MICHAEL JONES POV
Aku Michael Jones. Ayahku adalah pemilik perusahaan wine terbesar di Texas. Hanya kepemilikan itu telah berganti, karena ia baru saja wafat beberapa bulan lalu.
Kepergiannya sangat mendadak akibat serangan jantung saat mendengarkan berita tentang kehamilan ibu tiriku, yang memang sangat jelas itu bukan anak darah daging ayahku.
Selama hampir enam bulan tubuh ayahku mati rasa. Sehingga ia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur, sampai kabar tentang kehamilan ibu tiriku tadi merupakan racun menuju kematiannya.
Sungguh malang nasib ayahku yang terus dikhianati oleh wanita-wanitanya, jika itu ketika aku berpikir mengunakan hati.
Sayang sekali aku adalah pria yang selalu mengutamakan logika, karena harus kuakui jika Mario Jones adalah ayah b******k yang sudah membuat ibuku mati bunuh diri, akibat batang k*********a yang selalu tegak berdiri ketika melihat wanita seksi dan cantik melintas di depannya.
Benar-benar ayah b******n! Untung saja wanita hamil itu segera menerima ganjarannya. Jadi sebelum jiwa ayahku benar-benar terlepas dari tubuh tak bergunanya, ia lebih dulu merubah surat wasiat dan memberikan seluruh kekayaannya ini padaku.
Oh, good! Aku merasa pria paling beruntung saat itu, hingga aku terus saja berpesta dan menghamburkan lembaran dollar yang sudah menjadi milikku hampir setiap hari.
Tiga minggu penuh, lendir nikmat dalam tubuhku tak pernah berhenti mengalir. Namun lama ke lamaan aku bosan dan menyuruh Greg dan Filemon mengusir semua wanita-wanita jalang itu dari mansion ini.
Keduanya adalah sahabat terbaikku dan aku selalu percaya pada mereka, dari pada asisten pribadi ayah di kantor yang tampak selalu mengiringku menuju kehancuran seperti saat transaksi keuangan dalam jumlah besar terjadi minggu lalu.
Tentu saja aku menyuruh Greg dan Filemon mencari tahu siapa yang memakai uang ratusan dollar itu. Mereka berhasil mendapatkan rekaman suara si b******k Samuel White akibat kebodohannya, yang rela diperdaya hanya dengan pesta seks pada sebuah club terbesar di Texas.
Sayangnya aku pun nampak t***l, karena menunggu hasil dari rekaman itu di salah satu ruangan VVIP dalam club malam tersebut. Sampai hal aneh ini benar-benar terjadi dan membawa kedua kakiku menuju ke sebuah kondominium jelek, hanya untuk melanjutkan aksi wanita sialan bernama Queen Madison.
Kau ingin tahu siapa dia? Aku tidak akan memperpanjang cerita, sebab saat ini pangkal pahaku sudah terlalu sakit menahan hasrat yang tak kunjung hilang akibat ulah nakalnya.
Dia adalah seorang penari telanjang yang menemaniku menunggu Greg dan Filemon selesai dengan pekerjaannya dalam sebuah kamar VVIP di club malam, dan aku merasa urusan kami belum tuntas karena pikiranku sedang tidak baik saat itu.
Sebenarnya hari ini urusanku di kantor juga belum terselesaikan dan pekerjaan masih harus kubawa pulang sebagian, tapi adik kecilku sudah tak bisa menunggu lagi.
Tubuh indah Queen terus menjamur dalam diriku, hingga akhirnya aku harus mempermalukan diriku dengan pergi mencarinya di club tempat dia bekerja.
Sialnya aku tak menemukan dia di sana. Akan tetapi dewi fortuna ternyata masih berpihak padaku, ketika aku tak sengaja bertabrakan dengan mucikari gempal yang menyodorkan Queen padaku tiga malam lalu.
Dengan pasrah aku mengeluarkan beberapa lembar dollar untuk membuatku bisa sampai ke sini.
Untung saja aku tak harus bersusah payah mencari, karena kami tak sengaja berpapasan di jalan saat aku ingin mengetuk salah satu pintu dan bertanya tentangnya.
Dengan kasar kurebut kunci kondominium miliknya dan beberapa detik lalu, aku juga sudah berhasil membuat mulutku merasakan hangatnya semburan air surga dari lubang merah mudanya itu.
Jadi sekarang giliran aku yang harus menerima pelunasan hutangnya tiga malam lalu, karena ulahnya saat itu membuat batang kejantananku tak bisa berejakulasi dengan siapa pun juga, termasuk kekasihku--Elisabeth Mayer.
"Oh, s**t! Open your mouth, Queen! Keluarkan lendir sialan ini dari adik kecilku!" tegasku mencengkeram rahangnya dan langsung memasukkan kejantananku ke dalam mulutnya.
"Mike, aku-- Hemphhh...! Oukhhh... Oukhhh... Oukhhh..."
"Oughhh... Fuckkk... Terus, Queennn...! Biarkan adikku masuk seluruhnya!" racauku sembari menarik rambut panjangnya.
Aku memaksa kepala Queen untuk bergerak maju mundur, tentu saja setelah rambutnya ku gulung dengan keras di telapak tanganku.
Oukhhh... Oukhhh... Oukhhh...
Bunyi tenggorokannya yang harus menelan habis batang kerasku, membuat aku semakin bersemangat mencari pelepasan sialan itu.
Aku bahkan tak memedulikan rona merah padam yang nampak di seluruh wajah Queen. Sampai-sampai saat air keluar dari matanya, pun aku tetap tidak memberi kesempatan untuk melepas senjata rudalku dari mulutnya.
"Oughhh... Good girl! Come on, Babyyy...! Kau harus memuaskanku malam ini!" racauku sembari memejamkan mata.
Ritme di kepala Queen bahkan semakin aku percepat, dan sepersekian detik kemudian reaksi panas itu mulai terasa sedikit demi sedikit.
"Yeachhh... I got it, Queennn... Lendir sialanku akan datang sedikit lagiii...!" ucapnya setengah berteriak.
Sekali lagi aku tak mau ambil pusing dengan pukulan lengan wanita dengan bibir nikmat ini di kakiku, tetapi terus saja membawa kepalanya untuk semakin mengerucutkan duniaku.
Dan benar saja. Sepersekian detik kemudian aku kembali berteriak seperti lolongan serigala malam, "Achhh... Achhh... Achhh... Yes, Babyyy...! Yes yes yes yesss...! Oughhh..." dan pelepasan yang sudah kucari tiga hariku ini pun tiba.
Aku terus membiarkan tanganku menekan kepala Queen, dengan tujuan agar ia menelan habis lendir nikmat milikku.
"Bangun! Sekarang saatnya, Queen. Berikan lubang merah mudamu tadi padaku!" tegasku menarik Queen yang masih berjongkok di pangkal pahaku tadi.
"Mike! Tunggu du-- Hemphhh... Mikeee...! Oughhh..." suara Queen yang benar-benar aku redam dengan gejolak panas dalam diriku.
Aku mendorongnya hingga terlentang ke sofa tidur miliknya, mencumbu secara brutal tanpa memedulikan apa yang ingin ia katakan, dan kakiku bergerak membuka lebar kakinya sebelum rudalku melesat masuk ke dalam lubang nikmat tersebut.
"Oughhh... Shittt...! It's so amazing, Babyyy... Ach yesss...! Aku pikir lubang mu akan sangat lebar karena sering ditusuk oleh banyak pria!" racauku menelusuri wajah cantiknya dengan lidah, "Ternyata adik kecilku terasa sangat pas saat ini," dan berbisik di telinga Queen, sebelum aku melumat kembali bibirnya.
"Hemphhh..."
Ia berusaha sedikit memberontak dengan memukul punggung telanjangku, namun aku terus saja menindih dan menggerakkan pinggulku maju mundur.
"Shittt...! Aku yakin setelah ini Elisabeth Mayer akan segera ku putuskan, demi lubang dan bibir nikmat seorang Queen Madison yang mampu membuatku gila beberapa hari ini!" batinku masih terus berpagutan bibir dengannya.
"Achhh... Hahhh..." desah Queen saat aku melepaskan bibirnya.
Ia mencari pasokan udara yang sudah habis, namun aku memanfaatkan itu dengan mengangkat tubuhnya dan mencari posisi enak lain.
"Oughhh... s**t! f*****g so big! Yesss..." sahut saat sudah berada di atas pangkuanku dan merasakan bagaimana kerasnya aku memompanya.
Satu seringai licik muncul di bibirku, dan dengan cepat aku melumat serta menggigit daging kenyal di dadanya.
"Arghhh... Stupid! Kenapa kau mengigitnya, hah?! Apa kau sudah-- Oughhh... Yesss... Achhh..." hingga membuatnya menjerit kesakitan serta kenikmatan secara bersamaan.
Setelah itu aku pun lebih banyak mengalah dan membiarkan tubuhku terus menghadiahkan bermacam kenikmatan lainnya, hingga pelepasan kedua pun kami raih dengan begitu manis.
"Queennn... Oughhh..."
"Mikeee... Achhh..."
Tentu saja bersama dengan erangan keras, yang isinya menyebutkan nama kami satu sama lain.
"Kita akan mengulanginya sebentar lagi, Baby," lirihku terengah-engah, " Jadi kau tidak boleh pergi bekerja untuk malam ini," lalu membawanya berbaring dengan penyatuan yang terus melekat di bawah sana.
"Hemmm... Aku milikmu malam ini, Mike. Asal kau tidak lupa membayarku nanti," sahutnya membuatku terkekeh lebar.
"Tenang saja, Baby. Aku akan mengontrakmu dengan tugas memberiku kenikmatan seperti ini, jika kau mau," ujarku sedikit berharap, "Uangku sangat banyak dan kau pasti suka dengan itu, bukan?" lalu kembali merayunya.
"Uangmu sangat banyak?" tanyanya membuatku mengangguk, "Jika itu benar, bisakah kau membelikan ku satu unit apartemen di St. Louis? Aku janji akan bekerja dengan baik untuk memuaskanmu, Tuan," lalu kembali tertawa saat mendengar permintaan tak seberapanya itu.
"Kenapa harus apartemen, Queen. Aku bahkan bisa membelikanmu sebuah mansion jika kau mau berhenti bekerja dan memuaskanku setiap hari," ujarku menggoda rahang indahnya dengan jari-jariku.
"Cup! Baiklah! Aku setuju, Mike. Jadi, kapan aku akan mulai berkerja dan mendapatkan mansion itu?" serunya dengan satu kecupan singkat yang membuatku terkesima.
"Kau bisa mulai bekerja sekarang, Baby. Dan tugas pertamamu adalah menerima ini dariku," lirihku seraya melumat bibirnya.
Queen dengan senang hati mengalungkan dua lengan halusnya di leherku, dan jangan ditanya lagi apa yang kami lakukan setelah itu.
Aku kembali membuatnya meneriakkan namaku dan juga membiarkannya meraih lebih dulu mendapatkan pelepasan ketiganya.
Entah mengapa aku merasa semakin tersengat oleh listrik statis buatan si penari telanjang ini, dan tak bisa menghindarinya. Katakan saja aku adalah pria bodoh yang mulai memuja, namun aku juga akan membuat dia bertekuk lutut serta tak bisa lepas dariku.