warna lipstik yang pernah dipakai. Dia pun tidak pernah mengecup bibir ke dalam baju kemeja putih yang pasti susah untuk menghilangkannya. “Jangan-jangan, Mas Aris se-seling-kuh … tidak mungkin!” Seketika kemeja putih itu terlepas dari tangannya begitu saja, kakinya begitu lemas sampai tubuhnya refleks terduduk di lantai kembali. Ia berusaha untuk mengatur napas seakan ingin mendapatkan pikiran yang jernih, agar tidak menuduh suaminya bermain dengan wanita lain hingga meninggalkan lipstik merahnya di sana. “Mas Aris tidak mungkin selingkuh. Tapi, noda lipstik siapa yang ada di kemeja suamiku?” Anissa berusaha keras memutar memori otaknya kapan terakhir ia mencium suaminya dengan ganas seperti cap tebal noda merah itu. Satu minggu lebih setelah bulan madu ke puncak, Anissa tidak sebuas di sana untuk melayani suaminya dan selepas itu pun ia belum melakukan hubungan panas kembali dengan Aris. Sangat aneh, jika dalam hal tidak sadar Anissa meninggalkan bekas noda merah di sana. “Lebih baik, aku telepon saja Mas Aris. Aku akan menemuimu di luar daripada harus bertengkar lagi dengan Ibu di sini.” Gadis itu beranjak dari duduknya, ia pun segera memakai tunik dan celana panjang tak lupa wajah dan hijabnya sedikit dirias agar wajah kusutnya tidak terlihat oleh tetangga atas apa yang sudah ia alami barusan. Sebelum berangkat, Anissa pun menelepon suaminya terlebih dahulu untuk mengadakan pertemuan di suatu tempat. Namun, entah mengapa panggilannya tidak mendapat respons apa pun dari suaminya. “Ah, sudahlah lebih baik aku cari di cafe biasa semoga Mas Aris ada di sana.” Anissa membungkus baju kemeja putih itu ke dalam paper bag. Ia segera memesan taksi online untuk menuju ke sebuah cafe tempat ia dan suaminya menyegarkan otak. Namun, baru saja mobilnya sampai di depan cafe itu tiba-tiba ekor matanya harus melihat Aris yang menggandeng tangan seorang wanita cantik dan seksi. “I—itu, Mas Aris, kan? Ke–kenapa dia sampai pegangan tangan dengan wanita itu?” Anissa merasa syok dan gemetar melihat suaminya menggandeng, bahkan memapah gadis di sampingnya yang tidak terlihat wajahnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
17.9K
bc

My Secret Little Wife

read
113.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
216.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
198.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook