Salah

1460 Words
“Eh, Zhar, jangan pulang dulu. Hari ini kita ada kerja kelompok. Kamu lupa ya? “ tegur Fatiah—teman satu kelompoknya. Gadis berkerudung putih itu menahan langkah Zahra. “Masyaallah. Aku lupa.” Zahra langsung melepas tas dari punggungnya. “Kalo gitu, aku salat dzuhur dulu ya di musolah. Takut lama pulangnya.” “Iya, salat aja dulu. Lagi pada istirahat juga yang lain.” “Ke musholah bareng, yuk.” “Aku lagi gak salat, Zar. Kamu buruan deh ke musholah, udah mau mulai salat jamaahnya.” “Oh, iya. Kalo gitu aku ke musholah dulu ya.” “Iya.” Zahra berjalan cepat menuju musholah. Jika bisa, ia ingin ikut salat berjamaah. Beruntung tadi, sebelum pulang sekolah Zahra sudah mengambil wudu, saat Kerly meminta di temani ke toilet. Di toilet siswa ternyata sedang ada perbaikan dan mereka pun ke toilet musholah. Zahra mengambil wudu saat menunggu Kerly. “..... Allahuakbar, Allahuakbar, Laillahillah.” Itu iqomah. Zahra semakin mempercepat langkahnya, setengah berlari. Banyak para siswa yang berhamburan hendak pulang, hal itu sedikit memperlambat langkah Zahra. Zahra hampir menambrak orang, hal itu menyadarkan Zahra bahwa ia tidak boleh tergesa-gesa. Tergesa-gesa datang dari setan. Zahra teringat pesan abi, Rasulullah SAW yang memerintahkan umatnya supaya selalu sakinah (tenang) ketika menuju mesjid, jika ternyata imam sudah duluan shalat, ia bisa melanjutkan melengkapi sisa rakaat yang kurang. Zahra menghela nafas panjang. Ia sudah di halaman musholah dan baru rakaat pertama. Zahra masih bisa ikut salat berjamaah. Hembusan angin sedikit menerbangkan rasa lelah Zahra. Zahra berjalan pelan menuju musholah. Zahra tidak sengaja menoleh ke arah jajaran pohon yang berhembus terkena angin. Langkah Zahra langsung memelan begitu retina matanya menangkap sosok yang tengah berdiri di antara pepohonan itu. Kelvin. Jin itu! Yap. Dahi Zahra refleks menampakkan lipatan. Kelvin tidak melakukan apapun di sana, ia hanya menatap lurus ke arah depan, musholah. Keberadaannya tersamarkan oleh pepohonan, banyak orang yang tidak menyadari hal itu. Zahra tidak mengerti kenapa jin kafir menatap musholah dengan tatapan yang begitu dalam, terasa sangat rindu, bahkan jika Zahra tidak salah liat, mata jin itu berkaca-kaca, apa jin juga menangis? Zahra tanpa sadar menghentikan langkahnya. Ia sibuk dengan semua hipotesi yang bertebarangan di kepalanya. Apa ia ingin bertaubat? Pertanyaan itu memenuhi kepala Zahra, bahkan memori di otak Zahra, kembali mengingat perkataan Kelvin waktu itu, “Saya hanya mencoba menjadi baik. Dengan begitu, tuhan akan mengampuni saya. Saya mencoba melakukan itu, agar kamu tidak membenci saya lagi. Saya tidak seburuk yang kamu pikirkan.” Zahra tertegun. “Jika ia ingin bertaubat, kamu harus membantunya Zahr.” “Kamu harus membimbing dia.” “Bukannya setiap manusia itu pendakwah? “ “Sampaikanlah walau seayat.” “Mungkin ia ingin menjadi jin muslim.” “Zahr, bantu dia. Kamu akan mendapat banyak pahala.” “Kenapa kamu ragu? Mengajak makhluk Allah untuk kembali kejalan-Nya bukanlah hal yang tidak baik. Malah sangat baik.” “Apa salahnya jika ia jin pria? Kamu tidak melakukan apapun, selain mengajaknya kepada jalan Allah. Bagaimana bisa menimbulkan fitnah? “ “ Jika kamu takut, ya sudah ajak saja Maryam bersamamu. Dengan begitu kalian tidak akan berduaan. Jangan sembunyikan ilmu Allah, Zahr! “ “Allahuakbar...” Zahra kaget. Suara dari musholah. Ia melewatkan rakaat kedua begitu saja. Zahra langsung mempercepat langkahnya. Zahra berpura-pura tidak melihat Kelvin begitu ia melewatinya. Beruntung Kelvin juga tidak menyadari hal itu. “Assalamualaikum Warahmatullah.... “ Zahra menoleh ke kanan lalu ke kiri mengakhiri salat mengikuti imam yang mengakhiri salat. Setelahnya, Zahra bangkit, ia menggantungkan mukena kembali ke tempatnya semula. Zahra bergegas keluar musholah, di depan pintu musholah, ramai para siswa keluar dari kelas. Di sana, Zahra tidak sengaja melihat Ilham. Ilham tengah memasang kaus kaki dan sepatutnya, ia duduk di teras musholah sembari mengobrol ringan dengan salah satu temannya. Zahra tersenyum saat tanpa sengaja, mendengar tawa Ilham. Ilham menoleh. Zahra kaget, ia tersenyum canggung. Ilham tidak membalas senyum Zahra dan malah membuang muka. Lalu pergi. Zahra terdiam melihat kepergian Ilham. Apa ia sedih? Zahra berpaling hendak mengambil sepatunya dari rak sepatu, tapi ada sesuatu yang mengalihkan pandangan Zahra. Zahra menajamkan matanya, sepertinya ia tidak salah melihat. Itu benar vampire jin, Kelvin. Dia masih di sana. Di posisi yang sama seperti tadi. Kenapa jin itu masih di sana?—batin Zahra. Kali ini Zahra tidak beruntung. Aksinya ketahuan. Kelvin menyadari sorot mata Zahra. Zahra tertangkap basah. Zahra membuang muka, tapi Kelvin malah tersenyum. Zahra menjadi tidak enak hati. Ia tadi baru saja berada diposisi yang Kelvin rasakan. Zahra dengan ragu, membalas senyum Kelvin sekilas. Ia lalu melangkah ke arah Kelvin. “Hem.” Zahra berdeham pelan begitu berada sepuluh langkah dari Kelvin. Zahra merasa canggung. “Apa yang kamu lakukan di sini? “ tanya Zahra, semakin canggung begitu Kelvin fokus melihat kearah Zahra. “Melihat mereka.” “Mereka?” Dahi Zahra berkerut. “Ya. Mereka yang hendak salat dan setelah salat. Wajah mereka sangat berseri. Saya suka melihat cahaya wajah mereka.” “Itu karena kami berwudu.” “Wudu? Apa itu wudu? “ “Bersuci sebelum salat.” “Saya ingin mendapat seri wajah seperti itu.” “Maka bertobatlah....” Kelvin menoleh. Ia terkesiap. “Ya...bertobat.” Zahra melanjutkan perkataannya. “Jin dan manusia diciptakan untuk menyembah Allah. Jadilah jin muslim.” Kelvin tersenyum kecut. “Apa Tuhan-mu akan mengampuni saya? Telah banyak yang saya lakukan.“ “Iya, jika kamu bertobat nasuha, tidak menyekutukan Allah dan menjauhi kalangannya. Allah Maha pengasih lagi Maha penyayang. Allah akan mengampuni setiap hambanya yang bersungguh-sungguh bertobat.” Kelvin membisu. “Kenapa? “ suara tanya Zarah. Kelvin tersenyum. “Apa mungkin Allah akan menerimaku? “ Zarah mengangkat kepalanya, menatap ke arah jauh. “Jika kamu bertaubat nasuha, Insyallah, ampunan Allah terbuka lebar. Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” Zahra kembali mengulang kalimatnya. Kelvin tidak memberi respon. Ia terlihat berpikir. Zahra berharap Kelvin bisa mencerna kata-katanya. “Zar, mau bantu saya? “ tanya Kelvin tiba-tiba. “Ha? Apa? “ “Saya ingin jadi vampire—ehm, maksudnya jin yang baik.” Kelvin menampilkan senyumnya. “Bisa bantu saya?” Zarah bimbang. Namun selanjutnya ia mengangguk. “Insyallah.. “ “Terima kasih.” Zarah tersenyum kaku dan mengangguk pelan. Zahra pergi dari sana. “Kayaknya ada yang bahagia nih..,” seru Sarah, tiba-tiba. Ada Kerly di sana juga. “Ehm, Assalamualaikum sholeha....” sapa Zarah masih dengan senyum dia wajahnya. “Lo Kalian belum pulang? “ “Belum. Tadi di kantin, ngisi perut,” sahut Kerly. “Ehm, gue curiga deh. Princess muslimah, senyam-senyum gitu ...dan hem, gue liat loh tadi. Ada Kelvin di sana. Lo jatuh cinta ya sama Kelvin? ” kejar Sarah. “Serius Zar, seorang princess Muslimah, jatuh cinta pada Kelvin? Serius? “tanya Kerly, tidak mau kalah. “Astagfirullah.. sholeha, kalo ada yang ngucapin salam harus di jawab apa? “tanya Zarah dengan gaya dan intonasi persis guru TK. “Waalaikumsalam... “sahut keduanya bersamaan. “Jawab doang buruan Zar. Kitakan kepo.. “ Sarah kembali menyahut. “Jawab apa?” Zarah pura-pura tidak ingat. Ia hanya malas menjawab pertanyaan yang menurut akan berujung ghiba jamak itu. “Lo suka sama Kelvin ya? “ulang Sarah. “Zar... jawab dong...” Kali ini Kerly yang ribut. “Lo sama Kelvin ada hubungan apa? “ Zarah rasa ia harus menjelaskan semua ini. Atau kedua sahabatnya itu akan terus mengejarnya. “Aku cuman bantu dia sesuatu kok. Gak lebih.. “ “Bantu apa? “tanya Sarah makin kepo. “Hem, bantuan biasa seorang teman untuk temannya.” “Sejak kapan Lo sama Kelvin berteman? “ “Hem, entahlah, sejak tadi mungkin.” “Bantuan seorang teman? Jadi loh sama Kelvin cuman teman.” Kerly menyimpulkan. “Cuman teman...” Sarah ikut berkomentar, tersirat nada tidak yakin dari perkataannya barusan. “Masa sih? Cuman demen tapi bisa buat Lo senyum selebar itu.” “Iya, cuman teman.” Zarah menyakinkan. Sarah menyipitkan mata, “hati-hati loh, Zar, dari n****+ yang gue baca cinta bisa timbul dari hubungan yang dulu bernama teman. Lalu menjadi teman hidup.” “Hust.... ngawur kamu Sar. Itu jelas gak mungkin,” sangah Zarah langsung. Tidak mungkin Zarah akan menyukai Kelvin. Kelvin adalah jin dan Zarah manusia. Mereka jelas berbeda dan tidak ada alasan untuk membenarkan apapun dengan alibi apapun, bahkan alibi klise bernama cinta. “Kenapa gak mungkin. Cinta bisa tumbuh karena intensitas pertemuan. Bantuan yang Lo berikan pada Kelvin mungkin aja menjadi langkah awal benih-benih cinta tumbuh berkembang dihati Lo tanpa sadar. Akar cinta itu gak keliatan, tahu-tahu Lo udah kelilit aja. Jangan berani main dirana cuman temen.“ Sarah memang nomor satu masalah teori beginian. Teori seperti itu bagi Sarah sudah seperti makanan yang tiap hari ia konsumsi. Gadis itu memang pencinta nomor satu n****+ romen dan teenlit. Sarah si bunci n****+. Dia mengadobsi semua jenis teori secara membabi buta. Menjadikan teori itu layaknya buah pikirnya sendiri. Sarah sebenarnya gadis yang nol besar mengenai cinta. Meski modis dan kekinian, Sarah tidak pernah berpacaran atau sejenisnya. Karena itu pengalaman mengenai cinta hanya bisa Sarah dapatkan dari n****+-n****+ fiksi. Setidaknya hal itu membuat ia seolah telah mengalami fase jatuh cinta layaknya anak milinea lainnya. “Kamu gak percaya Zar, Kerly contohnya. Dia dulu pernah jatuh cinta sama si Udin karena tiap hari Udin bantuin dia buat PR.” “Eh, Lo kok bawa-bawa masa lalu sih.. “protes Kerly tidak terima. “Bukan gitu Ker, maksud gue mau membuktikan aja sama Zarah. Kalo antar perempuan dan pria itu gak akan pernah ada murni lebel temen. Hati-hati sama, cinta tumbuh karena terbiasa....” “Itu gak mungkin Sar. Gak akan ada cinta. Kelvin dan aku jelas berbeda.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD