Dicurigai

1100 Words
Waktu berjalan sesuai dengan kehidupan normal lainnya, hanya sesekali ditingkahi oleh Gazi yang masih tidak tahan terhadap panas yang menyengat dan aroma yang tidak sedap. Beberapa kali itu juga Rahmat harus menyembunyikan Gazi dari Pak Barsah dan Bu Barsah dan mencari alasan kenapa Gazi lebih sering sakit. Suatu hari, pernah ketika Gazi sedang membantu tukang kebun di rumah itu membereskan tanaman, tiba-tiba Gazi menyerang tukang kebun tersebut. Rahmat yang melihat dari kejauhan langsung berlari ke arah Gazi dan mengikat kaki juga tangannya. Tukang kebun tersebut terkejut, “Loh, Mas Gazi kenapa toh, kok saya didorong begitu, saya dicakar sampai berdarah begini. Padahal saya gak ngapa-ngapain Mas Gazi, loh, Mas Rahmat. Aduh, sakit banget ini.” Tukang kebun itu meringis kesakitan setelah dicakar secara membabi buta oleh Gazi. Rahmat tidak sempat bilang apa-apa ke tukang kebun tersebut karena dia sibuk mengikat kaki dan tangan Gazi agar tidak menyerang orang yang ada di situ lagi. Rahmat juga membuka bajunya dan menutup mata Gazi menggunakan bajunya tersebut. Rahmat benar-benar bingung, sebenarnya Gazi ini kenapa. Setelah sampai di kamar Gazi, Rahmat langsung menidurkan Gazi di kasur, dengan kondisinya yang masih meronta. Rahmat langsung menghidupkan kipas angin yang diarahkan ke tubuh Gazi langsung. Sekitar tiga puluh menit, Gazi belum juga membaik. Rahmat yang menunggui Gazi tersadar sepenuhnya merasakan lengannya gatal, karena dia memang alergi terhadap tumbuhan, jadi ketika dia bersentuhan dengan daun atau bunga, dia akan merasakan gatal yang teramat sangat di sekujur tubuhnya, semakin digaruk maka akan semakin menyebar gatalnya. Jadi, dia akan menyediakan dan selalu membawa minyak cajuput ke mana pun dia pergi. Ketika Rahmat mulai mengoleskan minyak tersebut ke tubuhnya, Gazi yang tadinya sudah mulai tenang, kembali mengganas, dia kembali bergerak tidak terkendali. Rahmat yang bingung dengan keadaan itu, hanya diam saja dan kembali mengoleskan minyak cajuput tersebut. Setelah selesai mengoleskannya, Rahmat mendekati Gazi dan mencoba menenangkannya. Tapi Rahmat salah, Gazi bukannya mereda, justru semakin agresif dan memberontak sekuat tenaga. Karena hari semakin gelap, sementara Gazi belum juga sadar dan kembali ke keadaan seperti semula, dan Pak Barsah juga Bu Barsah barusan saja memanggil Gazi dan Rahmat ke bawah untuk makan malam, mau tidak mau Rahmat harus meninggalkan Gazi di kamar. Tapi, demi keselamatan Gazi, Rahmat memeriksa jendela, untuk dikunci dengan benar lalu menutup gordennya agar tidak ada yang melihat ke kamar Gazi, dan Rahmat membuka bajunya yang tadi dia pakai untuk menutupi wajah Gazi, karena dia khawatir, jika Gazi ditinggalkan dengan kaosnya masih menutupi wajah Gazi, dia akan kehabisan oksigen dan susah bernapas. Gazi masih terlihat mengerang seperti mau menyerang Rahmat. Rahmat yang prihatin melihat kondisi Gazi berjanji akan menemukan obat untuk membantunya pulih ke keadaan semula, “Maafkan aku, Gazi, tadi aku harus keras kepadamu, tangan dan kakimu juga masih aku ikat. Aku janji, aku akan menemukan obat untuk sakitmu ini, aku juga akan mencari tahu, apa penyebab yang membuatmu jadi seperti ini, sabar sedikit, ya, sahabat. Kamu aku tinggal dulu, Bapak dan Ibu memanggil kita, tadi. Tapi kamu istirahat aja di sini, ya. Nanti aku akan membawakanmu makanan ke sini.” Lalu Rahmat keluar dari kamar Gazi tanpa lupa menguncinya dari dalam. Semua demi keamanan Gazi dan juga orang-orang yang ada di rumah itu, agar Gazi tidak bisa keluar dari kamarnya dan begitu juga sebaliknya, agar tidak ada juga yang bisa masuk ke kamar Gazi. Sekarang yang harus Rahmat pikirkan adalah, bagaimana cara dia menjelaskan apa yang terjadi pada Gazi, alasan apa yang akan dia pakai untuk menjelaskan kenapa Gazi sampai menyerang tukang kebun, kenapa Gazi di dalam kamar, dan bagaimana mencegah agar Bapak dan Ibu Barsah tidak masuk ke kamar Gazi, jika mereka mau melihat keadaan Gazi. Sesampainya di meja makan, tepat dugaan Gazi, Bu Barsah langsung menanyakan di mana Gazi dan kenapa dia menyerang tukang kebun, “Mana Gazi, kenapa dia membuat onar lagi? Apa salah tukang kebun, sampai Gazi menyerangnya dan ada beberapa luka yang tukang kebun itu dapatkan dan disebabkan oleh ulah Gazi?” Rahmat terdiam dan menunduk, dia masih memutar otaknya untuk menjelaskan keadaan Gazi. Beruntung Pak Barsah menyelamatkannya, dengan mengajak mereka makan terlebih dahulu, baru membahas masalah Gazi, “Sudah-sudah. Ayo makan dulu, aku sudah laper banget. Nanti makan malam Gazi biar diantar sama Bi Inah.” Bu Barsah menuruti apa ucapan suaminya, sementara Rahmat masih menimbang, apakah dia akan jujur mengenai keadaan dan kondisi Gazi sekarang atau dia harus menutupi dulu, sementara, sampai Rahmat mencari tau apa yang sebenarnya terjadi pada Gazi. Setengah jam mereka makan dalam keheningan. Setelah makan, Pak Barsah menanyakan bagaimana perkembangan pembelajaran mereka dengan Bu Intan, “Rahmat, bagaimana proses belajar kalian? Apakah ada kendala, bagaimana cara mengajar Bu Intan, apakah kalian bisa menerima pelajaran dengan baik?” Rahmat mengangguk, “Iya, Pak. Kami senang belajar dengan Bu Intan, orangnya sabar. Kalo ada hal yang tidak kami mengerti, beliau akan menjelaskan lagi sampai kami benar-benar mengerti. Terima kasih, Pak, Bu, atas nama Gazi juga saya ucapkan, karena sudah memilihkan guru yang terbaik dan pelajaran yang sangat berguna bagi kami.” Bapak dan Ibu Barsah mengangguk, “Bagus kalo begitu. Kami memang serius mau menjadikan kalian orang hebat. Maka dari itu, jika memang ada masalah dengan kalian pribadi atau ada masalah dengan gurunya, atau masalah dengan penghuni rumah ini, sampaikan ke kami. Kami sudah menganggap kalian seperti anak kami sendiri, begitu juga harapan kami, Bapak dan Ibu, berharap besar agar kalian mau terbuka.” Rahmat mengangguk, kedua orang ini memang orang yang sangat baik, mereka sangat tulus memberikan dan mengusahakan kehidupan dan pendidikan yang baik untuk Gazi dan dirinya. Bu Barsah kemudian bertanya lagi mengenai kondisi Gazi, “Lalu, sekarang Gazi di mana? Apa dia masih di luar? Kenapa dia tidak ikut kita makan malam?” Rahmat menjawab, bahwa Gazi sedang kurang sehat, “Dari tadi pagi, Gazi kurang sehat, Bu. Jadi tadi sore, ketika membantu tukang kebun membereskan tanaman, mungkin ada ucapan tukang kebun yang menyinggung perasaannya, jadi Gazi marah. Maka terjadilah kejadian itu, tapi setelah itu, saya melerainya dan membawa Gazi ke kamar. Sekarang Gazi ada di kamar, Bu. Dari sore tadi, sebenarnya. Dia mau istirahat dulu, katanya pada saya. Maafkan Gazi, ya, Pak, Bu. Dia memang masih suka tersulut emosinya. Makan malam Gazi akan saya bawakan saja ke kamarnya. Biar saya yang akan menemani dia mala mini dan menjaganya.” Pak Barsah menekankan lagi untuk memastikan bahwa Gazi baik-baik saja, “Kamu yakin, Gazi gak kenapa-kenapa? Kalo ada apa-apa, kamu harus ngomong, ya, sama Bapak dan Ibu. Jangan sungkan, ya. Jangan takut.” Rahmat mengangguk, “Iya, Pak. Jika ada sesuatu yang tidak bisa saya tangani, saya akan langsung bilang ke Bapak dan Ibu. Saya pamit dulu, mau antar makanan ke Gazi, ya, Pak, Bu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD