Kirana memang tidak tahu caranya memaki-maki orang bagaimana karena sedari dulu dia tidak pernah diajarkan yang demikian oleh ibunya. Karena itu, ketika dihina oleh orang-orang yang tidak suka kepadanya, Kirana hanya diam saja dan menganggap itu ujian bahwa Allah sedang menaikkan derajatnya sebagai seorang manusia.
Ketika urusannya dengan Bianca dan kedua orang temannya yang belum selesai, sekarang ada saja yang mencari gara-gara dengan dirinya. Memang benar Kirana pernah melihat Bianca sering bersama perempuan ini saat bermain ke suatu tempat atau bepergian, tapi Kirana tidak berpikiran negatif sama sekali bahwa perempuan di depannya ini ingin membalas dendamkan apa yang terjadi pada temannya, padahal korbannya sendiri sudah jelas di depan mata adalah Kirana.
Ketika tas laptop yang tadi digenggamnya begitu erat tiba-tiba ditarik paksa dan tahu-tahu sudah melayang di udara, Kirana membelalakkan mata tak percaya, matanya menatap langit-langit di atas, berupaya menangkap tas yang sudah melayang itu. Jangan sampai Kirana tidak bisa menangkapnya atau laptop berharga puluhan juga itu belum dipakai olehnya saja sudah rusak.
Perawakannya yang tinggi seakan membantu Kirana untuk melompat karena perempuan ini juga tidak puas dengan melempar tasnya begitu saja, dia ikut menghalangi Kirana yang mati-matian ingin menangkap tas laptop tersebut.
Semuanya terjadi begitu cepat. Ketika tubuh Kirana hanya terfokus pada tas laptop yang melayang, sementara tubuhnya dihantam keras dari samping hingga tangannya yang terulur tidak bisa menggapai tersebut tapi matanya reflek terpejam ketika tubuhnya berputar secara cepat dan di depan matanya sudah dinding yang kokoh.
Dentuman keras terjadi begitu saja. Tubuh Kirana menghantam dinding, begitupun dengan kepala Kirana yang perempuan itu rasakan paling berat. Darah bahkan sampai mengalir seperti air dari hidungnya karena hantaman yang terlalu keras tadi.
Sementara Pak Damar yang baru saja keluar bisa melihat kejadian yang berlalu cepat itu. Dia tidak masalah dengan tas laptopnya yang sudah tergeletak mengenaskan di lantai. Sementara beliau langsung berlari menghampiri Kirana yang terduduk seraya menadahi darahnya yang mengalir Karena dari semua orang-orang yang melihat, tidak ada yang mau mendekat.
"Apa begini yang dinamakan mahasiswa? Tidak bermoral? Apa kamu mau saya lempar ke dinding juga?!"
Apa yang terjadi sekarang menjadi tontonan. Pak Damar saja tidak habis pikir. Masalah Bianca saja masih berjalan, sekarang sudah muncul bibit-bibit baru yang bahkan terang-terangan melakukan tindakan kejahatan.
"Kirana?" Pak Damar lantas berlalu, memanggil Kirana tegas, beliau sudah jongkok di depannya, kemudian mengeluarkan sapu tangan agar digunakan oleh Kirana menyumpal perdarahannya.
"Laptopnya, Pak." Kirana berujar lirih dengan suara yang agak gemetar. Kalau ada yang mau merasakan, tidak sengaja terjedot atau terantuk dinding pelan saja sampai dipegangi bungkuk-bungkuk saking nyerinya dan itupun tidak sampai benjol atau memar kepalanya. Sementara Kirana sekarang, lihat kepalanya langsung bengkak sebelah karena kejadian ini. Matanya bahkan sampai berakhir. Tangan gadis itu memegang kepalanya yang terasa berdenyut-denyut hebat.
Untung saksi mata yang ada di sana bukan hanya Pak Damar, tapi banyak siswa-siswi yang lain, yang bahkan terlihat sama syoknya melihat kejadian yang tidak mengenakkan mata ini. Selain itu ada juga dosen yang kebetulan juga melihat. Jadi kalau mau menjadi saksi ketika disidangkan, pastilah yang menyerang Kirana ini kalah karena perbuatannya yang terlalu kasar disaksikan oleh banyak orang secara live.
Teman yang baik adalah teman yang saling mengingatkan dalam kebaikan, bukan malah membalas dendam tidak penting seperti ini dan dungunya lagi malah yang salah yang dibela. Entah bagaimana pemikirannya bisa sedangkal itu.
Yang menyerang Kirana ini masih tidak diketahui siapa dan motif yang sebenarnya apa. Namun Pak Damar ingat bahw perempuan ini juga anak didiknya tapi tidak sekelas dengan Kirana. Bahkan yang masih memiliki hati, mengambilkan tas laptop yang tergeletak mengenaskan bersama laptopnya di lantai.
Ini sudah sangat keterlaluan sekali. Sampai dosen yang masih melihat di belakang tadi langsung menghampiri Kirana dan Pak Damar juga untuk melihat kondisinya bagaimana.
"Pak, di bawa ke rumah sakit saja, di CT Scan, takutnya ada perdarahan dalam, itu mimisannya banyak sekali.
Pak Damar memandang Kirana yang masih terduduk lesu di depannya tanpa ekspresi. Kemudian menoleh ke arah mahasiswa-mahasiswi yang lain, "apa ada yang bisa membantu saya untuk mengambilkan kursi roda?"
Mereka yang melihat seolah-olah sepakat untuk membantu. Saking semangatnya untuk membantu, malah saling berebut sampai tiga orang yang pergi dan ketika kembali membawakan kursi roda yang berada di pos jaga. Ini anak-anak lelaki semua. Kemudian saat kursi rodanya didekatkan kepada Kirana, anak-anak perempuan yang ganti menghampiri, membantu Kirana untuk duduk di kursi roda tanpa diminta. Dan setelahnya, Pak Damar membiarkan ketika perempuan yang membantu mendorong untuk turun ke lantai dasar, bahkan kalau sampai rumah sakit pun, Pak Damar tidak masalsh. Biar Kirana tidak tertekan jika hanya laki-laki yang mengantarkan dirinya. Sementara pelaku tentu saja langsung diamankan petugas keamanan yang waktu itu membantu Pak Damar menolong Kirana.
Dari raut wajahnya yang tidak memilki penyesalan sama sekali membuat orang-orang di sana hilang respek. Kalau begitu, daripada terlihat sebagai seorang mahasiswa yang cantik dan pintar, yang jahat ini lebih terlihat seperti iblis yang mengerikan. Entah dimana hatinya sampai tega menyakiti yang lemah. Dosen di sana saja sampai menatapnya dingin, terlihat malas sekali.
"Hati-hati, kamu perempuan. Kalau suatu hari nanti memiliki anak perempuan terus disiksa seperti itu, jangan salahkan yang menyiksa. Jangan juga salahkan Tuhan. Tapi ingat-ingat perbuatan kamu yang tidak bermoral ini. Orang yang menanam, pasti akan menuia. Yang menanam bangkai, mendapat bangkai. Yang menanam bunga, jelas mendapat bunga-bunga yang indah dan mewangi."
Namun sayangnya, meski dosen itu sudah memberikan sindiran secara halus, perempuan yang sudah melakukan tindakan jahat sekali kepada Kirana tadi tetap berdiri di tempatnya tidak peduli. Seakan-akan perkataan semua orang yang memperingati dirinya tidak ada artinya sama sekali. Seperti dia bisa menjaga dirinya saja tanpa bantuan orang lain. Bahkan teman-teman yang masih ramai melihat hanya bisa berbisik satu sama lain, jelas mereka lebih memilih Kirana yang menjadi korban daripada pelaku yang sok berkuasa dan tidak merasa bersalah sama sekali. Entah pelajaran macam apa yang diterimanya selama ini hingga tingkah lakunya begitu rendah.
Sementara di depan sana, lagi-lagi Kirana dijemput mobil agar segera sampai di rumah sakit universitas karena lokasinya sendiri pun cukup jauh dari fakultas teknik. Pak Damar setia mendampingi beserta tiga perempuan seumuran Kirana yang turut menemaninya.
Pak Damar di depan bersama yang menyetir, sementara Kirana di belakang bersama ketiga perempuan yang lain. Kirana tidak berekspresi apa-apa, hanya diam ketika hidungnya dibantu dikompres oleh teman-temannya yang berhati baik tersebut. Sementara yang masih membuat Pak Damar khawatir itu karena Kirana yang diam saja, tidak berbicara sama sekali dengan wajahnya yang pucat pasi.
Begitu sampai di rumah sakit universitas sama seperti beberapa waktu yang lalu, Pak Damar kembali membawa Kirana ke IGD dan meminta bantuan yang sedang giliran jaga untuk melakukan prosedur CT Scan kepada Kirana. Kalau-kalau memang terjadi perdarahan dalam kepalanya agar segera ditangani. Pak Damar tidak akan bisa membayangkan kalau anak didiknya ini sampai kenapa-kenapa karena perundungan yang dialaminya.
Apa-apaan?! Seorang mahasiswa yang tentu saja diberikan kecerdasan intelektual dalam berpikir, yang pasti paham benar bagaimana cara yang benar memanusiakan manusi, tapi lihat, justru gelarnya yang tidak seberapa itu dipertanyakan seperti ini. Bahkan mahasiswa lain yang melihat kejadian tadi sudah mengklaim kalau perempuan yang menganggu Kirana tadi tidak lebih dari orang yang otaknya binatang atau cacat perilakuku. Karena kalau perempuan itu memiliki kecerdasan dalam berpikir, dia tidak akan melakukan hal serendah ini, bahkan terang-terangan tidak merasa bersalah pula. Seakan-akan dia begitu benar dengan melakukan perundungan kepada Kirana.
Ketiga perempuan yang menunggui ini sudah duduk di sepanjang kursi tunggu, sementara Pak Damar lagi-lagi yang menjadi penanggungjawab atas nama Kirana Nastiti. Sudah kewajibannya membantu yang kesusahan. Hanya saja, Pak Damar tetap dongkol dengan yang melakukan tindakan k*******n kepada Kirana tadi.
Untung Pak Damar orang yang berpengaruh, makanya pemeriksaan kepada Kirana langsung bisa dilayani segera. Semoga saja anak didiknya ini tidak sampai gegar otak atau terjadi perdarahan dalam kepalanya. Karena kalau itu sampai terjadi, perbuatan ini akan naik ke pengadilan di kota Depok dan Pak Damar sendiri yang akan melindungi Kirana dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Seperti yang selalu beliau katakan bahwa keadilan harus ditegakkan. Jika kalau tidak, tak menutup kemungkinan kejadian seperti ini akan terulang kembali. Dan Kirana yang mengalaminya secara berturut-turut dalam waktu yang berdekatan, pastilah psikisnya akan bermasalah.