“Eh, di aula lagi ada apa dah? Ramai banget,” tanya Sarah yang baru masuk ke kelas.
“Lagi ada seminar pengetahuan gitu. Nih liat.” Kerly memberikan brosur seminar yang tadi sempat ia dapatkan.
“Eh, gue baru tahu, kalo hati bisa di donorin. Transplatasi hati... ,” Kerly bergumam sembari membaca selembaran yang Kerly berikan. “Hati juga bisa regenerasi, meski kemampuannya tidak sebaik sel tubuh lain,” baca Sarah.
Sarah sibuk membaca selembaran itu, tiba-tiba Willy menabraknya dari belakang. Selembaran yang Sarah baca jadi jatuh dari tangannya.
Sarah mendelik, kesal. “Lo punya mata gak sih!? “
“Maaf-maaf.... “ Willy nyengir lebar lalu memungut selembaran itu.
“Lo tuh emang paling suka ya liat gue kesel ! Setiap hari ada-ada aja ulah Lo! Ngeselin banget! “ Sarah mendengus. Lalu mengambil langsung selembar itu dari tangan Willy.
“Apa perlu aku donor hati biar hati kita samaan? “
“Apaan sih Lo, Will. Gaje banget! “
“Yes, Am will, so will you maried me? “
“Idih ! Gue tampol ya, Lo! “
“Biar kutahan rasa sakit itu asal kamu bahagia. Aku rela.” Willy gila mode on.
Plak
“Aw! “ Willy mengadu, begitu kepalanya di pukul dengan kertas selembaran yang Sarah gulung. “Lo mah gitu aja diseriusin. Beneran ditabok. Guekan cuman bercanda.”
“Siapa suruh Lo bercanda muluk! “sengit Sarah.
“Oh, jadi mau diseriusin nih.” Willy tersenyum lebar. Membuat Sarah rasanya ingin memasukan Willy ke karung dan membuangnya ke rumah spongebob.
“Apa sih! “
“Udah jujur aja, sejak kapan Lo suka sama gue ?” Willy benar-benar membuat Sarah dongkol setengah mampus.
“Lo ya ! Makin hari makin buat—
“Buat Lo sayang.”
“Willy!! “ teriak Sarah, Willy langsung berlari menjaga jarak dari Sarah, dia tidak ingin terjadi insiden k*******n dalam kelas.
“Iya, Beb! “
“Ihhhh...dasar gak jelas! “
“Cinta emang gak jelas, Bek! “
“Lo panggil gue apa?! Bek, bebek?!”
“Iya, lucu kan?”
“Willly!!!! “ teriak Sarah, mkain dongkol.
“Iya, bek, jangan bersemangat gitu dong.”
“Argh! “ Ingin rasanya Sarah menjambak rambut Willy sekarang.
“Udahlah, Sar. Lo kayak gak tahu Willy aja.” Kerly menahan Sarah.
“Tuh anak, nyebelin banget tahu!”
“Lo Lagian diladenin. Entar beneran suka Lo. Willy kalo diliat-liat gateng juga, Kok.”
“Ganteng? Willy? Gue rasa selera lo mesti di perbarui, udah kadaruawsa.”
“Udahlah, dari pada marah-marah gitu. Mending kita ke kantin aja yuk.”
“Hem. Yuk... “
Keduanya baru hendak pergi tapi tiba-tiba bu guru muncul di depan pintu. Zahra baru hendak masuk ke kelas. Jadi mengurungkan niatnya.
“Dari kelas kalian siapa yang akan ikut mewakili kelas untuk drama sekolah?” tanya bu Prity—guru kesenian. Ia menatap seisi kelas. Sekolah ini memiliki acara tahunan yang diadakan untuk memeriahkan hari guru yang sebentar lagi. Jadi sebelum hari guru, sekolah akan mengadakan acara untuk menghibur guru.
Hening.....
Tidak ada yang bersedia. Anak kelas, saling menunjuk satu sama lain, mereka terlalu enggan untuk berpartisipasi, kelas menjadi gaduh dan berisik.
“Kalo tidak ada yang mau mengajukan diri. Baiklah, Ibu akan menunjuk kalian.” Bu Prity mengambil absen di atas meja.
Semua murid langsung getar-getir, takut namanya disebut.
“Sarah.”
Sarah kaget. Yang lain menghela nafas lega.
“Kerly.”
Yang lain kembali menghela nafas lega.
“Kita seperti satu paket,” bisik Sarah. Kerly hanya mengangguk pelan.
“Bu, saya mau rekomendasi Zahra dan Kelvin.” Sarah mengajukan. Zahra mendelik tapi tidak berani protes.
Anak sekelas tentu saja langsung setuju.
“Baiklah, Zahra dan Kelvin juga ikut.”
“Ye... Kita satu paket,” sorak Sarah, pelan.
“Nama-nama yang sudah ditentukan silakan berkumpul di depan ke kantor guru, SEKARANG.” Bu Prity sengaja menekan kata sekarang yang artinya secepatnya. Bu Prity memang terkenal dengan guru yang sangat tidak mentolerin istilah telat.
“Eh, Kelvin kayaknya belum datang deh.” Sarah mengedarkan pandang ke penjuru kelas. Kursi Kelvin masih kosong.
“Zahr, Lo ada nomor Kelvin gak? Biar gue kirim pesan. Suruh dia datang ke kantor guru,” tanya Sarah.
Zahra menggeleng.
“Ya udah, mati kalo dia datang anak kelas bakal kasih tahu dia juga. Mending sekarang kita ke sana,” sahut Kerly.
Zahra dan Sarah setuju.
.
.
.
Di depan ruang guru, sudah banyak anak yang berkumpul. Mereka semua yang akan berperan meramaikan acara ini. Entah itu drama, menyanyi atau bakat lainnya bahkan ada juga yang menampilkan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca dengan indah, qori. Kebanyakan acara ini diisi oleh anak IPA, hanya beberapa anak IPS yang ikut berpartisipasi, baik secara terpaksa atau dengan sukarela.
“Anak Drama mana lagi nih? “ tanya bu Prity. Ia menghitung jumlah mereka.
“Ada satu orang yang belum datang, Bu. Kelvin,” jawab Zahra.
“Oke.” Bu Prity memutar bola matanya, sudah dikatakan bahwa bu Prity tidak suka ke-telatan sedikit pun.
Lalu bu Prity menoleh dan seketika wajah bersemi senang. “Akhirnya kalian datang,” serunya.
“Stefani, ikut juga? “ bisik Sarah, begitu melihat siapa yang datang. Ada Stefani dan Kelvin.
“Maaf, kami telat, Bu,” kata Kelvin, mewakili.
“Baiklah. Untuk sekarang ibu maklumi. Setelahnya jangan harap ada keringanan ini. Mengerti? “
“Iya, bu.”
Bu Prity mengajak mereka ke ruangan treater. Bu Prity lalu membagikan naskah pada mereka semua.
Kening Zahra berlipat begitu membaca judul naskah itu ‘Princess vampire and princess Muslimah.
“Kalian pasti bingung. Tapi ini ide yang cemerlang. Ibu ingin drama kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Drama ini tidak hanya memberikan hiburan tapi juga penuh hikmah,” jelas bu Prity.
“Tapi karena waktu yang mepet, ibu tidak bisa meng-casting kalian. Jadi, biar adil kalian akan mendapat peran dengan diundi. “ Bu Prity memperlihatkan kotak kecil di tangannya.
“Di dalam ini, ada semua peran yang ada. Kalian ambil satu-satu.”
Mereka langsung mengambil kertas, satu persatu. Kerly mendapat peran menjadi pembawa narasi, Sarah menjadi teman princess muslimah.
“Kelvin, ayo buka kertasmu,” perintah bu Prity.
Tinggal Kelvin, Zahra dan Stefani yang belum membuka kerts mungil itu. Entahlah, Zahra merasa tidak enak. Sejak tadi belum keluar pemeran utama princess muslimah.
Kelvin membuka kertas itu, dan ia mendapat peran sebagai Vampire. Kelvin kaget. Sarah bersorak setuju.
Tinggal Zahra dan Stefani. Zahra pelan-pelan mengintip kertas miliknya, dan dugaannya benar. Ia menjadi princess muslimah. Pemeran utama wanita bersama Kelvin. Lutut Zahra lemas. Kenapa harus dia....
.
.
.
“Wow. Kalian emang cocok.” Sejak tadi Sarah heboh sendiri, bahkan saat mereka sudah di kelas. “Princess muslimah. Cocok banget buat Lo, Zahr. Plus Kelvin jadi prince-nya. Kayaknya alam semesta juga turut mendukung kalian.”
“Stststst! Berisik... “ Zahra mendengus.
“Zahr! “ Stefani tiba-tiba datang ke kelas Zahra. Ia mengebrak meja, membuat Sarah kaget. “Saya minta kamu untuk mundur dari peran itu! “
Zahra bangkit. “Siapa kamu yang bisa mengatur saya!? “ sentak Zahra.
Stefani mendelik. “Kamu dan Kelvin, saya tidak suka. Tinggalkan peran itu!! Atau....”
“Atau apa?! “ tantang Zahra.
“Eh, Lo siapa sih?! Kenapa Lo ngacam Zahra! “ sengit Sarah.
“Jangan ikut campur! “ Stefani mendorong tubuh Sarah. Sarah hampir jatuh. “Dengar saya Zahr! Kamu harus tinggalkan peran itu! “
“Kamu tidak akan bisa mengancam saya! Jangan lupa pertemuan terakhir kita, Stefani !”
“Hah !” Stefani mendengus. Ia membuang muka dari Zahra.
“Pergi dari kelas saya !”
“Zahra, saya ingatkan kamu harus—“
“Jangan kamu pikir saya takut untuk membuka kedokmu di sini,” bisik Zahra.
Stefani mencekik, menatap tajam Zahra. Lalu dengan kesal pergi dari sana.
“Ada apa dengannya. Ckcckck....gue baru liat wajah asli gadis itu! Wajahnya keliatan polos tapi hatinya,ckckck...memalukan! “ cibir Sarah saat Stefani berjalan pergi.
“ Dia marah, karena Lo dapat peran sebagai princess sedangkan dia jadi penyihir. Seharusnya dia bersyukur, penyihir memang cocok buat gadis ular kayak dia. Dia gak perlu repot mendalami karakter,” teriak Sarah, kesal.
"Lagian, Kelvin juga gak akan mau dia yang jadi princessnya. Cuman Zahra yang cocok."
***