Nuna harus menyesali setiap partikel yang menyesaki dadanya. Laki-laki yang datang di malam itu. ternyata hanya sebatas ingin tahu kondisi fisiknya. Sebuah perjalanan cinta yang rencana akan dimulainya pun hanya berupa angan-angan yang tak bisa terjawab.
Mendamba sebuah keseriusan dalam hubungan. Namun nyatanya tak mudah untuk bisa mengubah sesuatu menjadi suka dalam keseluruhan. Setelah bertukar nomor ponsel. Ternyata itu hanya sebuah formalitas belaka. Nuna menelan kekecewaan. Kini dilihatnya laki-laki itu telah memblokir kontaknya.
Namun harapan hanya sebuah doa yang bisa dipanjatkan. Karena sejatinya semua hanya akan mendapat keputusan dari sang Maha adil. Nuna menyeka air matanya yang jatuh. Tak ingin larut dalam kesedihan.
Laki-laki yang diharapkannya itu adalah sosok yang tepat menurutnya. Secara fisik sangat sempurna. Lalu etikanya menunjukkan sebagai laki-laki yang berpendidikan tinggi. Menghapus pikiran itu dengan cepat. Nuna tak mau berharap lagi, pada seseorang yang hatinya buka untuk dirinya.
***
Keluarga Mahendra masih menghadapi situasi yang sulit. Mencari pengasuh anaknya namun tak ada yang cocok. Agen penyalur baby sitter pun sudah mengirimkan utusannya. Namun sayangnya tak ada yang bertahan lama. Sehari masuk, sehari itu pun keluar.
“Bagaimana kita bisa mendapatkan pengasuh anakmu?” ucap mama Rose.
“Hendra tetap akan mencari cara, Ma. Menghubungi kembali agen penyalur. Supaya Mama juga tidak kerepotan.”
Mama Rose menghentikan pembicaraan itu ketika Asila menangis. Segera menuju ke kamar sang bayi mungil itu. sedangkan Hendra tetap pada tatapan garang. Cintanya pada Rosma pun seolah berubah.
Meninggalkan sang anak dengan sengaja membuat Hendra seakan membalikkan hatinya. Bencinya sekarang telah menyelimuti. Rasa tak tega pada Asila mnegantarkan sebuah hasrat untuk segera menandatangani surat perceraian dengan istrinya itu.
Hendra menuju kamarnya. Menghubungi pengacaranya untuk membantunya dalam masalah perceraian ini. Hendra tak mau lagi mengharapkan Rosma. Sakit hatinya menggunung seiring dengan kondisi Asila yang sangat menguras emosi jiwanya.
***
Berkali-kali Nirma mencoba untuk menghubungi Nuna. Tapi panggilan itu ditolak. Sepertinya Nuna memang sedang sangat marah padanya. Nirma hanya ingin mengucapkan permintaan maaf. Namun beberapa kali Nirma menelepon. Nuna tak bergeming sedikit pun.
Layar ponsel itu hanya dilihat. Lalu tombol berwarna merah itu disentuhnya. Nuna tak ingin diganggu. Hari libur ini dia hanya mengurung diri di kamar. Hatinya sedang tergores. Masalah sedang datang untuk memberi pelajaran baginya.
Dua orang laki-laki datang di tempat kos Nirma. Mereka mengatakan sebagai anak buah tuan tanah, menjemput Nirma untuk segera melangsungkan pernikahan dengan anaknya. Nirma hanya diam menerima. Meski seluruh hatinya menolak, namun tak ada daya upaya untuk melawannya.
Mobil mini bus itu membawa Nirma. Kedua laki-laki itu pun sama mengunci mulutnya seperti Nirma. tak lama mobil itu pun berhenti di sebuah salon. Nirma menatap keheranan.
“Kenapa berhenti di sini, pak?”
“Ini perintah!”
Nirma dan satu laki-laki itu turun dari mobil. Keduanya masuk ke dalam salon. Seperti sudah diatur dengan baik. Karyawan salon segera menggandeng Nirma. sebuah ruangan dipesan khusus. Nirmala tak tahu akan diapakan dirinya.
Namun tak banyak bertanya. Ditangan seorang yang handal. Wajah Nirma berubah menjadi sangat cantikan. Polesan make up itu membuat mata yang menatapnya pun terpikat. Kini giliran rambutnya yang harus dibuat lebih manis. Nirma pun tak bergeming. Dia hanya diam dengan hati yang berkecamuk tajam.
Setelah riasan dan gaya rambut selesai. Sebuah gaun pun dikeluarkan dari lemari gantung. Nirma diminta untuk memakainya. Awalnya Nirma menolak, namun saat menatap laki-laki yang mengantarkannya Nirma tak bisa melakukan apa yang dimaunya.
Kini setelah kurang lebih satu jam. Nirma telah berubah menjadi seoran putri cantik. Parasnya begitu menawan. Sangat berbeda dengan kesehariannya tanpa sentuhan rias. Kini mobil itu kembali lagi melaju.
***
Roy sudah tiba di Jakarta. Setelah sehari membujuk sang kekasih untuk tinggal seorang diri di Swiss. Kini wajah Roy seakan sumringah. Dijemput sang asisten untuk cepat pulang. Dirinya tak mengulur waktu lagi.
Sesampainya di rumah. Telah ada permaisuri yang menunggunya di sebuah tempat ijab qabul. Dia tak lain adalah gadis cantik bernama Nirma.
Mata Roy tak berkedip melihat gadis itu. Seperti ada getaran yang membelenggunya. Rumahnya sepi. Hanya ada lima orang yang ditugaskan untuk mengantarkan pernikahannya.
“Mandi dulu sana.”
“Iya, Pa.”
Sedari tadi Nirma hanya menunduk dengan bermain ponselnya. Dia tak tahu seorang laki-laki yang baru datang itu adalah calon suaminya. Dia hanya ingin mencari kegiatan yang bisa mengurangi mirisnya hati.
Nirma tetap dengan layar ponsel yang menyala. Pikirannya tabu tentang pernikahan yang akan digelar ini. Seperti mimpi buruk yang membelenggu diri. Tak bisa lari dengan mudah. Terjerat sebuah keputusan yang menentukan tentang jalan hidupnya.
Roy sudah berpakaian rapi. Berjalan menuju ke satu kursi yang telah disediakan di samping Nirma. saat Roy duduk. Nirma terkejut dan dia segera menatap laki-laki yang tak dikenalnya itu. Tatapan Nirma hanya sebentar. Dia hanya sebatas tahu jika laki-laki yang duduk di sampingnya itu adalah calon suaminya.
“Hai, Nirmala. Aku Roy.”
Nirma tak bersemangat. Dia tak menjawab kata-kata Roy. Dia kembali saja menatap lantai bersih di bawah kakinya. Meski dia tahu bahwa Roy bukan laki-laki yang buruk. Dia cukup tampan dengan kulitnya yang sedikit hitam. Namun pesona Roy tak kalah layaknya laki-laki kaya dengan segala kemewahannya.
Nirmala tetap saja menundukkan kepalanya. Bahkan saat penghulu akan memulai acara pernikahan itu. Tiba-tiba saja air matanya jatuh. Dia sangat tak menyangka keadaan ini akan merajuk hatinya. Sesaat penghulu pun siap dengan ijab qabul yang akan diikrarkan.
Tinggal hitungan detik. Status Nirma akan berubah menjadi seorang istri. Dia akan meninggalkan masa mudanya dengan penyesalan yang akan terus menghantuinya. Para saksi telah duduk di kursinya. Wali hakim pun telah bersiap.
Nirma ingin lari sejauh mungkin. Namun dirinya seolah tak kuasa melawan keadaan yang sangat sulit dipecahkan sendiri. Jantung Nirma maraton berdegup dengan sangat cepat. Dirinya tak tahu bagaimana menyikapi sesuatu yang membuatnya terus menitikkan air mata.
Saat sang penghulu memulai ikrarnya. Nirma kembali menunduk. Dia tak berani menatap keadaan. Dan telinganya mendengar Roy telah berucap sedikit kata sebelum menyelesaikan kalimatnya. Tiba-tiba saja ada wanita masuk dan membuyarkan prosesi khidmad itu.
“Tunggu, pernikahan ini tidak boleh terjadi!”
Sosok wanita tinggi dengan rambut ikal panjang itu menatap dengan jalang. Nirma terasa sangat bahagia dengan wanita misterius yang sama sekali tak dikenalnya. Nirma berdiri dari kursinya. Sedangkan Roy menuju ke arah wanita itu dan berbicara di belakang dinding.
“Pak, maaf, saya mau ke kamar mandi dulu.”
Nirma mengambil kesempatan. Dia ingin mengulur waktu agar tak cepat terwujud mimpi buruk itu. pergi ke kamar mandi pun harus dikawal. Nirma yang terbesit sebuah pikiran untuk kabur terasa sulit untuk dilakukan.
“Rosma, apa yang Kamu lakukan di sini?”
“Seharusnya Aku yang tanya padamu, Roy. Kenapa Kamu mau menikah dengan gadis itu!”
“Itu urusanku!”
“Tidak, kamu tak bisa menduakan Aku, Kamu harus menikahi Aku Roy, bukan wanita itu.”
“Aku tetap akan menikahi Kamu Rosma. Tapi setelah Kamu bercerai dengan suamimu.”
“Tapi Aku tak mau ada wanita lain di hidup kita nanti, Roy.”
“Tenang saja, Aku akan tetap memprioritaskan Kamu daripada dia.”
“Tidak. Aku tidak mau ada wanita lain!”
Perdebatan mereka terus saja berlangsung dengan sangat alot. Roy tak pernah menduga jika Rosma akan mengikutinya pulang ke Jakarta. Rosma memang sengaja membuntuti Roy, karena dia merasakan hal yang aneh dengan sikap Roy yang sedikit seperti menutupi sesuatu darinya.
***
“Nirmala, cepa keluar!”
“Sebentar, Pak. Saya belum selesai.”
Nirmala mengunci diri di kamar mandi. Dia telah mencari cara bagaimana bisa kabur dari tempat terkutuk itu. Ada jendela kecil yang terletak di atas hampir menyentuh genteng. Jika Nirmala kabur. Dia harus naik dan memcehkan jendela kaca itu.
Namun Nirma bingung bagaimana bisa membuat pengawal di luar tak mendengar suara pecahan kaca yang nanti akan dilakukannya. Nirmala pun mendapatkan sebuah ide. Dia membuka pintu kamar mandi.
“Pak. Ternyata saya sedang datang bulan. Saya butuh pembalut, tolong carikan untuk saya!”
Pengawal itu pun segera pergi untuk memenuhi perintah Nirmala. Kini saatnya Nirmala beraksi. Dengan bantuan gayung dan juga besi kecil di pojok pintu. Nirmala bisa memecahkan kaca jendela itu dengan mudah.
Kini dirinya pun harus bisa keluar melalui jendela itu. Nirmala yang memakai gaun pernikahan itu pun merasa kesulitan membawa tubuhnya untuk segera naik melewati jendela. Tiba-tiba terdengar suara pengawal memanggilnya. Sepertinya pesanannya sudah dibawakan oleh sang pengawal. Kini Nirmala terjerat waktu. Pengawal itu terus memanggil-manggil namanya.