Ilham mengambil obat P3K di UKS pondok. Di UKS pondok tidak ada siapa pun, santri yang bertugas sudah kembali ke kamarnya sedangkan dokter yang bertugas di UKS pondok meminta izin karena ada sesuatu yang mendesak dan pulang cepat hari ini.
Tadi Ilham sudah menyiram lukanya dengan alkohol agar tidak terus-terusan mengeluarkan darah, lalu Ilham memberikan obat merah pada lukanya dan membalut lukanya dengan perban. Luka yang Ilham dapatkan karena meninju pipi Kelvin, seperti luka sobek di sepanjang punggung lima jari yang terkepal. Sakit rasanya tapi tidak sebanding dengan rasa sakit yang bertamu di hati Ilham.
“Kamu pasti tahu, kenapa itu terjadi.”
Gita dan Amina berdiri di ambang pintu UKS.
Ilham tersenyum sinis. “Entahlah. Saya ini manusia. Saya punya sifat marah, meskipun saya tahu itu bom yang berbahaya.”
Amina tertawa pelan. “Cara kamu bermain salah, Ilham.”
“Maksudnya? “
“Lihat Kelvin. Kamu tidak bisa bermain seperti ini. Kamu tidak bisa bermusuhan dengan Zahra. Dia kunci dari semua ini.”
“Jadi maksud, Ka—“ Ilham menghentikan kalimatnya. Ia hampir menyebut Amina dengan sebutan ‘kakak', Ilham masih merasa canggung untuk memberikan embel itu, ia takut Amina tidak berkenan.
“Kamu harus ubah situasinya. Kamu harus dekat dengan Zahra.”
“Saya setuju,” sahut Gita.
“Apa itu karena—“
“Yap!” Gita menyela perkataan Ilham. “Jika bisa, kamu harus punya posisi di hati Zahra.”
Ilham mendesah, merasa tidak suka dengan hal itu.
“Tidak ada pilihan yang lain! “Gita menambahkan, berusaha menyakinkan Ilham. “Amina juga setuju pasti. Benarkan, Min? “
Amina mengangguk. “Ini cara terbaiknya.”
“Dengan memainkan hati seseorang ?”
***
Zahar. Ini Kelvin.
Ada yang ingin saya tanyakan.
Zahra melihat ponselnya yang bergetar dua kali. Pesan dari Kelvin. Entah sejak kapan vampire itu memiliki ponsel. Dan entah sejak kapan ia tahu nomor Zahra.
“Apa?”
“Apa hikmah dari penciptaan jin dan manusia? “
“Tidaklah Allah ciptakan manusia dan jin kecuali untuk beribadah padanya, terdapat dalam surah Ad-Dzariyat :56
“Kenapa Allah butuh ibadah kita? “
“Allah tidak butuh ibadah kita, kitalah yang butuh beribadah kepada Allah, bahkan manfaat ibadah itu sendiri kembali kepada kita. Allah yang telah menjamin rezeki kita dan memerintahkan kita untuk beribadah sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada kita. Melalui ibadah, Allah memberikan jalan bagi jin dan manusia untuk dekat dengan-Nya. Jadi jin dan manusia yang butuh ibadah kepada Allah.”
“Sekarang saya jadi lebih paham. Terimakasih Zahr.”
“Iya, sama-sama. Nanti kalo ada yang mau di tanyain lagi, tanya aja, gak usah ragu. Kalo bisa, insyallah pasti saya jawab.”
“Iya, saya beruntung kamu mau mengajari saya banyak hal.”
“Itu bukan apa-apa, sampaikan walau hanya satu ayat, saya hanya ingin kamu menemukan hidayahmu.”
“Bantu saya ya, Zahr.”
“Insyallah.”
“Kamu akan bersama saya? “
“Insyallah.”
“Saya terharu, tapi saya bukan manusia yang bisa menangis sepertimu. Apa ada yang jualan air mata di sini? “
Dasar jin aneh, Zahra geleng-geleng sembari tersenyum kecil.
“Hem, cangcimen, cangcimen, kacang, kuaci, permen,” teriak Maryam yang dari tadi berada di sana sebelah Zahra. Sejak tadi ia berbicara sendiri. Ia tidak sadar kalo Zahra sama sekali tidak menanggapi perkataannya.
“ Breaking News : sungguh tragis! posisi seorang adik sekarang terkalahkan oleh benda mungil bernama ponsel. Di duga, kakaknya terkena sindrom ponsel-pemia sehingga membuat beberapa syarafnya berkeja sendiri. Ciri-ciri gejala, senyum yang over dosis, gerakan jari yang sangat lincah di layar ponsel, serta telinga yang di nonaktifkan. Waspadai hal ini jika terjadi kepada adik, kakak, sudara atau mantan kalian, karena virus ini lebih berbahaya dari love-label. Sekian breaking news hari ini, saya Maryam pamit undur diri. Assalamualaikum warahmatullah.”
Maryam beranjak dari sofa. Zahra segera menahan tangan Maryam.
“Lepas, Kak. Aku gak butuh alasan apa-apa lagi. Aku udah lelah, Kak! Aku udah lelah, ngomong sendirian kayak orang b**o! Aku sudah lelah harus diginiin terus! Aku lelah, Kak. Biarkan aku pergi dari sini... “Maryam nangis bombai. “Jangan tahan aku, Kak.”
Zahra memutar bola mata jengah atas kealayan Maryam. “Ya udah, pergi gih sana.” Zahra melepas tangan Maryam, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.
Maryam membelalak. Seharusnya Zahra membujuknya, dan Maryam akan berpura-pura tidak mau, satu menit kemudian baru ia mau asalkan Zahra mentraktirnya. Rencananya gagal.
“Kok malah bengong sih, Dek? Katanya tadi mau pergi? “ sindir Zahra masih sibuk dengan persegi pipi itu.
Maryam cengengesan. Ia kembali duduk di sofa. Kali ini Maryam duduk sangat dekat dengan Zahra, nyaris meninggalkan sedikit jarak.
“Seharusnya Lo bujuk gue tahu, Kak.”
“Terus kamu bakal minta hadiah, ia kan?” tanya Zahra, sudah menduga. “Trik sudah terbaca.”
Maryam memasang wajah seolah ia tidak berdosa dan tidak kenal apa itu dosa. Ia nyengir lebar. “Tahu aja sih, Kak.”
Zahra kembali mengetik sesuatu di ponselnya, membuat Maryam penasaran, ia memanjangkan lehernya untuk melihat isi chatan Zahra. Tapi Maryam gagal. Zahra sudah mengantispipasi ke-kepoaan Maryam dengan meredupkan nyala ponselnya sehingga bermode malam dan hanya Zahra yang bisa membaca tulisan di ponselnya.
“Chat-an sama siapa sih, Kak? “
“Hem, ini dari Kelvin. Dia nanya soal Islam sama kakak, makanya harus fokus pas jawab.”
“Hem.” Maryam mengangguk-ngangguk. “Lah, emang kak Kelvin bukan Islam ya? Kok aku sering liat kak Kelvin di musholah?”
“Iya, dia suka liatin orang salat, sama dengar kakak ngaji,” sahut Zahra, tanpa berpikir hal itu akan menjadi bahan olokan Maryam. Zahra menoleh. Dan benar dugannya, Maryam sudah memasang wajah menyebalkan itu.
“Cie kak Zahra.”
***
“Dan akhirnya prince Vampire dan Princess Muslimah hidup bahagia.” Kerly sedang membaca narasi terakhir dari drama mereka.
“Wah, happy ending.” Sarah senyum-senyum menggoda Zahra. “Kalian, Lo dan Kelvin akan bersatu dan hidup bahagia.”
Wajah Zahra menekuk, sejak tadi ia mencoba mencerna dengan baik isi dialog yang baru saja bu Prity berikan.
“Ini gak benar. Mana ada jin dan manusia bersatu.” Zahra bangkit dari kursi, ia harus protes pada bu Prity dan Zahra tidak setuju.
“Namanya juga fiksi, Zahr. Gak nyata juga,” kata Sarah.
“Ini namanya pembodohan publik. Gimana kalo ada yang kemakan dan nira kalo jin dan manusia bisa bersatu dan hal itu bisa aja? Gimana kalo ada orang yang malah bercita-cita pengin pasangannya jin, supaya bisa wow kayak di n****+-n****+? Gimana? “
“Ya kali ada orang yang kemakan, Lagian ini juga cuman hiburan, masa orang gak bisa bedain sih.”
“Orang bisa bedain, cuman mereka gak sadar kalo hal itu udah masuk ke dalam alam bawah sadar mereka.”
“Sar, sadar gak sadar, hiburan mudah banget masuk ke dalam hati kita. Bahkan hiburan bisa sangat berkesan di hati kita. Kamu pasti nonton kisah cinderella pas kecil, tapi sampai sekarang kisah itu tertanam di memori kita. Ekspentasi kita juga jadi tinggi, berharap kelak ada pangeran berkuda yang sempurna menjadi pasangan hidup kita. Kita sibuk mencari yang sempurna sampai lupa pada diri yang hina. Sibuk menuntut kebahagiaan sampai lupa caranya bersyukur. Kita ingin kehidupan yang bahagia seperti cinderella. Nyatanya hidup gak semudah itu, di dunia nyata gak ada ibu peri yang tiba-tiba datang dan mengubah kita menjadi putri dalam semalam. Kita tahu itu cuman fiksi, tapi apa jauh di bawa alam sadar kita, kita berharap kalo memang benar ada ibu peri yang bisa melakukan itu untuk kita. Kita jadi menunggu dan terus berharap sesuatu yang tidak pasti tanpa usaha. Gak gitu, hidup ya hidup. Ada banyak tantangan dan cobaan bukan meluluh soal pria tampan yang nyaris sempurna. Di dunia gak ada pria tampan yang sempurna, tapi apa, karena hiburan semua wanita mendampak pria disney. Apa itu gak cukup buat fakta kalo hiburan juga menarik banyak akal sehat manusia menuju imajinasi yang terlalu melangit ?”
“Hem.” Sarah bergumam. “Tapi Lo yakin mau protes sama bu Prity? Lo tahu sendirikan bu Prity gak terlalu suka ceritanya diubah, apalagi cuman usul dari Lo aja.”
“Kalo gitu, kalian juga protes ya? Biar bu Prity mempertimbangkan hal ini.”
“Lah kok jadi kita juga kena? “ mata Sarah membelalak.
“Iyalah kaliankan sahabat aku. Kalian harus bantuin juga. Ayo kita protes!”
“Gue rasa kalo Lo protes doang, Lo gak akan didengar. Lo harus punya saran buat ending yang bisa bu Prity pertimbangkan.”
“Nah gue setuju.” Sarah bersuara. “Kalo ada saran dari Lo, gue gak takut buat bantuin Lo protes.”
“Saran endingnya, ya, mereka gak bersatu. Mereka punya dunianya sendiri-sendiri. Udah gitu aja.”
“Ending apa kayak gini? Gak akan di terima bu Prity. Endingnya gak jelas.”
“Jadi kalian gak mau bantuin aku ?”
Sarah dan Kerly bergeming.
“Ya udah aku sendirian.”
Di ambang pintu ada Kelvin yang baru hendak masuk ke dalam kelas sembari memegang naskah. Keduanya berpapasan.
“Mau ke mana, Zahr? “
“Hem, protes sama bu Prity soal ending ceritanya yang gak masuk akal, jin dan manusia gak akan bersatu.”
Kelvin terkesiap mendengar perkataan Zahra, rasa sedih seketika menyergapnya, refleks jin vampir itu menundukkan sejenak.
Zahra baru sadar respon Kelvin setelah ia mengatakan hal itu. Entah kenapa Zahra merasa bersalah untuk apa yang ia katakan, padahal apa yang dikatakan tidak salah, tapi kenapa Zahra merasa perasan tidak nyaman ini, seolah ada sesuatu yang berbisik bahwa dia telah melukai hati Kelvin.
“Kelvin,” panggil Zahra, menyadarkan Kelvin. Zahra tidak bisa lewat jika Kelvin masih berada di ambang pintu menghalangi langkahnya. “Saya mau lewat.”
Kelvin mengangguk kecil, sebelum menggeserkan tubuhnya ke sisi kanan pintu. “Zahra... “
“Iya? “
“Apa saya boleh ikut?”
Zahra berbalik. “Kamu juga gak suka ending-nya? “
“Iya, menurut saya ending-nya terlalu memaksa. Saya setuju kalo jin dan manusia tidak akan bersatu.” Kevin tersenyum getir.
“Kebetulan banget ada kalian di sini,” kata Willy, mengintrupsi. “Tadi gue disuruh bu Prity buat manggil anak yang ikut drama ke ruang seni, ada yang mau dibicarakan soal drama, kata bu Prity.”
“Iya.”
Zahra, Kelvin, Sarah dan Kerly segera pergi ke ruang seni. Di ruang seni ada beberapa anak yang sibuk latihan, dan juga terlihat bu Prity yang berada di dekat piano, berbicara dengan seorang.
Zahra menajamkan matanya, melihat siapa yang ada di balik piano.
“Permisi bu Prity, katanya ibu manggil kami? “tanya Kerly.
“Iya, ibu mau bilang kalo ending dari drama kita akan di ganti,” kata bu Pitu seraya mengulas senyum. Zahra refleks juga tersenyum. “Ibu baru sadar, kalo ceritanya terlalu dongeng dan gak cocok buat anak SMA.”
“Keputusan ini ibu ambil setelah mendapat saran dan masukan dari Ilham, anak 11 IPA 2. Bahkan endingnya juga Ilham yang kasih saran dan karena itu ibu mau Ilham juga bergabung dalam drama ini.”
Seseorang itu Ilham. Ia keluar dari balik piano, berdiri tepat di sebelah Kelvin.
“Ilham sekarang akan bergabung dalam drama kita?” tanya Stefani tang sejak tadi diam saja.
“Iya.”
“Sebagai? “
***
“Nambah lagi stok cogan di drama kita,” kata Sarah seraya menyesap es jeruk yang baru saja sampai setelah dua menit, ia pesan.
“Hem.” Zahra bergumam, jari tangannya sibuk memainkan sedotan di gelasnya.
“Kenapa Zahr, Lo keliatan gak suka Ilham gabung? “ tanya Kerly.
“Hem, gak gitu.” Zahra kembali membisu, ia memilih mengaliri tenggorokannya dengan es teh manis ketimbang menjawab pertanyaan Kerly, yang jelas tidak Zahra ketahui jawabannya.
“Lo masih marah karena Ilham waktu itu pukul Kelvin? Itukah udah dua hari yang lalu Ilham sama Kelvin juga kayaknya udah baikan, tapi gue liat mereka ngobrol.” Kerly menunggu respon Zahra.
“Hem.”
“Ayo dong cerita kenapa.”
“Hem, semalam di pondok aku liat Ilham mukul Kelvin lagi.”
“Serius? Tapi kapan? Emang Kelvin ke pondok semalam? “
“Pas kita mau pulang, Kayaknya Kelvin ke sana.”
“Eh, tapi kok gue gak liat ada lembab di wajah Kelvin. Kamu salah liat gak sih.”
“Hem, tapi kalian liat gak jarinya ada Ilham ada handsplas ?”
“Iya gue liat,” sahut Sarah.
“Empat jarinya luka karena mukul Kelvin. Aku liat langsung.”
“Ha? Kok gitu sih? Gue jadi bingung Kelvin yang mukul Ilham atau Ilham yang mukul Kelvin? Kalo Ilham yang muluk Kelvin kenapa Ilham yang luka?”
“Mungkin karena...”
“Karena apa? “
“Kalian gak akan percaya kalo aku bilang.”
“Jangan buat kita kepo, Zahr. Karena apa? “
“Karena Kelvin itu vampire, jin.”
Sarah dan Kerly langsung tertawa.
“Iya, kita tahu Kelvin vampire di drama.”
“Aku serius.”
“Mana ada vampire, Zahr. Itu cuman ada di n****+ Sarah.”
“Hem, kenapa dia vampir? Cuman karena kulitnya putih ?”
“Karena dia jin bukan manusia.”
“Kali ini gue gak tahu mesti percaya atau gak. Tapi ini gak masuk akal Zahr. Jin ada di sini, bla...bla... bla...gak mungkin.”
“Ya udah kalo kalian gak percaya.” Zahra bangkit dari kursi kantin. “Aku balik duluan ke kelas.”
Zahra memutar langkahnya ke taman, ia tidak mood untuk kembali ke kelas. Zahra merenungkan segala yang terjadi yang selama ini terus membuatnya berpikir keras.
Tiba-tiba ada tangan yang terjulur di udara, tangan itu memberikan sebatang cokelat pada Zahra. Zahra mengangkat wajahnya. Zahra langsung memalingkan wajahnya, itu Ilham.
Ilham meletakan cokelat di sebelah bangku Zahra dan berjalan pergi. Zahra melihat cokelat itu. Ada sebuah surat kecil yang tertempel di atas cokelat itu.
“Jangan berburuk sangka. Sesungguhnya dibalik buruk sangka ada setan yang mendalangi.”
Zahra langsung bangkit.
“Apa ini? “ tanya Zahra.
Ilham berhenti melangkah, tapi tidak menoleh. “ Cokelat.”
“Saya tahu. Maksud saya kenapa...”
“Cokelat, sebagai permintaan maaf.”
“Buat, kesalahan apa? “
Ilham mengangkat bahunya ke atas. “Mungkin atas ketidaktahuan kamu tentang sesuatu.”
“Sesuatu apa? Kamu dan Kelvin punya permusuhan apa? “
Ilham menoleh sekilas. “Ada luka yang hanya semakin sakit jika di ceritakan.”
Zahra terdiam. Ilham kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Zahra.
“Sekarang kamu harus jelaskan, Ilham!” Zahra kembali menghentikan langkah Ilham.
“Apa kamu akan percaya pada saya?”
“Iya.”
“Dia jin jahat, dia membunuh a-ad....” Ilham terdiam.
“Membunuh siapa?”
Ilham mendengus keras. “Dia mungkin saja bisa membunuh kamu....”
Zahra tidak bisa berkata apa-apa, entah kenapa hatinya seolah tidak terima jika Kelvin bisa sejahat itu.
Dia jin kafir, Zahr ! Ingat —batin Zahra bersuara.
“T-tapi itu dulukan? “
Ilham mendengus. “Kamu berharap saya jawab apa?”
“Hem, dia ingin berubah, dulu mungkin dia jahat, tapi sekarang mungkin dia—“
“Kalo dia baik, dia pasti sekarang sudah kembali ke dunianya dan menjadi jin muslim,” sela Ilham.
“Dia mencoba berproses. Kita seharusnya membantu dia. Kita bisa membantu dia. Kamu maukan bantu dia?”
“Dia tidak akan baik Zahr! Kalo dia baik kenapa dia gak jujur soal....” Ilham terdiam.
“ Soal apa? “
Kelvin memperhatikan itu dari jauh. Ia menunduk sedih, kalimat Zahra mengenai vampir dan manusia tidak akan bersatu kembali berdegung di telinga Kelvin.
“Zahr, tolong percaya pada saya.”
***