Beginning
Seusai melaksanakan shalat Isya bersama, kegiatan akan di lanjut dengan membaca Al-Qur'an bergiliran. Aku mendapat giliran pertama mengaji, namun suara gaduh menghentikan kegiatan kami. Aku mengekor di balik punggung umi dan abi yang sudah terlebih dahulu melangkah keluar rumah.
"Astagfirullah... "
Mata ku terbelalak, keadaan di luar sangat kacau, semua luluh lantang berserakan. Puing-puing bangunan tampak bagai debu yang bertebaran di udara. Rumah-rumah kokoh itu laksana daun yang gugur, menyisahkan hanya rumah ku sendirian di ujung pohon.
"Ahhhhhhhhh...... "
Suara itu memecah hening. Jantungku berdegup kencang. Itu suara Aminah sahabatku.
"Umi, Aminah...."
Segera aku berlari ke rumahnya yang berada di ujung jalan. Kulihat Amina duduk di lantai rumahnya yang kacau. Matanya tidak secerah biasanya. Wajahnya terlihat pucat pasi, tangannya gemetar memeluk kedua kakinya.
"Kak... " perlahan ku dekati sahabat karibku itu, lalu ku peluk erat tubuhnya, seketika tangisnya pecah dalam pelukku.
Setelah ku rasa ia sedikit tenang, ku longgar kan pelukanku padanya, suara tangis masih terdengar dari mulutnya namun aku kembali berusah menenangkannya.
"Apa yang terjadi ?" tanya ku berhati-hati, takut Aminah merasa tertekan dengan pertanyaan ku barusan.
Tak ada respon.
Amina diam membisu dengan tatapan kosong ke arah luar. Wajahnya terlihat ketakutan saat terdengar suara hembusan angin yang menerpa pepohonan.
"Jangan! jangan. Bukan aku orangnya !" ujarnya kembali terisak.
"Ada apa, Ka? " tanyaku heran.
Lagi-lagi tidak ada respon. Amina terus saja mengulang kata-kata itu.
"Ada apa Kak? " tanyaku kedua kalinya.
Amina tidak merespon dan kembali berteriak ketakutan.
"Kak...," ku guncang pelan bahu Amina dan sepertinya karena gucangan itu Amina tersadar. Gadis itu kini menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Dia ..dia...." Amina kembali terisak. “Dia ada..." ujarnya lirih di sela tangisnya.
Dahi ku berkerut. "Tidak ada apa pun kak. "
Aku tatap wajah sahabat karib ku itu, lalu dagunya ku topang dengan kedua tangan ku agar wajah kami sejajar. Dapat ku lihat guratan ketakutan semakin kentara di wajah cantiknya.
"Kamu yang ia cari...,” kata Aminah pelan namun terdengar sangat berat.
Wajah Amina seketika berubah, ia menatapku dengan seringai mengerikan yang pertama kali kulihat di wajah sahabat ku itu. Tanpa sadar tangan ku terlepas dari dagunya, aku mulai merasa ada yang salah telah terjadi pada Amina.
Amina mendekatkan wajahnya padaku.
"Kau akan mati, " bisiknya tepat di telingaku, desir nafas Amina yang teratur dapat aku rasakan tepat di leherku, membuat semua roma bulu ku merinding seketika.
"KAU AKAN MATI..." Amina berteriak.
Dan dengan gerakan cepat gadis itu melempar sebatang korek api tepat di depanku, api itu mulai menyambar semua termasuk aku.
"TIDAK.................."