Bu Danur Tertular

1085 Words
Setelah keadaan tenang, Rahmat memeriksa bahan-bahan yang tadi dia jemur. Belum sepenuhnya kering, tapi sudah bisa dia giling untuk dijadikan serbuk yang nantinya serbuk tersebut akan dimasukkan ke kapsul. Dia harus segera memasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam kapsul, karena Gazi sudah tidak makan sejak malam mereka pergi dari rumah kosong itu. Setelah selesai menggerus dan menghaluskan bahan makanan itu, Rahmat memasukkannya ke dalam kapsul, lalu dia meminum satu kapsul tersebut, dia ingin menguji coba kapsul tersebut untuk dirinya dan mau dia kasih ke Gazi, karena Gazi harus mendapat asupan gizi, sementara untuk mengantarkan makanan atau menyuapkan makan ke Gazi, sekarang ini, tidak mungkin, apalagi hanya sekedar memasukkan makanan ke kamarnya, yang ada bukannya dimakan malah diacak-acak. Setelah meminum kapsul tersebut, Rahmat mendorong sedikit lemari yang tadi dia pakai untuk mengganjal pintu kamar yang di dalamnya ada Gazi, sampai ada celah sedikit untuk Rahmat bisa memasukkan kapsul tersebut ke dalam kamar, “Gazi, ini kapsul, diminum, ya. Biar ada asupan gizi ke tubuhmu.” Tidak ada jawaban dari Gazi, hanya eraman halus saja, yang menandakan bahwa Gazi masih belum kembali sadar dan kembali ke dirinya sendiri. Kali ini, waktu kambuhnya Gazi agak lebih lama, Rahmat menduga ini ada hubungannya dengan kondisi udara yang ada di daerah ini, karena memang, ketika di rumah kosong, udara jauh lebih sejuk, sebab rumah itu tidak terlalu banyak sekat dan lapang, sementara di kamar ini, agak lebih kecil dan pengap. Sepertinya besok Rahmat memang harus membeli kipas angin yang lebih kencang putarannya, biar Gazi tidak seperti ini lagi. Dan ketika matahari sudah tidak seterik tadi, Rahmat kembali keluar untuk menjajakan kembali sisa dagangan yang masih ada, karena sekarang targetnya semakin banyak, dia tidak mau semakin bermalas-malasan. Tiga hari berlalu sejak kejadian tersebut, Bu Danur jatuh sakit. Biasanya sepagi ini, Bu Danur sudah ada di dapur dan membuat sarapan, dibantu Danur muda yang akan membersihkan semua sudut rumah, juga menyapu halaman. Tapi hari ini ada yang berbeda, ketika matahari sudah hampir tinggi, Rahmat belum melihat tanda-tanda kehidupan di rumah induk, tempat Bu Danur dan Danur tinggal. Karena penasaran dan merasa ada yang sedang tidak baik-baik saja, Rahmat dan Gazi memutuskan untuk masuk ke rumah induk melalui pintu sambung. Terlihat Danur sedang membuat sesuatu, entah masakan atau memasak air, wajahnya terlihat pucat, seperti orang ketakutan. Rahmat yang melihat Danur seperti itu, mendekatinya, lalu bertanya ke Danur, “Ada apa, Danur, Ibu ke mana?” Rahmat tidak mendapat jawaban dari Danur, justru melihat Danur menangis terisak dan bilang, “Aku menggigit tangan Bu Danur, semalam. Sekarang Bu Danur di kamar, dia sedang tidak enak badan. Apakah itu karena aku menggigit tangan Bu Danur, jadi beliau sakit begitu atau bagaimana? Tolong aku, coba periksa kondisi Bu Danur.” Rahmat yang terkejut mendengar pengakuan Danur, segera bergegas berjalan ke kamar Bu Danur, dan melihat beliau sedang meringkuk, wajahnya pucat. Rahmat menanyakan keadaan Bu Danur, karena sepertinya beliau mengalami sakit, menahan sakit lebih tepatnya, “Bu Danur, Ibu tidak kenapa-kenapa? Apa yang Ibu rasakan?” Bu Danur tidak merespon, hanya saja aku bisa mendengar eraman halus. Tunggu, ini seperti gejala Gazi jika sedang dalam masa kembali sadar setelah mengalami sakit aneh itu. Rahmat tidak menanyakan atau mencoba berkomunikasi lagi dengan Bu Danur, yang pasti, dia segera bergegas keluar, mengambil kunci, lalu mengunci Bu Danur di dalam kamar tersebut. Lalu secepatnya berjalan ke arah dapur, dan sudah menemukan Danur di situ yang duduk menangis di meja makan. Aku menghampirinya, “Kapan kamu menggigit Bu Danur, semalam atau barusan ini? Coba ceritakan bagaimana kejadian lengkapnya, jangan ada yang kamu sembunyikan.” Danur lalu menarik napas, mencoba menghentikan tangisnya, karena percuma jika bercerita tapi masih ada isak tangis yang dia rasakan. Setelah mencoba tenang, beberapa saat Danur diam, dan memulai ceritanya, “Setelah makan malam, Bu Danur duluan masuk ke kamar. Karena kan beliau memang sedang kurang sehat hari ini. Aku masih membereskan dapur, dan mencuci piring. Entah bagaimana, tiba-tiba aku mendadak mual karena mencium bau busuk sampah. Karena baunya tidak sedap, aku langsung membereskan sampah-sampah tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong. Ketika aku sudah selesai membuangnya di depan, dan kembali masuk ke dalam, aku merasakan kegerahan yang luar biasa. Lalu aku merasakan juga wajahku tiba-tiba memanas dan menjadi merah. Ketika aku mengeram kesakitan, aku melihat Bu Danur keluar dari kamarnya. Aku tidak bisa menghentikan dorongan ini, aku tidak bisa mencegahnya, tolong, bantu aku, bagaimana caranya aku bisa sembuh dari penyakit ini, tolong, Rahmat, Gazi, tolong …” Rahmat dan Gazi saling berpandangan, apa yang baru saja diceritakan Danur adalah gejala yang dialami dan dirasakan Gazi ketika akan berubah ke bentuk itu. Rahmat mencoba menenangkan Danur, “Tenang dulu. Tenangkan dirimu, lalu apa yang terjadi ketika kamu melihat Bu Danur keluar?” Danur meneruskan ceritanya, “Aku langsung berlari ke arahnya dan mendorong Bu Danur hingga jatuh ke lantai, lalu aku menggigit tangannya. Awalnya aku merasakan desakan untuk mengarahkan gigitanku ke bahunya, tapi Bu Danur menangkis dan mencoba untuk menghindariku dan melindungi badannya. Yang aku lihat hanya lengannya, jadi, tangan tersebut yang aku jadikan sasaran.” Rahmat terlihat berpikir keras, sementara Gazi menunduk, dia merasa bersalah. Semua kekacauan ini dia yang memulai, dia yang menyebabkan semua ini. Melihat Gazi yang perlahan menyingkir dari tempat itu, Rahmat lalu menegurnya, “Gazi, jangan berpikir aneh-aneh, dan kembali ke kamarmu, aku bereskan dulu keadaan di sini, paham?” Gazi yang ketahuan oleh Rahmat, hanya bisa mengangguk pasrah, “Iya, aku balik ke kamar saja, ya. Daripada aku di sini, melihat Bu Danur barusan justru membuatku seperti ingin kambuh saja. Aku ke kamar, ya, Rahmat.” Rahmat mengangguk dan kembali fokus pada Bu Danur. “Sekarang, kamu jauhi dulu Bu Danur. Jangan ada interaksi apa-apa, paham? Kamu harus menjaga suhu tubuhmu agar tidak panas. Karena penyakit ini akan semakin menjadi karena udara yang panas dan suhu tubuh yang tinggi. Sebisa mungkin kamu harus menghindari aroma sampah yang busuk, karena dua hal itu bisa memacu kambuhnya penyakit ini. Sekarang kamu masuk ke dalam kamar, aku izin untuk mengunci kamu di dalam kamar dari luar, ya. Karena sepertinya, kamu juga akan kambuh sebentar lagi.” Danur terkejut dengan ucapan Rahmat barusan. Karena Danur tidak mau ada lagi korban yang akan tersakiti karena ulahnya, Danur memilih menuruti ucapan Rahmat. Setelah Danur masuk ke dalam kamar, Rahmat lalu duduk di ruang tamu itu, memikirkan bagaimana dia harus beraktifitas, sementara di rumah ini ada tiga orang yang terjangkit penyakit aneh ini. Dia memijat keningnya, seketika kepalanya berdenyut. Kenapa jadi serumit ini kondisinya, dia harus memikirkan jalan keluar dari semua ini, bagaimana cara mengantisipasinya, dan menyelesaikannya. Rahmat harus memutar otak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD