Bab 16: Pencuri Pose

1157 Words
Bab 16: Pagi ini, Aileen serta seluruh anggota keluarga Dewi dan Sastro tampak tenang. Mereka tidak pergi ke toko, juga tidak membuat kue. Ada acara yang harus mereka hadiri di sekolah Ayana. Gadis itu akan mengatakan pentas seni budaya. Tentu saja itu adalah hal yang memalukan bagi Ayana. Akan tetapi sangat menyenangkan bagi Aileen dan keluarga. Mereka akan melihat Ayana menjadi lakon yang memiliki karakter jahat, dan judes, cerewet dan suka memberikan komentar pedas pada setiap orang. Sangat berbanding terbalik dari sikapnya yang sedikit pemalu. Ya! Hanya sedikit, karena dia juga tidak kalah gesrek dengan sang kakak. Dewi dan juga Sastro akan berangkat bersama dengan Ayana. Sementara Aileen, dia akan membawakan sesuatu untuk persembahan sang adik. Setidaknya hadiah agar bocah itu semangat dan optimis. "Kami berangkat dulu, Ai. Jangan lupa kunci semua pintu dan juga tutup jendela, matikan lampu. Cek air, nyala atau tidak, kalau nyala matikan, ya. Pastikan tidak ada aliran listrik yang menancap kecuali kulkas," titah sang ibu. Aileen, menepuk dahinya, dia kewalahan berlarian ke sana kemari untuk melihat apa yang dikatakan oleh Ibunya. "Sudah beres, Bu. Aileen yakin beres semua. Sekarang sebaiknya Ibu sama Ayah berangkat gih. Lihat! Miss getol kita sudah ngambek." Aileen menarik kedua sudut bibirnya dengan mata yang melirik ke arah sang adik. Sementara Ayana, gadis itu memberengut tidak suka. "Ya sudah. Ibu berangkat. Jangan lupa, hadiah untuknya." Dewi pun tidak kalah asyik menggoda anaknya, tetapi kali ini, Ayana tersenyum dengan kata hadiah. Aileen hanya memberikan hormat dengan satu tangan lainnya mengacungkan jempol. Ketiganya, pun benar-benar meninggalkan rumah. Mereka berbonceng tiga, terpaksa karena satu motor satunya harus Aileen bawa. Setelah memastikan bahwa rumahnya aman untuk di tinggalkan, Aileen pun bersiap dengan pakaian yang terlihat formal tetapi tetap santai. Dia mengikat sebagian rambut bagian permukaan, dan menjepitnya di belakang kepala. Oiya berbentuk bunga berwarna putih, sangat cantik dia kenakan. Wanita feminim yang sangat elegan. Memakai kebaya hitam, dengan lengan furing ada beberapa motif bunga dinagian lengannya. Kemudian dengan bawahan yang pendek, tepat didepan lututnya. Aileen sangat cantik. Untuk menutupi cara ketika dia mengendarai motor, gadis itu memakai selendang Bali, lalu mengikatnya di bagian belakang, sehingga kakinya tertutup sempurna. Sehingga sampai di lokasi sana, dia bisa melepaskan kembali, selendang itu. Wanita tersebut, mampir terlebih dulu, ke toko bunga. Sesuai dengan permintaan sang ibu, juga janjinya pada sang adik. Hadiah kali ini akan ada bunga dan cokelat. Layaknya Valentine day. Begitu memarkirkan motornya ia sudah melihat satu buket bunga berwarna merah merona. Sangat menggugah gairah dan juga terlihat segar. Tidak terlalu mekar, dan ini sangat cocok untuk Ayana yang energik, dia akan suka dan bertambah semangat ketika melihatnya. Aileen turun dan berjalan mendekati bunga tersebut. Akan tetapi, satu tangan pun meraih bunga yang sama. "Heh!" bentak Aileen. Orang itu menoleh, tanpa melepaskan tangkai bunga yang juga di genggam erat oleh Aileen. "Lepas nggak?!" Namun, orang itu tidak menggubris, seakan ia terpesona dengan penampilan gadis didepannya dan terpana tanpa bisa berkata-kata. Akan tetapi, dia mengedipkan kelopak matanya, untuk menghindari kegugupan yang baru saja terjadi. "Nggak!" Sebuah jawaban yang dengan tegas mengatakan bahwa 'ini milikku dan aku tidak akan memberikannya padamu'. "Aku terlebih dulu melihatnya! Jadi aku yang berhak membelinya!" teriak Aileen. Orang itu, menutup telinganya dengan sebelah tangannya. Suara Aileen sangat berisik dan membuat gendang telinganya berdenging. Satu kali hentakan pria itu menarik bunganya dengan paksa. Dan sebelah tangannya menahan tangan Aileen. "Ini hakku! Tolong ini, ya. Ini uangnya ambil saja, kembaliannya." Setelah berkata demikian lelaki itu pergi, dan sebelum itu dia mengangkat lensa kameranya kemudian. Aileen terbelalak dengan tidak percaya, tidak habis pikir kenapa ada lelaki yang tidak mau mengalah dengan wanita. Cekrek! Satu bidikan menangkap foto Aileen yang masih terlihat kesal, wajah yang memberengut dengan alis menumpu, dan dahi berkerut. "Hei! Dasar! Pencuri! Berhenti! Hapus fotoku atau aku akan laporkanmu ke polisi?!" Sia-sia teriakan Aileen tidak akan didengar, pria itu sudah pergi dengan menggunakan motornya. Napas Aileen mendengus, dia sangat kesal, seakan moodnya pagi ini telah di rusak oleh pria yang baru saja dia temui. "Ish! Sial! Awas aja, ketemu lagi, aku cekik!" gumamnya dengan sangat kesal. Aileen tidak ada pilihan lain, dia akhirnya memutuskan untuk mengambil bunga yang sama tetapi dengan warna yang berbeda. Warna putih tidak terlalu buruk bukan? Usai membayarnya pun, ia pergi, cokelat telah siap di clutch bag miliknya. Kembali mengendarai motor yang terlihat tinggi dengan tubuh mungilnya. Dua puluh menit kemudian ia pun tiba di sekolah, masih banyak lalu lalang yang menghadiri aula sekolah. Suara riuh rendah sudah terdengar hingga di liar gedung. Aileen dengan anggun, melewati pintu dengan dua penjaga, dia menyambut senyum para lelaki paruh baya itu dengan anggun. Mencari di mana keberadaan sang ayah juga ibunya. Dewi melambaikan tangannya ketika melihat sang anak. Duduk di barisan ke tiga. Agar bisa melihat dengan jelas penampilan anaknya. Aileen menghampiri sang ibu. Sastro duduk di samping istrinya, sementara Aileen harus duduk, di samping wali murid yang lain. Duduk di tempat yang disediakan untuk umum. Untuk semua wali murid yang anaknya bersekolah di sana. Beberapa sudah memberikan pertunjukan akan penampilannya. Kali ini, giliran Ayana dengan beberapa teman yang ikut berpartisipasi. Dengan dandanan nyentrik Ayana keluar. Temanya adalah perundungan. Tirai tertutup dan beberapa menit kemudian terbuka, sudah menampilkan Ayana di sana. Awal yang bagus, gadis itu duduk di meja, layaknya anak-anak gengster jika berada dikelas. Kemudian ada murid baru yang terlihat kurang menarik. Saat itulah semuanya terjadi, Ayana yang menjadi pemimpin geng pun, mengajak mereka untuk mengerjai' itulah istilah dari pembulian yang lebih halus bagi mereka. Ayana berperan dengan sangat baik. Dia benar-benar terlihat seolah menjadi gadis yang jahat dan totalitas dalam perannya. Bahkan ekspresi wajah ketika menampar, korban pun dia dapatkan dengan epik. Adegan demi adegan terlewat hingga di akhir Ayana pun mendapatkan hukuman. Direhabilitasi karena, dan dijauhi banyak temannya. Semua adegan itu hanya mencontohkan bahwa perundungan dan pembulian sangat tidak baik. Semua siswa pun membungkuk untuk akhir dari acara tersebut. Suara tepuk tangan bersahutan. Tirai kembali tertutup. Namun suara tepuk tangan itu tidak juga kunjung usai. Di penghujung acara. Semua sangat menikmati acara tersebut. Hingga acara selesai mereka mulai membubarkan diri satu persatu. Dewi, Sastro dan juga Aileen pun menunggu Ayana di luar ruangan. Gadis itu berlarian menghampiri keluarga. Merentangkan tangan dan berhambur untuk memeluk sang ibu. "Bagaimana akting, aku?" ungkapnya begitu melepaskan pelukannya. "Bagus dong. Anak ibu semuanya hebat," puji sang ibu. Sastro pun mengacungkan jempolnya. Kali ini, Aileen pun setuju. Dia tidak membuat ulah, untuk pertama kalinya. "Selamat, ya! Kakak senang, kamu sangat hebat!" Aileen memeluk adiknya. "Makasih," ucap Ayana. Kini saatnya Aileen memberikan hadiahnya. Wajah Ayana berbinar, dia kembali mengucapkan terima kasih. "Tapi, kok— putih?" protesnya. "Yang merah abis. Udah yang penting kan bunga, udah kek dari pacar kan? Mana pacarmu? Udah punya belum?" goda sang kakak. "Ai—" Dewi menyela, agar tidak kembali keributan antar mereka. Ayana tahu sendiri, sang ayah melarang Ayana untuk dekat dengan lelaki mana pun sebelum dia bahkan lulus SMP. Setelah itu, Sastro akan memberikan keringan. Asalkan tidak meninggalkan kewajiban belajarnya. Lalu, siapa yang bertemu dengan Aileen tadi?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD