Part 14 –Kabur

1893 Words
Rosma tak peduli dengan apa yang terjadi. Dia menyuruh penghulu dan siapa pun yang berada di tempat itu untuk pergi dengan cepat. Baginya pernikahan itu tak boleh terjadi. Hanya dirinyalah yang pantas untuk menjadi pendamping Roy. Bukan wanita lain yang seenaknya merebut Roy darinya. Kemarahan Rosma memuncak. Bahkan keributan itu tak bisa dihindari. Roy yang mencoba menenangkan Rosma seakan tak kuasa dengan sikapnya yang arogan. Roy yang geram akhirnya menampar pipi Rosma. Tangis Rosma pun pecah. Dadanya bergemuruh. Berdentam-dentam seolah ingin membanting barang yang ada di depannya. Rosma tak mengira bila yang sepantasnya marah adalah dirinya. namun ternyata salah. Roy lebih kuat dan berkuasa darinya. Rosma berdiri dengan diam. Dia seolah tak tahu apa yang akan dilakukannya. Kakinya terasa berat untuk melangkah. Namun Rosma tak bisa hanya diam dan meneteskan air matanya. tatapan matanya garang memandang Roy yang dia kira adalah laki-laki setia. Rosma tak perlu untuk berada di tempat itu lebih lama lagi. Dia pun berlari untuk keluar. Roy pun segera mengejarnya. Tanpa disanga Roy pun melihat Nirma yang sedang berada di luar. Roy pun dalam kebingungan. Nirma dan Rosma berada di arah yang berbeda. Melihat sosok laki-laki yang akan menjadi suaminya itu menjadikan  Nirma menggerakkan kakinya dengan cepat. Dia berusaha sekuat tenaga untuk berlari sekencang mungkin. Sedangkan Roya berada di tengah-tengah kebimbangannya. Rosma berlari ke kiri dan Nirma berlari ke arah kanan. Roy pun tak cepat memutuskan. Rosma adalah cintanya dan Nirma pun adalah wanita akan dinikahinya hari ini. tak bisa berlama lagi. Roy harus menikah dengan Nirma dahulu, selanjutnya dia akan menjelaskan kepada Rosma tentang pernikahan itu. Nirma semakin cepat langkahnya. Memakai gaun pengantin dan tak memakai alas kaki. Da berlari ke arah jalan raya. Lalu lalang kendaraan membuatnya kesulitan untuk menyeberang. Roy terus saja mengejarnya. Nirma penuh keberanian, dia benar-benar harus pergi agar tak menikah dengan laki-laki itu. Rosma nekad menyeberang sebelum lampu merah menyala. Seketika sebuah mobil hampir saja menabraknya. Rosma mendekat ke arah pengemudi mobil. Dan pengemudi mobil itu pun membuka kaca mobilnya. “Pak, Saya mohon tolong Saya, ijinkan Saya naik mobil Bapak, tolong Saya, Pak. Dia akan menikahi paksa Saya, tolong Pak.” Mata Rosma sembari melirik ke arah Roy yang menuju ke arahnya. Pemilik mobil itu pun mempersilakan Nirma untuk masuk ke dalam mobilnya. Deretan rentetan mobil dengan klaksonnya begitu keras terdengar. Seketika jalanan pun macet karena mobil paling depan berhenti. Roy tak bisa mengejar Nirma. Seketika dia kehilangan jejak. Roy hanya tahu bila Nirma sedang meminta bantuan pada sebuah mobil dan mobil itu membawa calon istrinya. Kini Roy pun terasa tak bisa berpikir lagi. Menggurutu sepanjang jalan. Berkelibat wajah Rosma di pelupuk matanya. *** “Kamu mau Saya antar kemana?” Nirma terdiam. Akan ke mana kakinya berpijak. Bahkan barang-barang yang yang dipunya, dibawanya di dalam koper di rumah laki-laki yang akan menikahinya. Namun Nirma masih punya satu harta bendanya, sebuah sepeda motor yang dititipkan di halaman kosnya. Nirma bergeming. Jika dirinya kembali ke kos. Maka laki-laki bernama Roy itu akan mudah untuk menemukannya. Dia tak mau kembali lagi dalam pernikahan paksa itu. “Begini saja, sambil Mbak berpikir, ikut Saya dulu jemput Mama saya, setelah itu Saya akan mengantarkan Mbak, pulang.” Nirma mengangguk. Dia sama sekali tak menatap wajah laki-laki yang ada di sampingnya. Pikirannya masih kalut. Dia merasa takut dengan bayangan pernikahan yang tak diinginkannya itu. Tiba-tiba Nirma menjerit histeris dan dia tak sadarkan diri. “Mbak kenapa?” Laki-laki itu merasa sangat bingung. Di ujung jalan mamanya sudah menanti. Dia pun menambah kecepatan mobilnya. Memilih untuk menjemput sang mama baru pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi wanita yang tak dikenalnya itu. “Dia siapa Hendra? Kalian mau menikah?” Tanya mama Rose saat memasuk mobil dan mengetahui seorang wanita dengan pakaian pengantin. Hendra dengan santainya menjawab dengan gelengan kepalanya. “Lalu siapa gadis itu?” Mama Rose tak menamatkan pandangan matanya pada wajah yang sebelumnya sudah pernah dijumpai di restoran. Dia yang duduk di belakang terus saja menginterogasi anaknya dengan beberapa pertanyaan. “Ma, Saya tidak tahu siapa dia.” “Lalu kenapa bisa di mobilmu?” “Dia hampir Saya tabrak. Berlari di tengah jalan dikejar orang, dan sekarang dia pingsan, Ma.” “Kalau begitu ayo kita bawa dia ke rumah sakit.” Sesampaianya di rumah sakit. Mama Rose hanya menunggu di mobil karena dirinya harus menjaga putri Asila yang tak lain adalah cucunya. Lelah tubuhnya membuat mama Rose ingin menikmati bersantai sejenak, apalagi cucunya itu sedang tertidur pulas. *** “Di mana Saya?” ucap Nirma saat membuka matanya. “Di rumah sakit,” jawab Hendra di sampingnya. Nirma merasa sebagian kepalanya terasa sakit. Dia terdiam dan menatap laki-laki yang berada di sampingnya itu terasa tak asing. Nirma mencoba mengingat akan memorinya yang telah lalu. Wajah laki-laki itu sangat familiar baginya. Namun Nirma masih belum bisa menjawab pertanyaannya . Hingga dokter menyampaikan bahwa pasiennya itu sudah boleh pulang. Hendra pun segera menyelesaikan administrasi. Setelah itu kembali membawa wanita yang membuatnya harus berbagi kebaikan hari itu. Memamsuki mobil Hendra Nirma menatap wajah seorang wanita paruh baya yang mengingatkan sebuah pertemuan dengannya. Nirmala ingat bila dialah yang menggendong bayi kecil saat ditinggal wanita yang menurutnya seusia ibunya itu ke kamar mandi. Nirmala berbalut senyum. Mama Rose pun demikian. Dia sangat mengingat wajah Nirma saat menatapnya lamat-lamat. Pertemuan tak di sengaja itu kini kembali terulang untuk yang kedua kalinya. “Kamu gadis yang waktu itu di restoran, kan?” “Iya, Tante. Saya Nirma.” Nirmala mengulurkan tangannya. Dia memperkenalkan diri dan disambut dengan lembut oleh tangan mama Rose beserta dengan senyum indah yang mengiringi. “Saya mama Rose.” Nirma kemudian terdiam dan kembali dihujat dengan pemikiran-pemikirannya. Kini saatnya dia akan diantarkan ke suatu tempat yang dia mau. Nirma seolah bingung. Akan menuju ke mana kakinya. Di tempat kos sangat besar resiko yang akan dihadapi. Di rumah Nuna sepertinya juga tidak. Nuna sedang tak enak hati dengannya. Nirma terus saja memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. “Nirma sedang mau menikah?” tanya mama Rose. “Lebih tepatnya dipaksa menikah, Tante,” jawab Nirma. “Sekarang kami antar ke mana?” tanya Hendra. “Saya bingung, Pak.” “Kenapa?” “Saya tidak punya tempat tinggal. Saya dulu tinggal di kos dan Saya tidak mau kembali ke sana, karena pasti laki-laki yang akan menikahi saya bisa saja mencari Saya ke sana, Saya tidak mau.” “Kalau begitu untuk sementara, Kamu bisa tinggal di rumah Tante,” pinta mama Rose. “Tapi, Ma?” sangkal Hendra. “Hanya sementara, lagian Nirma nanti bisa bantu Tante untuk jaga Asila, kan? Bagaimana Nirma?” Nirma pun mengangguk setuju. Dia tak tahu harus berpikir bagaimana lagi. Dengan cepat Hendra pun segera menginjak gas dan melajukan mobilnya menuju ke rumah. *** Roy mencoba menghubungi Rosma berkali-kali. Namun panggilan itu ditolak. Roy pun merasa sangat kesal. Keadaan seperti ini tak pernah dibayangkan sebelumnya. Roy mengerahkan beberapa anak buahnya untuk mencari Rosma dan juga Nirma. Entah siapa yang akan ketemu dulu, itulah yang akan ditemui Roy. Sekarang dia tak bisa berharap banyak. Pernikahan yang sudah direncanakan kini gagal karena Rosma. Namun di lubuk hati terdalam. Roy tak membenci Rosma. Dia masih sangat mencintai dan menyayangi cinta pertamanya itu. “Pak Bos, saya tahu di mana keberadaan Bu Rosma.” “Cepat share lokasinya ke Saya, Saya akan segera kesana.” “Baik bos.” Tak lama Roy pun bisa melihat Rosma yang sedang tersedu seorang diri di sebuah taman yang luas nan hijau. Dia menikmati kursi panjang berwarna putih itu seorang diri. Hatinya terasa sangat sakit. Pengorbanan yang dilakukannya sudah tak bisa dihargai lagi oleh kekasihnya. Meninggalkan suami dan bayinya, hanya demi laki-laki yang dicintainya. Namun kini kenyataan seakan merobek hatinya. Rosma terisak. Seseorang menyodorkan tisu padanya. Rosma terkejut saat menatap wajah laki-laki di sampingnya itu. Dia adalah Roy. Laki-laki yang paling dicintai, kini telah menorehkan luka di hatinya. Rosma sangat geram, dia ingin berlari. Namun Roy segera menarik tangannya. Mereka pun kini bertemu dalam tatapan kasih yang tak bisa dibohongi. “Tenang dulu, Kamu harus tahu alasan mengapa Aku harus menikahi gadis itu.” Roy mencoba memberikan penjelasan pada Rosma. Namun kemarahan Rosma seakan menyulitkan perasaannya untuk kembali percaya pada kata-kata manis sang kekasih. “Dengarkan Rosma! Dia adalah gadis yang akan membuat Mamaku tersenyum jika Aku menikahinya, namun Aku sama sekali tak menaruh hati padanya. Ini hanya sebuah misi.” “Mama? misi?” “Kamu tahu bila Mamaku sudah meninggal? Dan Aku punya misi dalam pernikahan ini. Bukan tentang cinta yang tulus. Seperti Aku mencintaimu.” “Lalu apa?! Kamu bilang pulang ke Jakarta karena kerjaan, nyatanya! Kamu akan menikah dengan gadis sialann itu!” Roy mendekat ke arah Rosma. Dia membisikkan suatu penjelasan padanya. Rosma pun mendengarkan dengan serius. Tak lama penjelasan itu pun telah selesai disampaikan Roy. Rosma sedikit menyungging senyum lalu memeluk kekasihnya. *** “Ini beberapa baju yang bisa Kamu pakai, Nirma.” "Terima kasih." "Setelah ini Bibi akan mengantarkan makanan untukmu, makanlah agar kamu cepat sembuh!" Mama Rose menyerahkan beberapa pakaian miliknya yang dirasa cukup untuk dipakai Nirma. Dia mengantarkan Nirma di sebuah ruangan untuk digunakan istirahat. Hendra yang menunggu di taman belakang merasa aneh dengan keputusan mamanya. Mama Rose terlihat sumringah. Dia mencari Hendra untuk sekadar membicarakan sebuah rencana yang akan diusulkannya. “Mama, Saya mau bicara,” ucap Hendra. “Ternyata di sini, Mama juga mau bicara sama Kamu.” “Mama kenapa menyuruh perempuan yang tak dikenal itu tinggal di sini?” “Bukannya itu bisa meringankan kita?” “Hendra hanya tak mau berurusan dengan masalahnya, Mama tahu kan? Dia bukan siapa-siapa?” “Masalahnya dia akan berakhir, jika kita membantunya.” “Dia itu bukan kerabat kita, Ma. Kalau hanya dibantu dengan doa oke saja, tapi kalau dengan tenaga, uang atau apalah itu, Hendra tak mau!” “Sudahlah, ini keputusan mama, karena hanya Nirma yang pantas untuk menjadi pengasuh Asila.” “Mama tahu dari mana kalau dia pantas, Ma!” “Karena mama sudah pernah ketemu dia sebelumnya, bagaimana dia bisa menidurkan dan membuat Asila nyaman saat digendongnya.” “Masih banyak baby sitter yang lebih pengalaman daripada dia, Ma.” “Tapi yang bertahan lama di sini ada? Mereka tak akan betah tinggal bersama majikan seperti Kamu, Hendra.” “Tolonglah, Ma. Pikirkan lagi!” “Tidak, ini sudah jadi keputusan Mama dan tak ada yang bisa menolaknya!” Mama Rose berlalu dengan cepat. Meninggalkan Hendra yang sedang tersulut api kemarahan. Tanpa disadari dari balik jendela kamar yang ditempati Nirma. Dirinya mengetahui semua pembicaraan anak dan juga sang mamanya itu. Bulir air mata Nirma menetes. Dua orang dengan keputusan tak sama. Nirma akan sulit menyesuaikan diri denga kondisi yang tak searah itu. bayangan menjadi pengasuh bayi tak pernah terpikirkan. Dia hanya ingin menjadi guru anak-anak, bukan seorang baby sitter. Nirmala terduduk kaku. Pikirannya bercampur aduk. Bahagia sekaligus sedih kini telah menyelimuti. Sembari dia telah menyadaribahwa Mahendra adalah bos dari sahabatnya. Dan sekarang Nirma pun menelaah bahwa Asila adalah bayi yang telah ditinggal pergi oleh mamanya. Melihat kenyataan itu. Hati Nirma luruh. Bayi itu tak bersalah. Kini dia menjadi korban permasalahan orang tuanya. Ada sebuah bisikan di hatinya. Nirma akan mencurahkan kasih sayangnya untuk bayi yang tak berdosa itu. Dia akan menjadikan bayi itu seorang anak yang hebat. Nirma tak akan membuat mama Rose yang sudah membelanya di depan Mahendra.   ^Cengkir^ "Urip iku urup." (Hidup itu harus memberi manfaat bagi orang lain, meskipun maanfaat itu sangatlah kecil)    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD