Rahmat Berjuang Demi Gazi

1030 Words
Hari ini, Gazi belum juga bisa beraktifitas dengan normal. Meskipun dia sudah tidak terlalu agresif mau menyerang siapa saja yang ada di depannya, yang dalam hal ini adalah Rahmat, tapi Rahmat tidak mau mengambil resiko dengan membuka ikatan di tangan Gazi, karena dari raut wajahnya, Gazi masih melotot matanya dengan wajah yang memerah. Pagi ini, ketika Rahmat mau mengantarkan sarapan ke kamar Gazi, Bu Barsah bertanya ke Rahmat, bagaimana keadaan Gazi, “Rahmat, bagaimana keadaan Gazi? Kalo dia belum sehat juga, sebaiknya dibawa saja ke dokter.” Mendengar hal tersebut, Rahmat langsung menggeleng, kalo dibawa ke dokter masalah ini bakal semakin membesar, keberadaan Gazi akan berbahaya. Karena entah apa tanggapan orang-orang di luar sana, maka Rahmat menjawab, “Tidak perlu, Bu. Gazi hanya butuh istirahat sebentar lagi, ini saya bawakan sarapan juga sekalian dengan obat penurun demam. Ibu tenang saja, ya.” dan Bu Barsah akhirnya menyerah, “Baiklah. Tapi kalo ada hal-hal yang membahayakan kesehatan Gazi, lekas kasih tau Ibu atau Bapak, ya. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Lebih baik diobati sekarang, sebelum benar-benar parah, paham, ya, Rahmat?” Rahmat mengangguk dan pamit untuk ke kamar Gazi, “Paham, Bu. Saya ke kamat Gazi dulu.” Sesampainya di kamar Gazi, Rahmat menghidupkan lampu yang ada di dekat pintu masuk. Gazi bereaksi lagi, seperti mau menyerang Rahmat. Tapi begitu lampu dimatikan, Gazi kembali tenang. Akhirnya Rahmat memutuskan untuk menghidupkan lampu kecil yang ada di meja belajar Gazi dan mengarahkan lampu tersebut ke arahnya, dan Gazi kembali tenang. Rahmat mencoba menyuapi Gazi yang masih mengeluarkan suara seperti erangan, “Sarapan dulu, ya. Kamu harus makan …” belum selesai Rahmat menyendokkan makanan untuk disuapkan ke Gazi, dia bersuara, seperti menahan sesuatu, “Pergi dari sini. Jangan sampai aku menyerangmu. Kamu tau, sekarang, melihatmu lebih membangkitkan selera makanku daripada melihat bubur itu, tolong pergi, kunci aku di dalam kamar ini. Jangan masuk dulu, sebelum aku yang mengetuk pintu untuk dibukakan dan keluar,” Ketika bicara begitu, suara Gazi terdengar parau, benar-benar tidak seperti dirinya. Tapi Rahmat bergeming, dia tetap di kamar itu dan bersikeras untuk menyuapi Gazi. Dengan susah payah Rahmat berusaha menenangkan Gazi, “Kuasai dirimu, tenang. Jangan diturutin, dilawan. Ini aku, ingat, aku sahabatmu. Aku akan ada di sini, aku gak akan ninggalin kamu. Sekarang, kamu tenang, kamu harus makan.” Setelah mendengar kata-kata itu, Gazi lebih tenang, sehingga Rahmat berhasil menyuapi makanan yang dibawanya untuk Gazi sarapan. Baru saja beberapa suap Rahmat berhasil menyendoki sarapan ke Gazi, di suapan berikutnya Gazi menyerang Rahmat, dia berhasil menggigit lengan Rahmat. Rahmat yang kaget, langsung menjauh dari Gazi, sambil menangis, Gazi meminta maaf kepada Rahmat, “Maafkan aku, maaf. Aku kan udah bilang tadi, jangan dekati aku dulu. Maaf.” Sambil terus meraung, berusaha menahan diri untuk tidak bertindak brutal, Gazi berusaha keras untuk menahan keinginannya untuk menyerang Rahmat. Rahmat menggeleng dan menjawab perkataan Gazi, “Tidak apa-apa. Aku hanya terluka sedikit. Kamu jangan khawatir, Gazi, seperti janjiku, aku akan terus berusaha mencari info mengenai penyakitmu ini. Aku akan membuatmu sembuh, kamu harus semangat. Sekarang, aku keluar dulu. Kamu di sini, ya. Tenangkan dirimu, nanti siang aku kembali membawa makan siang untukmu.” Gazi diam, tidak menjawab, dia menunduk. Rahmat tau, setengah hatinya Gazi menyesal, setengah lagi dia tidak bisa mengendalikan dirinya tapi Rahmat memahami hal tersebut. Setelah Rahmat keluar dari kamar Gazi, dia bersiap untuk belajar. Tapi sebelum masuk ke ruang belajar, Rahmat bertemu dengan Pak Barsah di meja makan, dia izin setelah belajar nanti, mau pergi ke perpustakaan daerah, “Pak, setelah belajar nanti, saya izin mau ke perpustakaan daerah, ya, Pak. Ada buku yang mau saya cari, untuk lebih memahami pelajaran.” Pak Barsah meng-iya-kan dan meloloskan permintaan Rahmat, “Boleh, nanti pergi sendiri, berani? Naik sepeda aja, ya. Jangan naik angkutan umum.” Rahmat mengangguk, karena perpustakaan daerah tidak terlalu jauh dari rumah mereka, karena rumah Pak Barsah berada di kawasan kota, “Baik, Pak. Terima kasih. Saya ke ruang belajar dulu, Pak, Bu Intan sudah ada datang.” Ucap Rahmat setelah pamit dan berjalan masuk ke ruang belajar. Setelah belajar hari itu, Rahmat memang berniat untuk ke perpustakaan daerah, karena dia mau mencari tau, penyakit apa yang sedang diidap oleh Gazi, dia penasaran akan pengobatan yang bisa ditempuh, apakah ada orang atau pesakitan lain yang juga mengidap penyakit yang termasuk aneh tersebut selain Gazi. Maka siang itu, setelah mengantarkan makan ke Gazi dan bilang bahwa dia akan ke perpustakaan daerah, Rahmat berpesan pada Gazi untuk tidak membuat keributan atau memancing rasa penasaran orang lain untuk datang ke kamarnya, “Setelah ini, aku mau pergi ke perpustakaan daerah. Kamu jangan ke mana-mana, ya. Tolong tahan sedikit sakitmu dan kecilkan suaramu, jangan sampai ada yang penasaran dan justru ke kamar ini. Aku akan mencari bahan bacaan untuk mengetahui penyakit apa yang sedang kamu idap. Kasih aku waktu, kamu akan sembuh, ya, Gazi.” Gazi diam, tidak bicara apa pun, menunduk, dan hanya menganggukan kepala. Setelah membereskan sisa makan siang Gazi, Rahmat langsung bergegas dan meluncur ke perpustakaan daerah, seperti rencananya tadi. Begitu masuk, dia diminta untuk membuat kartu anggota, dan membayar uang iuran anggota juga. Setelahnya dia mulai mencari buku-buku yang berhubungan dengan kesehatan, penyakit-penyakit aneh, sampai ke deretan ilmu santet, perdukunan, dan pengobatan tradisional. Beberapa buku ada yang mengatakan penyakit itu adalah kutukan, ada juga yang bilang bahwa penyakit yang dialami Gazi adalah teluh kiriman orang yang tidak suka sama dia. Tidak ada yang masuk di akal Rahmat tentang penyakit ini, dia masih penasaran, dan terus mencari beberapa buku yang kira-kira berhubungan dengan penyakit yang mirip atau hampir sama dengan yang dimiliki Gazi. Hari sudah sore banget, matahari sudah turun jauh, dan langit mulai gelap, perpustakaan itu juga sudah mau tutup, tapi sampai saat terakhir pun, dia tidak menemukannya. Rahmat akhirnya menyerah hari ini, sudah terlalu sore dan dia tidak memaksa untuk lebih lama di perpustakaan itu, jadi dia pulang, dengan janji, besok dia akan kembali ke sana. dia tidak akan menyerah sampai menemukan penyebab Gazi bisa mengidap penyakit tersebut. Rahmat berjanji, bahwa dia akan menyembuhkan Gazi, bagaimana pun caranya. Gazi adalah sahabat, teman, bahkan sudah dianggap adik olehnya, walaupun umur mereka hanya terpaut beberapa bulan, Rahmat sudah menganggap Gazi adalah tanggung jawabnya, dia akan berusaha sekuat tenaga demi Gazi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD