Ketahuan

1120 Words
Setelah sampai di rumah, Rahmat langsung masuk ke dalam dan mandi, juga mengganti pakaiannya, karena selama perjalan dari perpustakaan daerah ke rumahnya, hujan turun deras sekali. Ketika selesai mandi, Rahmat dipanggil ke ruangan Pak Barsah, karena ternyata Pak Barsah tadi mendengar Gazi memanggil namanya, tetapi pintu kamar Gazi dikunci dari luar, sementara kunci kamar Gazi dibawa oleh Rahmat, “Rahmat, duduk. Bapak mau tanya, itu kamar Gazi kamu kunci dari luar? Kenapa?” Rahmat yang kebingungan ditanya seperti itu, mencoba mencari alasan agar Pak Barsah tidak curiga dengan keadaan Gazi. Pak Rahmat kembali menanyakan alasan Rahmat kenapa mengunci Gazi dari luar, “Rahmat, jujur sama Bapak, ada apa sebenarnya dengan Gazi, dengan kalian? Apakah kalian bertengkar? Kenapa kamu mengunci Gazi dari luar?” ah, iya, itu alasan bagus, “Benar, Pak. Kemarin, ketika saya memberikan makan siang ke Gazi, dia marah sama saya, dia ngamuk. Masalahnya, ya, adalah, Pak, namanya juga anak muda. Jadi karena kesal, saya kunciin aja dia di dalam jadi dia gak bisa nguber saya keluar. Tapi saya kelupaan, karena setelah nganterin makan siang ke Gazi, saya langsung ke perpustakaan daerah, jadi kamar Gazi masih terkunci ketika saya pergi. Sebenarnya kuncinya ada di kamar saya.” Dengan tatapan yang masih belum paham, Pak Barsah mengangguk-anggukkan kepalanya, entah alasan itu masuk di akalnya atau tidak, yang pasti, Rahmat sudah mengutarakan hal yang semaksimal mungkin bisa dia sampaikan. Rahmat lalu bertanya, “Memangnya Gazi teriak atau apa gitu, Pak, minta dibukain pintunya? Kok sampai Pak Barsah tau?” Pak Barsah kemudian mengangguk, “Iya, tadi ketika Bapak pulang dari toko, Bapak mendengar Gazi berteriak dari kamarnya, manggil kamu dan minta dibukain pintu. Untung aja, Bapak nyimpen kunci cadangannya. Lain kali, kalo sedang bertengkar jangan sampai kelewatan seperti itu, ya. Kasihan, Gazi, dikunci di kamar selama itu. Untung tadi Bapak mendengarnya, kalo gak, mungkin sampai malam gini dia masih di dalam kamar dan terkunci.” Rahmat mengangguk, “Baik, Pak. Maafkan saya dan Gazi karena kami membuat keributan. Saya ke kamar Gazi dulu, Pak.” Pak Barsah mengangguk, tapi entah kenapa, mungkin Pak Barsah mencurigai sesuatu atau menduga ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi, satu inci lagi Rahmat mencapai gagang pintu, Pak Barsah mempertegas hal yang mungkin menurutnya aneh, “Rahmat, kamu dan Gazi tidak sedang menyembunyikan apa pun, tidak menyembunyikan sesuatu tentang keadaan Gazi?” Rahmat menelan ludah, kering, kerongkongannya perih, dia takut ketahuan, tapi dia berusaha tenang dan mengambil napas panjang, memutar tubuh dan kepalanya ke arah Pak Barsah, lalu menjawab pertanyaan Pak Barsah se-santai mungkin, “Ti-tidak, Pak. Saya dan Gazi tidak menyembunyikan apa pun.” Pak Barsah mengangguk, walaupun jelas terlihat dari wajahnya jelas mengguratkan ada sesuatu yang masih mengganjal dan menyiratkan tanda tanya. Setelah keluar dari ruangan Pak Barsah, Rahmat langsung bergegas ke kamar Gazi, dia tidak menemukan Gazi di situ. Dia memanggil Gazi, pelan, “Gazi, kamu di mana. Gazi, jangan bikin aku bingung, kamu di mana?” tidak ada yang menjawab, hanya terdengar bunyi air mengalir dari dalam kamar mandi, Rahmat berinisiatif mengetuk pintu kamar mandi, tidak ada yang menjawab juga, dengan sekali putar gagang pintunya, Rahmat berhasil membuka pintu kamar mandi tersebut, terlihat Gazi di situ. Rahmat terkejut melihat Gazi yang ada di dalam bak mandi, kulitnya terlihat pucat, dan bibirnya sudah membiru, Rahmat langsung berteriak, “Gazi, Gazi. Bangun, kenapa kamu seperti ini, apa sih yang kamu pikirkan?” tidak ada jawaban dari Gazi, tubuhnya sudah membeku. Rahmat langsung mengangkat tubuh Gazi dan membopongnya ke kasur dengan susah payah. Rahmat mencoba memanggil siapa saja yang bisa membantunya, “Tolong, Pak, Bu, tolong, Gazi …” sambil Rahmat menggantikan baju Gazi, kemudian menyelimuti Gazi dengan beberapa tumpuk selimut, Gazi masih belum juga bergerak. Pak Barsah dan istrinya yang mendengar suara teriakan Rahmat, bergegas ke arah suara Rahmat tersebut dan melihat Rahmat sedang menangisi Gazi sambil terus mengguncang-guncangkan tubuhnya. Melihat hal tersebut, Bu Barsah berteriak, “Gazi, kamu kenapa, Nak, Gazi, bangun …” Pak Barsah yang melihat istrinya ikut kalut, mencoba menenangkan Bu Barsah, “Tenang dulu, Bu, tenang. Gazi gak kenapa-kenapa, dia hanya pingsan, aku suruh supir panggil Dokter Tesar, ya.” lalu Pak Barsah memanggil asisten rumah tangganya untuk menyampaikan ke supir agar menjemput Dokter Tesar di rumahnya, “Bi, tolong bilang ke pak supir untuk menjemput Dokter Tesar di rumahnya, nanti saya teleponin Dokter Tesar dari sini.” Asisten rumah tangga tersebut mengangguk, langsung melesat ke garasi, tempat pak supir berada, dan Pak Barsah menelepon Dokter Tesar memberitahu bahwa sang dokter akan dijemput oleh supir pribadinya, “Malam, Dokter Tesar, maaf mengganggu malam-malam begini, saya Barsah. Tolong ke rumah saya, ya, Dok. Anak saya tiba-tiba pingsan, sepertinya kedinginan, mohon bantuannya, Dok.” Dokter Tesar menyanggupi permintaan Pak Barsah tersebut. Setelahnya, Pak Barsah kembali ke kamar Gazi dan membantu untuk menghangatkan tubuh Gazi dan mengambil alih tubuh Gazi dari tangan Rahmat dan mencoba untuk menyadarkan Gazi dengan mengguncangkan pelan, tapi kuat, “Gazi, bangun, Nak, Gazi, bisa dengar suara Bapak?” keadaan tersebut berlangsung sekitar lima belas menit, setelahnya, tubuh Gazi mulai menghangat dan tangannya mulai bergerak. Bu Barsah yang melihat hal tersebut antusias sekali, dia langsung menjerit, “Pak, Bapak, Rahmat, Gazi sudah sadar. Gazi … Akkhh, Bapak …” Rahmat dan Pak Barsah yang mendengar Bu Barsah berteriak seperti ketakutan, langsung berlari menghambur ke arah kamar Gazi. Rahmat terkejut, melihat Gazi sudah berdiri di atas ranjang dengan posisi yang terlihat seperti mau menyerang Bu Barsah, Pak Barsah mencoba mengalihkan perhatian Gazi dengan masuk perlahan dan berjalan mengendap-endap ke sisi pintu masuk kamar mandi yang berada di pojok kamar. Keadaan yang kacau semakin tidak terkendali ketika Dokter Tesar masuk. Gazi melihat ke arah pintu masuk dan melihat Dokter Tesar di sana, Gazi semakin beringas dan mulai turun dari ranjang seperti sedang menyusun langkah untuk menyerang Dokter Tesar, lalu Pak Barsah memanggil Gazi, “Gazi, di sini.” Kemudian Gazi menengok dengan matanya yang memerah, melotot, dan berlari menghampiri Pak Barsah, Rahmat kemudian menyusul di belakang Gazi dengan membawa baju, untuk menutup mata Gazi, agar dia tidak melihat ke mana-mana. Sementara Rahmat menutup mata Gazi, Rahmat meminta untuk dicarikan tali atau sesuatu yang bisa digunakan untuk mengikat tubuh Gazi, “Tolong, siapa saja, cari tali atau sesuatu untuk mengikat tangan dan kaki Gazi, tolong.” Setelah menunggu beberapa menit dan berjuang untuk tetap bertahan dan sekuat tenaga melawan kuatnya tenaga Gazi yang mencoba berontak dan lepas dari kekangan Rahmat, lalu seseorang, entah Pak Barsah atau Dokter Tesar sudah berdiri di samping Rahmat, dan menjatuhkan tubuh Gazi ke lantai, lalu mengikat tangan dan kakinya. Setelah itu, Rahmat dan Pak Barsah membopong tubuh Gazi yang masih mencoba melepas ikatan tersebut ke ranjang. Semua yang ada di ruangan itu terdiam, bingung, takut, karena keadaan benar-benar sangat mencekam, ruangan kacau dan sangat berantakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD