Jangan sedih

1179 Words
“Apa kamu Zahra? “ “Iya, suster.” Zahra langsung bangkit dari kursi. “Saya Zahra.k” “Kerly memanggil kamu. Kamu boleh masuk sekarang. Kerly juga sudah sadar.” Zahra mengangguk dan langsung masuk. “Gue tidur lama banget ya? “tanya Kerly, dia menoleh begitu Zahra masuk. Zahra mengangguk. “Ada yang mau aku bantu? “ “Kaki gue nyeri banget tahu, Zar.” “Iya, tulang kering di kaki kamu patah, Kerl.” Kerly menghela nafas panjang. “Pantes aja sakit.” Bukannya meringgis sakit, Kerly justru tersenyum lebar. Kening Zahra berkerut melihat hal itu. “Kenapa Zahr? “tanya Kerly. “Aneh ya sama senyum gue? “ Zahra mengangguk pelan. “Gue senyum karena gue lagi dapat surat cinta dari Allah.” Kerly menatap kakinya yang sekarang sulit digerakan. “Sakit adalah surat cinta dari Allah menurut gue, dengan sakit Allah sedang ingin menghapus dosa gue. Atau mengangkat derajat gue. Sweet banget.” “Masyaallah.” Zahra berdecak kagum, ia menghampiri Kerly dan duduk di kursi sebelah ranjang Kerly. “Zahr, tas gue ada di sini atau masih di sekolah? “ “Ada di sini. Ada yang mau kamu ambil? Biar aku ambilin.” Zahra bangkit dan mengambil tas Kerly. Zahra hendak menyerahkan tas itu, tapi rupanya tas ity tidak tertutup rapat, alhasi benda kecil seperti pulpen, pensi dan kertas jatuh dari dalam tas Kerly. “Astagfirullah, Zahra. Ceroboh banget sih...,” gumam Zahra, ia langsung berjongkok mengambil semua barang yang berserak di lantai. Zahra meraih secarik kertas yang jatuh tadi. Sekilas kertas itu nampak biasa saja, meski ada lambang sekolahnya di sana. Zahra tidak tertarik untuk membaca yang tertera di kertas itu, namun entah kenapa matanya menangkap deretan kalimat yang membuat Zahra tertegun. “Zahr... “ panggil Kerly pelan. Zahra sudah membaca kertas yang pihak sekolah berikan karena menunggak bayaran spp sekolah. “Orang tua gue bangkrut dan ternyata mereka belum bayar spp sekolah selama tiga bulan.” Zahra masih membisu, ia menatap Kerly dan kertas itu bergantian, seolah menolak fakta di kertas itu. “Kamu kesulitan, tapi kenapa kamu gak cerita sama kita? Aku dan Sarah,” cicit Zahra pelan, nyaris seperti bisikan. “Gue cuman gak mau kalian ikut kepikiran soal masalah gue.” “Lain kali jangan tutupi apa pun masalah kamu. Masalah kamu juga masalah kami.” “Zahr, tolong rahasia kan ini.” Zahra baru hendak menjawab, namun terdengar suara ketukan dari luar pintu. Zahra mengurungkan niat untuk menolak permintaan Kerly dan beralih membuka pintu. “Assalamualaikum.” Zahra tersenyum, rupanya itu wali kelas mereka berserta beberapa anak yang mengisi bagian penting di kelas. “Waalaikumsalam, Bu.” Zahra menyalimi tangan bu Lina sebelum mempersilakan mereka semua masuk menemui Kerly. “Bu...” Kerly mengubah sedikit posisinya menjadi setengah duduk. “Ibu datang ke sini, setelah mendengar kabar kamu. Hari ini kebetulan ibu lagi izin gak ngajar, ada sedikit urusan di rumah, makanya ibu jadinya telat besuk kamu. Soalnya anak-anak baru pada pulang sekolah. “ “Gak papa, Bu, namanya juga musibah, gak tahu kapan datanganya, ibu bisa datang ke sini aja, saya seneng banget.” “Terus gimana keadaan kaki kamu ? Kata pihak sekolah yang mewakili kamu, kaki kamu patah? “ Kerly tersenyum. “Iya, Bu.” “Ya Allah, terus gimana? Zahr, orang tua Kerly sudah diberi tahukan?” Zahra baru saja hendak menjawab tapi lagi-lagi terhenti karena terdengar suara ketukan dari pintu. Zahra kembali membuka pintu. Kali ini kedua orang tua Kerly yang datang. Raut wajah mama Kerly terlihat sangat cemas, ia langsung berhambur masuk menemui Kerly, meninggalkan papa Kerly yang masih berdiri di ambang pintu dengan kepala menunduk ke bawah. “Om, ayo masuk. Kerly sudah menunggu om dari tadi.” Papa Kerly sedikit mengangkat kepalanya, memperlihatkan sepasang matanya yang layu dan merah, saat berjalan pun papa Kerly seperti sulit menjaga keseimbangan tubuhnya. “Kenapa bisa gini sayang? “mama Kerly mengelus menatap cemas anaknya. “Kerly gak papa, Ma. Sebentar lagi juga sembuh.” Kerly menenangkan mamanya. “Maafin, mama sama papa karena baru datang sekarang.” “Gak papa, Ma. Pasti tadi mama sama papa ada urusan penting.” “Gak ada yang penting selain kamu, Nak,” jawab Mama pelan. Setelahnya Mama Kerly tertegun, sekilas wanita itu melirik kearah suaminya yang sekarang berjalan ke mendekati Kerly dengan susah payah. Tidak ada yang sadar akan hal itu, hanya Zahra yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik aneh dari papa Kerly. ‘Ada apa dengan om?’ Zahra mengernyit bingung, tidak biasanya om terlihat seperti ini. Biasanya beliau terlihat selalu bersemangat dan lucu. “Ma, Kerly, gak papa kok. Kakinya juga gak terlalu nyeri lagi.” Kerly menangkap kecemasan yang mamanya rasakan. “Iya bu, tenang saja, insyallah Kerly bakal baik seperti semula lagi,” tambah Bu Lina mencoba menyakinkan mama Kerly. “DIAM!” teriak papa Kerly tiba-tiba. Semua orang di ruang itu serentak kaget. “DIAM! Tidak perlu sok peduli pada anak saya! Kalian tidak cocok untuk itu! Kalian cuman penghisap uang! Kalian datang ke sini hanya karena kalian takut anak saya kabur kan?!” Papa Kerly berjalan sempoyongan. “Kalian begitu pelit! Kalian pelit! Kalian mengancam akan mengeluarkan anak saya, cuman karena saya belum punya uang! sekarang... sekarang kalian sok peduli. Cih! Pergi kalian! “ caci papa Kerly, semakin ngelantur. “Tidak perlu ibu datang ke sini, seolah kalian memiliki hati yang penuh bela kasih! Kalian ingin mengusir anak saya bagai sampah, hanya karena kami sudah tidak punya uang! “ papa Kerly menujuk-nunjuk bu Lina, penuh kemarahan. “Pa..! “ Mama Kerly langsung mencoba menyadarkan suaminya itu. “Lepasin saya! Saya sudah muak dengan kalian semua! Kalian semua! “teriak papa Kerly. “Pa, sudah! Kerly sedang sakit! “ Mama Kerly mendorong sedikit tubuh suaminya, berharap pria itu menghentikan mulutnya. “Bu, saya mohon maaf atas kelakuan suami saya.” Mama Kerly menangkupkan kedua tangannya di depan bu Lina. “TIDAK PERLU MELAKUKAN ITU! Kita buka sampah yang mereka injak-injak!” Papa Kerly menepis tangan istrinya. “Diam, Mas! “ “Kita memang tidak punya uang lagi, tapi kita bukan rumput yang bisa diinjak-injak.” “Mas, bukan mereka yang bersalah. Kamu diam saja, mas! “ “Bu, seperti lebih baik saya dan anak-anak pulang saja. Mungkin lain kali kami akan datang lagi ke sini, membesuk Kerly dengan teman Kerly yang lain.” Bu Lina pamit dan pergi bersama yang lain. Mama Kerly menghela nafas panjang, ia merasa bersalah dan malu karena kelakuan suaminya tadi. “Pa.... “ cicit Kerly pelan. “Papa di sini, Sayang.” Papa Kerly cepat-cepat mendekati anaknya. Kerly mencium aroma menyengat dari mulut papanya. “Papa mabuk? “tanya Kerly pelan. Mama Kerly menunduk dalam. “Papa kenapa mabuk? “tanya Kerly lagi. “P-papa gak mabuk sayang. Papa cuman... Papa cuman minum sedikit.” Kerly memalingkan wajahnya dari papanya. “Sayang...” Mama Kerly mencoba menenangkan Kerly. “Papa tadi, cuman sedang banyak pikiran, makanya papa Hem.. “ “Kerly sudah tahu semuanya, Ma,” lirih Kerly. “S... Sayang, Ma.. Maafkan, Papa. Papa gak bisa.. jadi orang tua yang baik buat kamu.” Papa Kerly terduduk sedih di sofa. “Papa bingung, papa gak tahu harus apa..” Hening. Kerly menoleh ke arah papanya namun belum mengatakan apa-apa. “Papa, tahu, kamu pasti kecewa pada papa. Papa memang bodoh! “ Papa Kerly menjambak kasar rambutnya sendiri. “Pa,” lirih Kerly. “Selamanya papa tetap menjadi papa terbaik bagi Kerly.” “Ini memang berat Pa, Ma, tapi semua ini gak seberapa atas nikmat ya sudah Allah berikan buat kita selama ini. Kalo masalah ini besar, dia gak akan lebih besar dari Allah. Pertolongan Allah dekat untuk orang yang meminta, kita cuman butuh minta sama Allah. Kita bakal melewati semua ini bersama, mama, papa, dan ada Allah juga.” “Kita lewati semua ini bersama ya, Pa, Ma.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD