Membantu

1121 Words
Bel berbunyi nyaring, pertanda jam sekolah telah berakhir. Zahra memasukkan semua bukunya ke dalam tas, dan bergegas ke kelas Maryam. “Kak, ada tugas kelompok bentar. Tunggu bentar ya, Kak.” “Ya udah. Kakak tunggu di perpustakaan ya.” “Oke, Kak.” Zahra segera melangkah pergi ke perpustakaan. “Nak....” “Iya, Bu? “ “Tolong bantuin ibu bawa buku ke kantor ya.” “Iya, Bu.” Zahra masuk ke dalam kelas dan mengambil setumpuk buku tulis di atas meja. “Nanti tolong taruh di lemari ibu ya, Nak.” Bu guru menyerahkan kunci pada Zahra. “Iya, Bu.” Zahra berjalan ke kantor, mengekor di belakang guru bertubuh tambun itu. Zahra segera pamit pergi saat tugasnya sudah selesai. “Terima kasih ya, Nak.” Guru bertubuh tambun itu tersenyum lebar. Zahra keluar dari kantor, tujuannya hendak ke perpustakaan tapi, lagi-lagi langkahnya terhenti. Ia melihat Kelvin bercakap dengan bu guru. Kelvin tidak mengenakan seragam sekolah, ia memakai jaket yang mirip seperti jubah berwarna hitam dan celana dasar yang berwarna senada. Meski penampilannya bertema gelap, namun tidak terkesan seram justru malah terlihat bergaya dan penuh kharisma. “Bu, apa saya bisa izin selama satu bulan.” “Kenapa? Sebentar lagi akan ada ulangan tengah semester.” “Hem... “ Kelvin bergumam pelan. “Apa ada masalah, sampai kamu mau izin tidak sekolah selama itu? Jelas itu tidak boleh Kelvin. Ini masih jenjang sekolah, bukan kampus. Kamu bisa dikeluarkan jika libur selama itu.” Kelvin menunduk dalam. “Baiklah, Bu. Terima kasih sebelumnya.” Kelvin pergi dari sana, Zahra masih memperhatikan dari jauh. Wajah Kelvin terlihat gelisah, ia ingin segera pergi secepatnya tapi ia tidak bisa menghilang tiba-tiba di depan orang ramai. Kelvin mempercepat langkahnya, sangat cepat, hingga membuat Zahra kesulitan membuntuti Kelvin. “Kelvin....” panggil Zahra dari jauh. Mereka sudah sampai di daerah parkiran yang terbilang tidak terlalu ramai orang. Kelvin menoleh, ia terdiam sekejap melihat Zahra dari jarak sejauh sepuluh kaki. Zahra tersenyum, ia baru hendak berjalan mendekat, tapi Kelvin seperti tidak menyukai kehadiran Zahra di sana, ia tidak tersenyum dan malah menghilang meninggalkan Zahra di sana. ** “Ayo, ayo, di beli... ayo mampir.” “Ayo, Neng, mampir, neng.” “Dibeli-dibeli.” Siang ini, matahari bersinar dengan sangat terik, hawa terasa panas menusuk namun hal itu tidak menyurutkan suasana ramai even bazar yang diadakan di depan monas. Semua pendagang yang berkontribusi dalam acara ini, nampak sangat bersemangat menawarkan barang dagangan mereka. Ada banyak sekali pernak-pernik yang di jual di sana, mulai dari bros jilbab sampai ada juga yang menjual buket bunga. Semua seolah ada di bazar yang akan diadakan selama tiga hari ini. “Zahr, menurut Lo bagus gak jilbab ini buat Kerly? “tanya Sarah yang sejak tadi sibuk berburu aneka pernak-pernik jilbab. “Cocok.” “Kira-kira Kerly suka gak ya? “tanyanya lagi. “Insyallah suka. Jilbabnya juga bagus.” “Kalo gitu gue mau beli tiga, buat Kerly, Lo dan gue. Kita samaan,” kata Sarah girang. Sarah belum tahu apa yang sudah menimpa Kerly, Zahra sebenarnya ingin memberi tahu hal itu, tapi ia sudah berjanji pada Kerly untuk tidak mengatakan apa pun. Zahra mengedarkan pandangnya, ia menangkap seorang anak kecil di sudut dekat dinding, sedang termenung sembari memegangi buket bunga yang ia jual di tempatnya yang berukuran sangat kecil dibandingkan lapak yang lain. Gadis kecil itu termenung, menatap keramaian yang ada. Semua kapak terlihat ramai dan sibuk dengan pembeli, hanya lapaknya yang seolah kasat mata. Tidak ada pembeli yang datang atau sekadar melihat-lihat. Zahra menghampiri gadis kecil itu. “Masyaallah, bunganya bagus-bagus banget.” Pujian Zahra berbuah manis, gadis kecil itu bangkit dengan senyum yang super lebar. “Kakak mau beli bunga?” katanya penuh semangat. “Iya. Kakak mau dua buket mawar merah dan mawar putih itu.” “Serius, Kak?” mata gadis kecil itu langsung melebar, seolah tidak percaya bahwa bunganya akan dibeli orang. “Iya.” “Kalo gitu, bentar Kak, aku ambil dulu.” Gadis itu bergegas meraih buket mawar merah dan mawar putih yang Zahra pesan. Ia juga mengeluarkan secarik kertas kecil yang bermotif bunga-bunga. “Buketnya buat siapa kak? Mau di tulis apa? “ tanya gadis itu seraya bersiap menulis apa yang Zahra katakan. Zahra tidak tahu harus menulis apa pada kertas kecil yang akan diselipkan di dalam buket bunga. “Di sini, setiap pembeli bakal dapat hadiah free kertas ucapan yang lucu kayak gini, kak.” “Hem..” “Buketnya buat orang spesial ya kak? Siapa kak? Pacar? ” tanya gadis kecil itu polos. “Biasanya banyak yang beli buket bunga buat pacar mereka, buat hadiah ulang tahun, hadiah hari jadian terus buat kasih surprise ke pacaranya. Enak ya kak, pacaran buat kita jadi kayak orang spesial, selalu dikasih bunga.” Zahra tersenyum. “Semua orang itu spesial, bukan karena pacaran atau karena sering dikasih bunga. Kamu juga spesial kok, di mata orang-orang yang sayang sama kamu.” “Tapi tetap aja Kak, meski aku jualan bunga, belum ada pernah kasih aku bunga,” jawab gadis itu polos. “Kalo gitu ini bunganya buat kamu aja.” “Eh, Kak.” Gadis kecil itu terlonjak kaget. “Kakak gak jadi beli bunganya? “ “Kakak jadi kok beli bunganya. Tapi bunga ini kakak kasih buat kamu.” “Serius kak? “ “Iya.” Zahra mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar semua bunganya. “Hem, makasih Kak,” kata gadis itu pelan. “Zahr, Lo kemana aja sih, gue pikir hilang.” Sarah menghampiri Zahra dengan satu paket bag di tangannya. “Udah beli jilbabnya? “tanya Zahra. “Iya udah. Tadi ramai banget pas mau bayar. Lo ngapain di sini? “ “Lagi beli bunga.” “Buat? “ tanya Sarah, ia menoleh ke arah bunga-bunga itu. “Masyallah, bunganya cantik-cantik banget. Gue mau beli satu dong.” “Kakak juga mau beli? “cicit gadis kecil itu pelan. “Eh, kamu yang jual ya? “tanya Sarah yang baru menyadari siapa pemilik lapak kecil itu. “Iya, Kak.” “Wah, kakak salut sama kamu, kecil-kecil udah berbisnis.” “Kakak mau bunga apa? “ “Bunga apa yang bagus? “ Sarah tidak tahu mengenai dunia perbungaan. “Semua bunga bagus, Kak. Tapi ada satu bunga yang menurut aku spesial.” “Bunga apa? “ “Bunga hadiah dari kakak baik itu.” Gadis kecil itu menoleh ke arah Zahra. “Bunga mawar putih.” Zahra tersenyum. “Nama kakak, Zahra.” “Bunga mawar putih dari kak Zahra.” “Hem, kalo gitu kakak, mau bunga mawar putihnya satu.” Sarah menyerahkan uang pas gadis itu. Gadis itu kembali termenung menatap lembar uang di tangan Sarah. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Zahra dan Sarah berganti
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD