Sandiwara Suamiku

2028 Words
Setelah pulang dari rumah sakit, aku dan Mas Ardan tidak saling berbicara. Hatiku masih tidak terima karena dibilang mandul di depan teman lamaku dan juga dianggap tidak bisa menghasilkan keturunan lagi oleh orangtua sendiri. Padahal mereka sudah jelas melihat bukti kalau Evan adalah anak yang lahir dari rahimku sendiri. Waktu terus berjalan, aku sudah tahu rencana Mas Ardan yang akan pergi malam ini. Sengaja aku minta Bi Minah untuk tinggal di rumah saat aku pergi keluar. Mungkin ini akan terdengar konyol. Aku hanya ingin tahu siapa selingkuhan suamiku di luar sana. BEBERAPA JAM YANG LALU…. “Mau ke mana kamu? Malam-malam sangat rapi,” ucapku saat melihat Mas Ardan yang baru keluar kamar jam delapan tadi. Dia melengos saja tanpa menjawab omonganku. Mungkin dia pikir aku tidak perlu tahu ke mana dia. Tidak masalah, aku sudah tahu lebih dulu. “Aku ada urusan di luar. Mungkin akan menginap,” sahutnya sambil berjalan ke ruang tamu. Aku tetap diam di sudut tangga dan tadinya berniat untuk ke atas. Namun, Mas Ardan meneriaki namaku dari ruang tamu hingga seisi rumah terisi suaranya yang keras. “El! Kamu tidak paham apa artinya? Aku ingin pergi!” “Ya silakan pergi. Aku tidak menahanmu. Kenapa kamu jadi marah?” tanyaku yang keheranan. “Tidak bisa kamu bersikap seperti istri-istri yang lain? Mengantarkan suaminya ke mobil dan menunggu sampai mobilnya pergi? Selama pernikahan ini, kamu tidak pernah begitu!” katanya. “Oh, kamu menginginkan hal itu? Baiklah, akan aku lakukan kepada suamiku sendiri. Sayangnya, kamu tidak pernah menganggapku sebagai istri selama ini. Kamu menganggapku sebagai seorang perempuan pemuas nafsumu yang tinggi dan sebagai perempuan yang menjadi wadah untuk menutupi keinginanmu memiliki anak. Sadar maksud ucapanku juga?” Mas Ardan berjalan berbalik arah menghampiriku yang sudah berdiri di satu anak tangga. Dia menarik lenganku dengan erat dan dia membawaku ke luar rumah. Aku ikut saja, sampai akhirnya Mas Ardan melepaskan ikatan tangannya. “Apa?” tanyaku setelah itu. “Kamu mau pergi? Silakan, aku tidak melarang.” Mas Ardan terlihat sangat geram kali ini. Aku bisa tahu dari wajahnya yang memerah dan mata yang membulat utuh. “Kamu perempuan paling menyebalkan, El. Membalikkan omongan suami terus! Sudah berani membangkang sekarang?” “Perlu aku ingatkan kalau kamu pernah bilang aku ini bukan istrimu?” tanyaku yang ikut geram juga. “Sudah tidak perlu ubah kebiasaan ini. Jalan saja seperti biasa aku tidak mengantarmu. Lagian kamu tiba-tiba ingin semua itu untuk apa?” Mas Ardan tidak menjawab omonganku. Dia berjalan masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja. Sedangkan aku tetap di depan pintu sampai dia pergi, mengikuti semua omongannya yang tadi dia minta. Sehingga, di sini lah aku, di Hotel Rexius, tepatnya di ruang tunggu dekat receptionist. Setengah jam sudah aku menunggu mereka di sini, tidak ada orang selain aku dan para pekerja hotel. Penampilanku yang tampak biasa saja membuat orang lain tidak akan mengalihkan perhatiannya ke arahku, bagus untuk penyamaran. Beberapa saat kemudian, orang yang aku tunggu sudah tiba. Mobilnya dia lepaskan kepada petugas depan lobby sementara dia berjalan bergandengan tangan dengan Wanita yang aku Yakini dia adalah Selly. Mesra, dia peluk Wanita itu di pinggang saat aku tidak pernah diperlakukan seperti itu. Aku biarkan dia masuk ke dalam lift. Setidaknya aku tahu wanita itu siapa dan bagaimana wajahnya. Urusan nanti Mas Ardan ingin selingkuh dariku, itu bukan masalah lagi. Semenjak tahu kalau dia menginginkan perpisahan kami, aku juga menurutinya. “Halo, Mas!” Aku hubungi dia saat itu juga dan tidak seperti biasa, dia langsung mengangkat teleponku. “Kamu di mana? Sudah sampai tempat pertemuan?” tanyaku. Aku dapat mendengar suara musik yang terdengar di lantai itu. “Baru saja sampai di hotelnya. Kenapa? Kamu ingin menyusul” tanya dia. Dasar pria gila! Mana mungkin aku menyusul untuk melihatnya bermain dengan perempuan lain. “Oh, nggak apa-apa. Hanya ingin memastikan. Sama siapa aja di sana?” tanyaku. Mas Ardan pun menjawab. “Sama rekan kerja dan asisten. Kamu kenapa nanya-nanya? Tumben. Tadi bukannya sudah bilang untuk seperti biasa?” Aku hanya ingin tahu apa yang kamu berikan sebagai alasan. Aku pikir kamu akan mengatakan yang sejujurnya. “Oke. Maaf mengganggu waktunya.” Setelah itu, aku tutup panggilannya dan sempat aku dengar suaranya yang berteriak keras. Kemudian, aku pergi mencari mobilnya. Aku membawa kunci cadangan yang dia simpan di rumah dan aku buka pintu penumpang. Wangi yang sangat khas aku hirup ketika Mas Ardan pulang pagi-pagi. Sudah jelas kalau mereka berdua melakukan ini sejak lama, bukan baru-baru ini. *** Keesokan paginya, aku terbangun saat seseorang mengganggu tidurku yang baru saja nyenyak dua jam lalu. Dia menciumi tengkuk leher dan beberapa bagian lain tubuhku. Tangannya yang meraba bagian perut pun membuatku tersadar. Saat aku menoleh ke belakang, Mas Ardan yang melakukannya. Dia menjadi penyebab tidurku terganggu dan dia juga penyebab aku terbangun. Aku nikmati semua perlakuannya dan kemudian aku lepas secara perlahan. Dia merasa sedikit geram saat aku seolah menolak permainannya. Aku tidak mau menjadi yang kedua, lebih baik bukan menjadi siapa-siapa dari pada harus didatangi setelah wanita lain. “Kamu baru pulang?” tanyaku. Nada pertanyaan yang sangat rendah kalau didengar-dengar. “Tidur di mana semalam?” “Di hotel. Kamu kenapa?” tanya dia. “Aku sedang tidak ingin melakukan itu. Cepat bersihkan tubuhmu!” ucapku sambil berusaha menjauh. Kemudian, aku pergi ke kamar anakku. Dia masih tertidur dan aku tidak ingin membangunkannya di hari libur ini. Ketika aku berbalik, Mas Ardan sudah ada di belakang dengan kedua tangan yang masuk ke saku celananya. “Kamu menolak?” tanya dia. “Mengundur waktu, bukan menolak. Aku sedang tidak ingin melakukannya sekarang,” jawabku sambil menjauh. Dia memegang tanganku dengan erat dan ditarik. Kami berjalan ke arah kamarnya dan seperti biasa, dia melemparku ke Kasur. “Ingat tugasmu, El! Layani aku ketika aku menginginkannya. Aku menginginkannya hari ini, kenapa kamu tidak mau melayani?” Apa kurang puas dia bermain semalam? Dasar pria tidak waras! “Apa tidak pernah kamu memikirkan gairah yang aku miliki juga? Ketika aku tidak menginginkannya, itu berarti aku sedang tidak bernafsu. Apa aku harus memikirkan nafsumu saja?!” balasku dengan nada tinggi. Lagian kamu juga semalam bermain, kan? Apa kurang puas?!” “Jangan sembarangan kalau bicara! Main sama siapa aku? Aku mengurus bisnis, bukan untuk melakukan hal itu pada perempuan lain!” Aku langsung menggeleng tidak percaya. Dia benar-benar berbohong. “Tidak mungkin hanya bisnis kalau sampai menginap. Jangan berbohong! Untuk apa berbohong? Aku tidak peduli kalau kamu selingkuh. Cukup katakan sebenarnya, aku tidak mau mengurus permasalahanmu!” Dia terdiam di tempatnya, tetapi menatapku dengan kesal sekarang. “Pergi!” Tanpa banyak omong, aku langsung keluar dari kamar itu. Namun, aku terkejut saat mendengar ucapannya setelah satu kakiku melangkah keluar kamar. “Pergi yang jauh! Saya tidak ingin melihat wajahmu hari ini! Jangan rusak mood saya lagi dengan adanya kamu di sini. Jangan bawa Evan! Dia di sini bersamaku.” Aku berbalik dan memandangnya dengan datar. “Kalau aku pergi, aku akan bawa Evan. Dia akan ikut bersamaku ke mana pun aku pergi. Kamu tidak ada ha katas dia. Kamu sendiri yang bilang kalau dia bukan anakmu.” Mas Ardan pun berjalan keluar kamar. Dia beralih ke kamar sebelah, tepatnya kamarku. Dia kemasi barang-barangku ke dalam sebuah koper besar. Aku tidak menahannya, sebab aku tidak peduli lagi dengan dia. Setelah itu, dia berikan koper itu untukku. “Aku tetap bawa Evan.” “Sekali kamu sentuh dia, aku yang akan membuatnya menderita di mana pun kalian berada,” jawab dia dengan tegas. Aku benar-benar kehabisan kata di depannya. Lidahku kelu tidak bisa mengucap dan pikiranku juga seolah terhenti untuk berpikir. “Jangan membuatku marah, El! Kamu tidak tahu apa yang aku lakukan di luar sana. Aku tahu kalau kamu melihatku di hotel dan sengaja aku peluk perempuan itu dengan erat agar aku tahu apa reaksimu. Kamu pikir semua itu kebetulan? Semua ini rencanaku termasuk meninggallkan laptop di kamar Evan dan membiarkan aplikasi WA terus terhubung dengan ponselku. Lihat yang terjadi! Kamu begitu mudah untuk dikelabui. Kamu masih cinta sama aku dan kamu cemburu, kan?!” “Persetan! Aku tidak cemburu!” bantahku dengan air mata yang mulai mengembang. “Aku tidak mungkin cemburu karena aku sudah tidak peduli lagi dengan kamu!” “Kamu tidak ingin bermain pagi ini karena kamu pikir aku beralih kepadamu saat selesai bermain dengan perempuan itu, kan? Kamu jijik sama badanku yang sudah bersentuhan dengan perempuan itu? Apa kamu tahu? Permainan dia akhir-akhir ini lebih nikmat dari pada permainanmu!” PLAK! Terlepas juga emosiku saat menamparnya. Omongannya yang begitu menyakitkan seolah-olah tidak ada beban untuk diucap. “Apa yang kamu harapkan dari kejadian itu sebenarnya?” Mas Ardan mendekatkan mulutnya ke telingaku. Dia berbisik dan membuatku terdiam. “Untuk membuatmu berada di bawahku. Untuk buat kamu tunduk dan menuruti semua keinginanku.” “Tidak akan. Aku pergi hari ini dan aku bawa Evan,” ucapku tegas. Aku rebut koper dari tangannya. Namun, Mas Ardan menahannya. Dia menarik tubuhku dengan pelan-pelan dan dia membuatku terduduk di atas Kasur. “Diam di rumah ini! Jangan pergi!” “Dasar gila! Kamu yang suruh aku pergi tadi,” kataku. “Diam di sini sampai kamu hamil. Setelah kamu hamil, kamu bebas ingin pergi ke mana pun setelah anakku lahir,” jawabnya yang kemudian pergi dari kamar. *** Kami benar-benar melakukannya. Aku sendiri tidak menyangka kalau aku dan Mas Ardan benar-benar melakukan program bayi tabung ini. Semalaman aku memikirkan, apa benar aku mandul sampai tidak bisa hamil lagi? Sebab aku memang tidak meminum pil itu sejak setahun yang lalu, tetapi setiap minggu bahkan beberapa hari kami berhubungan, tetap saja tidak ada tanda-tanda kalau aku hamil. Sampai aku memberanikan diri untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan. Aku tidak berkonsultasi dengan Nindi sebab naluriku berkata kalau Mas Ardan dan Nindi memiliki perjanjian tersendiri. Ucapan mereka berdua kemarin membuatku berpikir keras tentang kejanggalan yang ada. “Apa benar ucapan Mas Ardan kalau aku mandul setelah meminum pil KB?” tanyaku begitu sepanjang malam. “Halo, Bu El. Jadi, apa yang ingin Anda konsultasikan kepada saya?” tanya Dokter cantik yang Bernama Freya di nametag-nya. “Sebelumnya saya ingin menceritakan tentang program KB yang saya jalani sejak kelahiran anak pertama saya. Sekitar satu tahun kelahiran, saya mengikuti program KB sebab saya mengalami trauma ketika melahirkan. Namun, saya berhenti melakukannya sejak … kemungkinan satu tahun terakhir. Apa program KB bisa menyebabkan kemandulan untuk seorang Wanita?” tanyaku. Pintu kamar sudah aku tutup rapat, jendela juga sudah aku tutup. Tidak mungkin ada yang menguping pembicaraan termasuk pekerja di rumah. Jaga-jaga kalau Mas Ardan pulang dan menemukan aku yang sedang melakukan ini semua. “Boleh saya tahu berapa lama programnya dijalankan?” tanya dia. Aku jawab. “Sekitar lima tahun mungkin. Saya tidak terlalu ingat, tetapi sekitar lima tahun bahkan lebih.” “Program KB tidak ada sangkut pautnya dengan mandul, Bu. Sejatinya, pada Sebagian orang yang melakukan program KB dan setelah mereka berhenti program, ada yang membutuhkan waktu bahkan sampai berbulan-bulan agar kondisi keseimbangan hormone reproduksi mereka Kembali seperti semula. Apa artinya? Artinya hormone yang dahulu sempat terganggu oleh program KB akan Kembali seperti sebelum melakukan program KB dan itu memang memerlukan waktu. Namun, permasalahan tersebut tidak berarti seseorang menjadi mandul, sehingga waktu yang diperlukan itu bukannya mandul,” jelas dokter itu. “Artinya saya tidak mandul, ya?” tanyaku. “Kita harus memeriksa Kesehatan Ibu terlebih dahulu untuk mengetahui lebih lanjut. Namun, jika Ibu sudah punya anak, besar kemungkinan mandul itu kecil,” jawabnya lagi. Setidaknya aku bisa lebih tenang. Namun, tetap saja aku masih khawatir. Kalau memang aku mandul, itu artinya memang Mas Ardan benar dan wajar jika dia marah kepadaku. “Terima kasih, Dok. Sepertinya saya tidak perlu memeriksa Kesehatan, saya lebih baik seperti ini.” “Iya, Bu. Sama-sama. Jika ingin memiliki keturunan lagi, mungkin bisa dilakukan saat masa-masa subur. Sehingga proses kehamilannya bisa bagus,” katanya. “Apa ada hal-hal yang mempengaruhi kesuburan? Maksud saya, dari seorang yang subur menjadi kurang subur?” tanyaku. Dokter itu pun akhirnya menjelaskan. “Tingkat stress yang tinggi bisa membuat seseorang sulit untuk memiliki keturunan. Itu alasan yang paling kuat jika Ibu ingin tahu. Apa Ibu stress akhir-akhir ini?” Mungkin. Aku tidak tahu. Apa itu artinya benar kalau aku mandul?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD