QUEEN MADISON POV
Aku terbangun dengan tubuh yang terasa sangat remuk redam dan keadaan tempat tidur berantakan, seperti kapal pecah.
Aku mencari keberadaan Mike, namun pria itu sudah tidak berada di dalam kondominium milikku.
"Dasar b******n!" umpatku melempar bantal ke lantai, "Apa dia pergi tanpa membayarku terlebih dahulu?!" lalu guling juga menjadi sasaranku selanjutnya.
"Selamat pagi, Honey. Kau-- Hei?! Kenapa bantal dan guling ini ada di lantai, hem?" sapa Mike yang datang ke kamarku dengan membawa nampan berisi semangkok sereal dan juga segelas s**u.
Ya, aku memang hanya mengisi lemari pendingin satu pintu yang kumiliki dengan makanan dan minuman ringan saja.
Aku tak suka memasak, karena menurutku itu adalah pekerjaan yang sangat membosankan. Lebih baik aku membuka lebar kedua kakiku dan menikmati indahnya bergulat panas, lalu mendapatkan uang.
Dengan begitu jenis makanan enak apa saja dapat kubeli, jika aku ingin menyantapnya bukan? Eits, tapi jangan salah. Walau pun begitu, dulu aku selalu memasak banyak hal bersama ibuku. Hanya saja itu terjadi ketika aku masih remaja, dan semua berubah saat kepergiannya.
"Ka..kau masih disini?" tanyaku sedikit gugup.
"Memangnya kau ingin aku ke mana, Baby? Bukankah semalam aku berjanji untuk mencarikanmu mansion, agar kau segera berhenti dari pekerjaanmu itu? Apa kau sudah lupa?" sahutnya membuatku berdebar.
"Mike, aku--"
"Sssttt... Jangan banyak bicara, Queen. Ayo isi perutmu dan kita mandi bersama," sangah Mike mengambil mangkok sereal dan menyodorkan satu sendok makanan itu ke dalam mulutku.
Mike membuatku semakin gugup di sana, bahkan wajahku mungkin sudah semakin memerah.
"Kenapa, hem? Kau malu mandi berdua denganku?" tanya Mike mengelus pipi kiriku.
"Tidak. Untuk apa aku malu denganmu? Kita hanya mandi saja, bukan?" jawabku membuatnya terkekeh.
"Bagaimana jika aku menginginkan lebih dari sekedar mandi?" bisiknya tepat di telingaku.
"Ssttt..." bahkan berhasil membuat satu eranganku lolos, akibat ujung lidah Mike yang menggoda telingaku, "Mikeee... Stop it!" dan aku segera menegurnya.
"Kau sangat cantik, Queen," sahutnya seakan tak memedulikanku, "Aku tidak tahan dengan bibirmu ini. Apalagi saat kau mengulum adik kecilku. Rasanya sungguh sangat nikmattt... Cup," kemudian mulai merayuku lagi.
Ia mengecup sepanjang leherku yang sengaja aku miringkan ke sisi kanan dan satu tangannya bermain diujung payudaraku.
"Ach, Mikeee..." desahku membuat Mike semakin gencar memilin daging kecil itu.
"Dia sudah menegang, Baby. Apakah morning s*x lebih nikmat dari sereal itu?" tanya Mike terdengar begitu serak, sebelum menunjuk ke arah mangkok sereal yang sudah berada di atas meja nakas.
"Mike, pleaseee..." namun aku menjawabnya dengan asal.
Hal itu karena memang tubuhku masih berbalut dengan selimut pasca pergulatan panas kami berdua yang tak habisnya, sejak malam sampai dini hari. Sehingga aku tak bisa berkutik, saat dua tangan Mike semakin turun dan bermain disepanjang perut rataku.
"Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang salah dengan dirimu, hem?" tanya Mike sengaja menggodaku.
"Ck! Jangan seperti anak remaja yang baru mencoba belajar memakai kondom, Mike! Cepat puaskan aku lagiii...!" kesalku mati-matian menahan gejolak.
Tangan Mike kini sudah sampai pada rambut halus yang tumbuh lebat di sekitar area kewanitaanku dan tiba-tiba saja ia terkekeh, yang sialnya suara tersebut berhasil membuatku meremang.
"Kau sudah basah, Babyyy... Tapi bisakah kita bermain sesuatu yang menyenangkan sebelumnya?" tanya Mike dan aku sama sekali tidak mengerti dengan maksud ocehannya.
"Katakan, Mike! Jangan membuatku mar-- Oughhh...!" lalu aku mengerti ketika jari telunjuknya memainkan klitorisku di bawah sana.
"Aku suka dengan rambut lebatmu ini, Honeyyy... Jadi kau tidak boleh memangkasnya sampai habis, oke? Nanti akan terlihat seperti gadis kecil saja. Aku tidak suka itu," namun ocehan Mike benar-benar membuatku ingin tertawa di antara geleyar nikmat dari gesekan jari telunjuknya.
Aku katakan tentang keinginanku padanya, "Please, Mikeee... Masukkan jari-- Achhh...! Shittt...!" dan ia pun mengabulkannya.
Dua ruas jarinya kini telah masuk ke dalam lubang kewanitaanku yang basah, lalu mengobrak-abrik dengan ritme sangat cepat.
"Oughhh... Yesss...! Ini enak, Mikeee... Kau membuatku gila! Ughhh..." desahku tak terbendung.
Seakan tidak tahu malu, aku menarik lehernya untuk mendekat ke arah payudaraku yang membusung, dan tentu saja ia segera mengerti apa maksudku.
Mulutnya dengan rakus memainkan dua payudaraku secara bergantian, "Ssttt... Kau milikku, Queen Madison! Poppp...!" hingga racauan terdengar diikuti dengan bunyi yang cukup besar, "Mulai sekarang kau hanya boleh tidur denganku! Kau mengerti?!" lanjutnya menegaskan sebuah ultimatum.
"Oughhh... No! Jangan menambahnya, Mike! Aku tidak suk-- Oughhh... Arghhh...!" pekikku tak tertahankan.
Hal tersebut karena Mike tak sekedar mengutarakan ancaman dengan bahasa dari bibir manisnya, namun ia juga menambahkan satu ruas jari ke dalam lubang nikmatku yang semakin basah.
Aku tahu ia berusaha memberi bukti, betapa ucapannya itu tak bisa dianggap sebagai lelucon semata. Tetapi mungkin Mike lupa jika aku adalah Queen Madison, wanita yang tidak ingin merugikan dirinya.
"Aku adalah wanitamu selama kau memberi segala yang aku kehendaki, Michael Jones! Dan yang aku tidak ingin tiga jarimu! Aku hanya ingin dua! Eghhh...!" kesalku mendorong tubuhnya, sampai tubuhnya terjatuh ke atas kasur.
Kurasa Mike mungkin tidak menyangka aku akan bertindak sejahat itu padanya, "Hei! Apa yang kau lakukan, Sayang?!" sehingga wajah tampan itu tampak sangat berang dan memerah.
"Sakit, Mike! Aku tidak suka kau memberiku tiga jari! Aku hanya ingin dua, dan juga ingin lidahmu juga ada di sini!" kesalku begitu berapi-api, namun sekali lagi Mike menertawakanku.
"Aku minta maaf, Sayang. Sungguh aku tidak bisa mengontrol gejolak dalam diriku saat berada di dekatmu," ujarnya membuat amarahku menguap entah ke mana, "Hemmm... Kau ingin lidahku juga ikut mengambil peran, Sayang? Apa itu rasanya sangat nikmat?" lalu berhasil membuatku semakin tak berdaya.
Sayangnya iblis dalam diriku menyuarakan hal lain, sehingga dengan cepat aku beringsut sedikit ke atas untuk mencapai bantal.
Dengan cepat pula aku kembali berbaring seperti tadi, lalu dua kakiku sengaja aku lebarkan.
"Sayang, kau--"
"Lick my p***y, Mike! I want your lips, I want your tongue and I also want your fingers inside here right now!" ujarku memotong ucapannya.
"Dengan senang hati, Sayang. Aku akan membuatmu menjerit namaku sampai kau benar-benar merasa puas!" sahutnya menerkam daging nikmat di pangkal pahaku.
"Oughhh... Yesss...! Come on, Mikeee... Terus mainkan lidahmuuu....!" dan aku mendesah hanya dalam tiga detik setelah Mike menyanggupi permintaanku.
Alhasil rabu pagiku kini di mulai dengan sesuatu yang begitu nikmat, akibat ulah pria tampan bernama Michael Jones ini. Dan aku benar-benar menikmati setiap sentuhannya.
Detik demi detik sentuhan Mike di tubuhku semakin terasa lembut dan tak sampai dua puluh menit, aku mendapatkan pelepasan pertamaku dengan jeritan keras dari pita suaraku.
Awalnya kupikir tongkat estafet akan berpindah padaku, namun Mike ternyata masih meneruskan aksi nikmatnya di kewanitaanku.
"Yesss...! Ach achhh... Ssttt... Achhh..."
Dengan terus mengobrak-abrik lubang nikmat itu, lalu membuatku tak berhenti menjerit.
Kuakui Mike adalah pria pertama yang membuatku tak pernah bosan untuk terus mengeluarkan lendir sialanku. Namun entah apakah salah jika aku terus menginginkan dia ada di dekatku atau tidak? Karena memang aku sama sekali belum mengetahui apakah Mike adalah pria beristri atau bukan.