Selesai beli beberapa makanan. Amera dan Bella kembali lagi ke asrama dia. Mereka tidak berhenti terus berbicang saling meledek satu sama lain.
"Amera! Sepertinya ada yang mengikuti kita." ucap Bella, memegang tangan Amera. ia menghentikan langkah kakinya. Melirik kr belakang sembari begidik takut.
"Apa, sih, Bella. Udah deh.. Jangan parno!" Amera mendorong tubuh Bella sedikit menjaga jarak dengannya.
"Ara beneran, aku lihat ada seseorang di belakang. Dia mengikuti kita dari tadi."
"Jangan kebanyakan nonton film horor," ledek Amera. "Itu sih, mata kamu tiap jam selalu lihat film horor kalau di asrama. Lebih baik lihat film pembunuhan. Pasti lebih.. wow." Amera meragakan dengan ke dua bahu tertarik ke atas bersamaan.
"Apaan.. Sama aja.. itu lebih mengerikan tahu..." umpat kesal Bella. Menguntupkan bibirnya.
"Mengerikan jika di tolak oleh laki-laki..." goda Amera ia berlari pergi meninggalkan Bella. Sembari tersenyum menggoda.
"Gimana bisa tahu kalau aku di tolak laki-laki.." Bella mengangkat kepalanya berlari mengikuti Amera.
"Amera... kamu kenapa bisa tahu.. apa kamu diam-diam mata-matain aku."
"Ogah, juga mata-matain kamu. Lebih baik aku laksanakan tugas dari boss." jawab Amera berjalan normal kembali.
"Oh, ya! Boss bilang ingin bertemu dengan kamu."
Bella menarik dua sudut bibirnya. Seketika dia tersenyum lebar; meraih tangan Amera. "Kamu yakin?" tanya Bella memastikan.
"Yakin! Dia mau beri kamu hadiah.."
"Waahh... Aku gak nyangka akan dapat hadiah dari dia.. Emm.. Aku senang banget hari ini." Bella membalikkan tubuhnya cepat.
Amera hanya diam, memalingkan wajahnya. Sesekali dia tersenyum paksa. Dia niat ngerjain tapi malah temannya itu salah paham.
"Kamu tahu gak hadiahnya apa?" tanya penasaran Bella. Memegang lengan Amera, laku menarik-nariknya pelan tangannya.
"Hadiah tugas baru."
Bella melepaskan tangan Amera. Bibirnya mengerucut. Dengan ke dua kata merembak menatap kesal Amera. Memalingkan wajahnya.
"Kalau mau hadiah lebih.. Minta langsung sama dia.. Kalau dia suka bakalan di kasih.."
"Boro... boro suka, melihatku saja gak pernah. Dia malah sering melirik kamu." Bella menatap Amera. "Atau jangan-jangan... Kalian punya hubungan."
"Ngaco kamu.." Amera mengibaskan tangannya tepat di depan bibir Bella. Lalu melangkahkan kakinya pergi lebih dulu meninggalkan Bella.
Srrekkk... Srekkk...
Langkah Bella dan Amera terhenti saat mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya. Bahkan kaki itu tertuju pada semak-semak di sampingnya. Amera menoleh cepat. Seketika dia meraih senjata kecil di saku lututnya. Dan Amera memasang kuda-uda kakinya, bersiap untuk menyerang ke dua matanya berkeliling was-was.
"Siapa di sana?" tanya Amera tajam. Ia mengernyitkan matanya mengatami situasi di sekitar.
"Keluarlah!" saut Bella meninggikan suaranya. Dia berjalan ke depan, mengobrak-abrik semak-semak di kiri tempat dia berdiri dengan kaki kanannya.
"Gak ada siapa-siapa," ucap Bella.
"Hati-hati... Kita juga hatus waspada." gumam Amera.
Plok... Plok... Plok...
Suara tepuk tangan yang begitu nyaring di telinganya. Di iringi hentakan kaki beberapa sepatu yang melangkah le arahnya. seketika membaut Bella dan Amera berdiri tegap, menoleh kompak ke sumber suara.
"Siapa kalian?" tanya Amera. Dengan tangan sudah menodongkan senjata api tepat di dahi laki-laki paruh baya yang berdiri dengan stelan jas hitam. Berpakaian sangat rapi, dengan rokok yang masih menyala di sela jari tangan kanannya.
Laki-laki itu tersenyum tipis. Menyingkirkan senjata itu dari dahinya. "Jangan buru-buru menodongkan senjata." ucap laki-laki itu.
"Apa maumu?" tanya Amera lagi.
"Kamu memang tidak kenal denganku. Tapi sekarang aku akan perkenalkan diriku." laki-laki paruh baya itu mengulurkan tangannya. Menarik satu sudut bibirnya.
"Aku Delmon," tegasnya.
"Gak usah basa-basi. Apa sebenarnya maumu?" tanya Amera judes. Menepis tangan laki-laki di depannya.
Laki-laki itu terkekeh. "Iya... oke!" ucapnya menganggukan kepalanya. Dengan bibir yang mulai menghisap rokok, ia tiupkan gumpalan asap itu tepat di wajah Amera.
"Uhuk.. Uhuk.." Amera mengibaskan tanganya mencoba membuang asap rokok yang hampir saja dia hirup. Ia menutup hidungnya. Mengindari bau asap rokok yang menyeruak masuk ke dalam pernciumannya.
"Dasar aneh!" pekik Bella berjalan mendekat.
"Aku hanya ada urusan dengan kamu. Amera." laki-laki itu meraih rambut Amera. Di tepis cepat olehnya.
"Jaga batasan kamu, laki-laki tua bangka!" umpatnya kasar.
"Oke.. Oke.." laki-laki itu menepuk pundak kiri Amera dan berbisik pelan. "Tapi kalau kamu mau tahu tentang kematian kakak Verdino, kamu. Pergilah, dekati anakku." ucap laki-laki itu singkat, tanpa menjelaskan panjang lebar. Dia beranjak pergi dengan beberapa pengawal di belakangnya.
Amera di buat bingung dia hanya diam, mendengar nama kakaknya. Hatinya mulai bergetar mengingat tentang masa lalu dengan kakaknya. Dia masih menyimpan bekas terluka dan dendam yang belum sembuh. Tak terasa air mata mulai menetes. Membayangkan gimana sadisnya kakak dia di bunuh saat dia belum cukup umur. Dulu dia hanya bisa menatapnya, bagi umur dia yang masih kecil hanya bisa menonton pertunjukan mengerikan tanpa berani melawannya. Hal itu yang membuat Ara menjadi wan8ta tangguh. Untuk membalas dendam semuanya. Dia belajar segala hal, dengan ayahnya. Belajar bela diri. Bahkan, ahli dalam strategi. Meski begitu, dirinya terlihat begitu gemetar takut. Di saat berhadapan dengan nama kakaknya, hal yang membuat dia terpuruk akan pembunuhan kakaknya. Ingatan itu masih tersimpan jelas di dalam otaknya.
"Ara, apa yang di katakan laki-laki itu?" tanya Bella menepuk pundak Amera dari belakang.
"Kakakku?"
Bella berdiri di depan Amera, memegang ke dua bahunya. "Apa yang dia katakan? Apa dia yang membunuh kakak kamu? Atau dia tahu semua dalangnya?" tanya tanpa jeda Bella, menggoyang-goyangkan tubuh Amera yang hanya diam tertunduk seperti orang yang membisu.
Amera menghela napasnya. "Aku juga gak tahu... Sepertinya aku harus cari tahu tentang dia. Dan anaknya." Amera berjalan cepat meninggalkan Bella yang masih berdiri di belakangnya.
"Bella, apa yang kamu katakan? Kamu mau cari tahu kemana? Gak mungkin kamu mengejar dia, kan?" tanya Bella dengan nada cepat sedikit menaikan nada suaranya satu oktaf. Sembari berjalan cepat mengikuti Amera.
"Ara... Udah jangan cepat-cepat jalanya. Kamu tahu sendiri aku lapar. Tapi kamu jalan udah kayak kereta aja, gak ada remnya." decak kesal Bella, seketika dia ngos-ngosan. Mengikuti jalan Amera yang sudah jauh di depannya.
Amera membalikkan badannya. Berjalan mundur.
"Cepetan! Aku tunggu kamu bertemu dengan boss sekarang." ucap Amera, dengan jari tangan membentuk 'oke'.
"Iya... Tapi..Ara.." Bella menghela napasnya, membungkukkan badannya.
"Padahal aku mau makan dulu... Sebelum bertemu boss tambah grogi nantinya." gerutu Bella menghela napasnya kesal.
***
Pov Delmon.
Di dalam mobil warna hitam pekat. Delmon dan para pengawalnya mengamati dari jauh wanita yang baru saja dia temuinya tadi. Apa yang dia lihat sudah sesuai dengan rencana liciknya.
"Tuan, apa anda yakin memberi tahu dia?" tanya ajudan yang sangat dekat dengan tuan Delmon.
Tuan Delmon terkekeh kecil. "Aku yakin! Biarkan saja mereka bertemu nantinya. Tapi dia akan mengira jika pembunuhnya adalah anak ku. Tapi, itu tak masalah bagiku."
"Tapi, gimana jika tuan nanti kenapa-napa?"
Delmon mengangkat kepalanya melotot tajam. Membuat ajudan di depannya hanya diam tertunduk. "Jangan pernah pikir anak aku akan dengan mudah kalah."
"Iya, tuan! Maaf!"
"Aku sudah merencanakan semuanya. Jika mereka dekat. Aku akan dengan mudah mendapatkan apa yang dia sembunyikan selama ini." lanjut Delmon, ia menarik ujung bibirnya tipis. Lalu tertawa terbahak saat membayangkan harta itu ada di tangannya.
Aku akan begitu mudah mendapatkannya.