MICHAEL JONAS POV
Rabu pagi yang begitu sangat menyenangkan. Aku membuat Queen berkali-kali o*****e dengan lidahku, sebelum akhirnya kami saling berbagi kehangatan dan aku mendapatkan bagianku juga.
Ya Tuhannn... Dia sungguh menakjubkan melebihi siapa pun, termasuk Elisabeth Mayer.
Jika biasanya aku akan cepat merasa bosan ketika sekali atau dua kali o*****e, namun itu tidak berlaku sama sekali pada wanita bernama Queen Madison.
Aku sampai berpikiran untuk menyudahi hubunganku dengan Elis, karena merasa nyaman dengan hubungan baruku ini.
Hanya saja tujuanku belum tercapai, sehingga kuurungkan niat untuk bertemu dengan wanita manja itu hari ini.
Ya, begitulah kenyataan yang terjadi. Jhonson Mayer telah merebut Joana Linsay dariku dan menjadikan wanita sialan itu selir dalam hubungan rumah tangganya, sehingga aku pun mengatur siasat untuk mencampakkan putrinya.
Sayang sekali itu tak dapat aku lakukan sekarang, sebab Elis sangat tertutup tentang informasi di perusahaan ayahnya.
Awal menjalin hubungan dengan Elis aku sama sekali tak bermaksud demikian, selain ingin sekedar bermain dan bersenang-senang saja. Tapi Greg dan Filemon memberiku ide gila, lalu kulakukan saja demi bisa melihat Jhonson Mayer menderita.
Jadi sekali bekerja, ada dua kepala yang akan terpuruk oleh balas dendam disana. Menyenangkan, bukan?
Jadi untuk hari ini lebih baik aku segera mencari mansion untuk tempat tinggal baru Queen, agar dia percaya denganku dan mau berhenti dari pekerjaan sialannya itu.
Aku ingin lubang nikmat Queen hanya dimasuki oleh senjataku yang keras ini, meski pun aku adalah pria kesekian dalam hidupnya.
"Apa yang kau pikirkan? Apa kau tak bisa fokus saat menyetir? Aku belum ingin mati, bodoh!" pekik Queen mencubit keras lenganku.
Oh, s**t! Cubitan wanita itu cukup sakit, hingga aku secepat kilat menepikan mobilku ke sisi kiri jalan.
"Ada apa, Honey? Kau menakutiku saja," sahutku menatapnya intens.
"Itu adalah perempatan jalan, Mike! Apa kau tak melihat mobil ambulans yang meluncur cepat, walau pun lampu merah sedang menyala di sana? Bunyinya bahkan sangat keras sampai membuatku hampir tuli. Ya, Tuhan! Ada apa denganmu sebenarnya, hem?" ujar Queen memarahiku, "Apa istrimu sudah memberi kode agar kau segera pulang ke rumah dan memberinya jatah yang semalam kalian lewatkan, akibat kau bercinta denganku?"
Damn it!
Mulut wanita berlesung pipi ini, sungguh sangat membuatku geli bercampur kesal. Apa dia pikir aku adalah pria yang akan berbagi kehangatan dengan wanita lain, jika sudah mencapai pada tahap pernikahan?
Oh, ya ampun.
"Aku bukan seperti itu, Queen. Omong kosong apa yang kau katakan itu, hem?" sahutku terkekeh, "Aku belum menikah dan aku masih bebas mencari kesenangan dengan wanita mana pun yang kusukai. Kau sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaan besar di kepalamu tentang statusku itu, kan?" lalu kulihat juga semburat merah di wajah cantiknya.
"Jangan terlalu percaya diri, Tuan Jones yang suka melamun. Apa kau pikir aku peduli jika statusmu adalah pria beristri? Cih... Cepat jalankan mobilnya. Aku sudah sangat lapar!" namun ia masih saja berkilah dengan setumpuk celaan untukku.
"Baiklah, Sayang. Ayo kita cari tempat makan sebelum bercinta seperti tadi," sehingga aku memilih untuk menggodanya saja.
"Itu tidak akan terjadi sebelum surat mansion itu terbukti atas namaku, Tuan Jones! Kali ini aku tidak akan memberi toleransi lagi," dan sekali lagi aku dibuat terkekeh olehnya.
Mobil sport putih yang sedang aku kemudikan pun kembali bergerak dan masakan itali menjadi pilihan Queen, saat aku bertanya dimana ia makan siang ini.
Setengah jam kemudian kami sampai di restaurant mewah dan masuk ke dalam VVIP room, setelah aku memaksa Jacqueline membatalkan pesanan satu orang pelanggannya.
Untung saja dia adalah keponakan Filemon, sahabat bodoh yang sialnya selalu memberiku ide-ide cemerlang ketika aku sedang berada dalam masalah genting.
Jadi aku cukup membayar lebih dari harga yang biasanya, "Ini sangat enak, Mike. Apa boleh aku menambahnya satu piring lagi? Tapi harga makanan ini sama dengan tarif yang kupasang untuk sekali pelepasan! Benar-benar sangat tidak worth it!" dan menikmati berbagai jenis hidangan khas negeri pasta, sembari tertawa akibat lelucon yang ia berikan.
"Makan saja segala jenis hidangan yang kau suka, Honey. Aku yang akan membayarnya, tapi jangan berpikir ini adalah bayaran atas percintaan panas kita karena itu sangat tidak sebanding," sahutku membuatnya berbinar-binar.
Cup
"Terima kasih, Mike yang tampan. Kau adalah pria idaman semua wanita. Aku tidak akan melanggar perintahmu mulai saat ini," lalu ia memberi satu kecupan di pipiku, sebelum berceloteh lalu kembali mengisi mulutnya.
Demi Tuhannn... Siapa sebenarnya yang berada di sisi kananku ini? Apakah benar ia hanya seorang wanita biasa dan bukan bidadari? Aku bahkan belum pernah mendapatkan kecupan dari seorang wanita, hanya karena satu porsi makanan enak saja. Sedang dia? Benar-benar mampu membuatku takjub, lalu tak bisa berpaling dari aktivitas mengisi perut yang ia lakukan.
Akan tetapi pikiranku sedikit terusik dengan perkataannya tadi, sehingga lima menit waktuku habis hanya untuk memikirkan jawaban apa yang tepat untuk menanggapi ucapan.
"Apa benar mulai saat ini kau akan menuruti semua perkataanku, Queen?" tanyaku sedikit ragu.
"Iya. Aku tidak main-main dengan janjiku sendiri, tentu saja selama kau bisa membahagiakan dan memenuhi segala keinginanku. Kau tahu kan selama ini aku mencari uang hanya untuk memenuhi gaya hidupku saja?" lalu Queen memberi jawaban yang cukup membuatku harus berpikir keras.
"Lalu ketika aku sudah tua tapi masih sangat mampu memenuhi segala gaya hidupmu, apakah kau akan meninggalkanku?" sampai aku harus mengeluarkan satu lagi pertanyaan yang isinya tidak pernah kusangka sama sekali.
Shit! Ini sangat bodoh dan mungkin wajahku sudah sangat memerah.
Kulihat Queen menatapku dengan pandangan yang sangat sulit untukku artikan, sebelum ia kembali berbicara padaku, "Mike? Apa suatu hari nanti kita akan menikah? Tidakkah kau merasa ini seperti lamaran?" tanyanya tanpa seulas senyum di wajahnya.
"Kenapa? Apa aku tidak boleh memiliki impian untuk menikahimu, hem? Kita akan melewati banyak malam berdua setelah ini, Queen. Tidak menutup kemungkinan jika kau akan jatuh cinta padaku, bukan?" lalu kuberi saja dia jawaban seperti itu, disertai dengan jariku yang nakal di sepanjang rahang cantiknya.
Aku menanti jawaban apa lagi yang akan Queen berikan, namun ia lebih memilih untuk menutup dua mata indahnya dan menikmati sentuhanku.
"Queennn... Kau menginginkannya lagi?" bisikku merapatkan tubuhnya ke tubuhku.
"Apa boleh melakukannya di sini, Mike?" sahut terdengar begitu menggairahkan.
"Boleh, Honey. Apa kau sudah pernah mencoba sensasi bercinta di sebuah ruangan VVIP restaurant? Aku belum pernah melakukannya dan kau adalah wanita beruntung yang menjadi lawan mainku," bisikku membuat bola matanya terbuka lebar.
"Tapi, Mike. Apa ini tidak mas-- Hemphhh... Mik-- Hemphhh..." lalu segera saja ku beri bibir cerewetnya itu dengan lumatan-lumatan nikmat.
Alhasil rencana makan siang itu harus kembali ternoda oleh gejolak hasrat yang tak pernah bisa ku tolak dan jangan tanya kenapa, karena aku tak tahu jawabannya.
Bagiku Queen sudah seperti candu untuk tubuhku, padahal aku baru saja bertemu dengannya kurang dari dua puluh empat jam.
"Oughhh... Mikeee..."
"Yes, Babyyy... Dua jari, bukan?" sahutku berada tepat di depan lubang nikmatnya yang sudah begitu basah dan merekah.
Katakanlah aku sudah gila, tapi aku begitu menikmati kegilaan ini.
"Tidak, Mike. Aku ingin milikmu saja. Kau memberiku fore play yang keterlaluan pagi tadi. Aku tidak bisa berjalan nanti," rengeknya terdengar sangat menggemaskan.
Alhasil kubiarkan ia membuat kejantananku berdiri tegak sempurna terlebih dahulu, sebelum kami bercinta dan menikmati sensasi ruangan VVIP sebuah restaurant.