Semua penonton semakin berteriak keras begitu Rangga kembali mencetak poin terakhir yang membawa kemenangan bagi timnya.
"Rangga," teriak semua mahasiswa perempuan.
Semua orang bersorak begitu pengumuman kemenangan sudah dinyatakan oleh wasit. Rangga terlihat bersorak dan berpelukan bersama anggota timnya.
Salma yang berdiri di samping Riana langsung menarik tangannya untuk ikut masuk di lapangan seperti penonton lainnya.
Semua orang terlihat mengerumuni Rangga dan timnya. Beberapa mahasiswa perempuan ada yang bahkan menawari botol minuman pada Rangga berharap diterima oleh pria itu.
Jantung Riana kembali berdetak kencang begitu menemukan tatapan Rangga yang tertuju padanya.
Apa Rangga melihat ke arahku? batin Riana.
Begitu Rangga berjalan menuju ke arahnya, Riana menggenggam kuat tali tas selempangnya karena rasa gugup.
"Kamu ngapain ke sini?" Tanya Rangga yang saat ini sudah berdiri di hadapannya.
Riana menarik nafasnya sekuat tenaga karena merasa saat ini dadanya kekurangan oksigen akibat rasa gugup. "A a aku datang buat lihat-lihat lingkungan kampus," jawab Riana.
"Pulang jam berapa? biar bareng aja nanti."
Riana melotot kaget mendengar perkataan Rangga, walaupun sebenarnya hanya dirinya dan Salma yang mengerti ajakan Rangga saat ini karena pria itu menggunakan bahasa Indonesia. Riana bisa mendengar bisikan-bisikan iri dari beberapa mahasiswa perempuan karena ia diajak bicara dengan Rangga.
Riana dengan cepat menggandeng tangan Salma yang berdiri di sampingnya. "Aku bareng temenku," ujar Riana.
Rangga mengangguk paham. "Oke kalau gitu. Aku duluan," pamit Rangga. Ia segera berbalik dan memanggil anggota timnya, kemudian mereka pergi bersama meninggalkan lapangan.
Begitu Rangga dan anggota timnya pergi Salma langsung menatap Riana dengan tatapan penuh selidik.
"Kamu kenal Rangga darimana? kok dia bisa ngajakin kamu pulang bareng?" Tanya Salma histeris.
Riana terdiam kebingungan. Ia sedang berusaha mencari alasan yang bisa dikatakan pada Salma tanpa perlu membeberkan bahwa dirinya dan Rangga tinggal bersama.
"Dia temennya kakakku," bohong Riana, padahal dirinya adalah anak tunggal.
"Ya ampun, beruntung banget kamu bisa kenal sama dia. Aku aja selama kuliah di sini walaupun satu jurusan sama dia tapi malah nggak pernah ngobrol sama sekali," ujar Salma.
Riana tersenyum kikuk.
"Ayo kita lanjut jalan-jalan lagi. Aku kenalin berbagai tempat bagus di kampus kita," ajak Salma bersemangat.
Riana mengangguk antusias, lalu mereka berdua mulai berjalan bersama untuk mengelilingi semua area kampus. Salma begitu antusias menjelaskan berbagai tempat di kampus serta fasilitas-fasilitas yang bisa digunakan mahasiswa di sini.
*****
Riana masuk ke dalam apartemen sambil menghembuskan nafas lelah karena mengelilingi kampus seharian ini. Setelah menutup pintu ia langsung berjalan menuju dapur, membuka kulkas lalu mengambil botol berisi air putih.
Setelah selesai minum ia berjalan dengan lesu untuk pergi ke kamarnya. Tubuhnya benar-benar sangat lelah dan perlu beristirahat saat ini.
Riana kemudian menuju wastafel untuk mencuci gelas terlebih dahulu sebelum kembali ke kamarnya. Begitu membuka keran Riana terkejut karena keran air tersebut malah terlepas dan air menyembur kencang dari pipa membasahi Riana dan seisi dapur.
"Aaaakkkhhhh," teriak Riana yang merasa terkejut karena tubuhnya sudah basah kuyup terkena cipratan air..
Pintu kamar Rangga terbuka menampilkan sosok pria itu yang berjalan terburu-buru menuju dapur karena mendengar suara teriakan Riana.
"Astaga. Kenapa bisa gini?" Tanya Rangga begitu sampai di dapur dan melihat kekacauan yang terjadi saat ini.
Riana terlihat sudah basah kuyup sambil berusaha menutupi keran wastafel yang menyemburkan air dengan begitu deras.
"Nggak tahu. Waktu aku mau nyalain keran buat nyuci gelas, tiba-tiba malah kaya gini," jawab Riana dengan panik. tangannya masih berusaha menutupi pipa yang bocor dengan kedua tangannya.
Rangga segera berjalan menuju laci paling sudut tempat tersimpan beberapa perkakas. Ia kemudian mengambil keran baru serta tang.
"Kamu geser sedikit, biar aku perbaiki dulu," ujar Rangga yang sudah memegang peralatan di tangannya.
Riana segera menyingkir dan berdiri disamping Rangga, membiarkan pria itu memperbaiki keran tersebut. Riana membantu sebisanya dengan memegang beberapa bagian yang dimintai Rangga.
Setelah sepuluh menit keduanya berkutat dengan peralatan, keran serta pipa tersebut, akhirnya mereka berdua bisa bernafas lega karena kebocoran sudah diatasi. Rangga berhasil mengganti keran yang tadi rusak dengan keran baru.
"Akhirnya udah beres," ujar Riana lega.
Rangga merapikan perkakas. "Emang kerannya udah lama belum diganti, ternyata malah rusak hari ini."
Riana mengangguk. "Pantas aja, kemarin waktu aku nyuci mangkok emang udah kerasa sedikit longgar. Nggak tahunya hari ini malah aku rusakin. Maaf ya," ujar Riana dengan rasa bersalah.
"Nggak perlu minta maaf, ini emang seharusnya udah diganti. Aku aja yang nunda-nunda selama ini."
Rangga kemudian mengumpulkan semua peralatan yang tadi ia gunakan kemudian dimasukkan ke dalam kotak perkakas kembali.
Begitu selesai meletakkan peralatan perkakas. Saat Rangga sudah berbalik untuk menatap Riana, ia malah memalingkan wajahnya. Membuat gadis di sampingnya itu kebingungan karena pria itu menghindari untuk menatapnya.
"Kenapa?" Tanya Riana pelan.
Rangga masih berusaha menghindari menatap Riana, bahkan beberapa kali ia batuk kecil seakan merasa gugup. "Lebih baik kamu masuk ke kamarmu untuk ganti baju sekarang," ujar Rangga.
Dengan ekspresi kebingungan Riana segera menundukkan wajahnya untuk memperhatikan tubuhnya. Ia terkejut karena ternyata akibat kebocoran pipa dan tersiram air baju berwarna putih tipis yang ia kenakan ini menjadi transparan dan alhasil mencetak jelas bra berwarna hitam yang ia kenakan.
Riana langsung memeluk tubuhnya untuk menutupi branya yang kelihatan kemudian ia langsung berlari menuju kamar dengan terburu-buru. Begitu pintunya tertutup ia bersandar di belakang pintu sambil mengontrol degup jantungnya.
"Bodoh Riana, kok bisa nggak sadar baju kamu jadi kaya gini," gumam Riana pada dirinya sendiri. Riana benar-benar merasa begitu malu. Baru dua hari mengenal Rangga tapi pria itu malah sudah melihat pakaian dalamnya, walaupun tidak terlihat secara langsung tapi tetap saja memalukan.
Riana berusaha menenangkan dirinya, ia kemudian segera membuka tas selempangnya lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membilas tubuhnya dan berganti pakaian.
Begitu selesai dengan aktifitasnya di kamar mandi. Riana keluar dengan mengenakan piyama berwarna biru langit. Ia langsung berjalan menuju ranjang untuk beristirahat sebentar, Baru saja akan duduk di ranjangnya secara tiba-tiba Riana merasakan getaran dari dalam perutnya yang menandakan ia sedang merasa lapar saat ini. Seharian berkeliling di kampus barunya bersama Salma ia hanya memakan beberapa jajanan ringan di kantin.
Padahal tadi dirinya merasa begitu kelelahan dan ingin tidur sebentar, tapi karena rasa lapar kantuknya malah sudah tidak terasa lagi.
Riana ingin keluar untuk memasak, tapi setelah kejadian tadi dirinya jadi begitu malu untuk bertemu dengan Rangga. Ia takut saat keluar dari kamarnya ini Rangga juga berada di luar.
Perutnya kembali berbunyi membuat Riana mendengus kesal. Ia segera berjalan perlahan menuju pintu. Tentu saja Riana tidak mau karena rasa malunya ia malah merasa tersiksa karena lapar.
Riana terdiam di depan pintu dan berdoa di dalam hatinya, semoga Rangga tidak ada di luar. Begitu pintu terbuka dan dirinya ingin keluar Riana benar-benar menyesal. Rangga saat ini berada di dapur dan terlihat sedang memasak, mendengar suara pintu Riana yang terbuka membuat pria itu menatap ke arahnya. Rasanya ia ingin kembali masuk ke dalam kamarnya, namun hal itu hanya akan memberikan kesan yang memalukan karena terlihat seperti dirinya menghindari Rangga.
Walau terpaksa, Riana akhirnya berjalan perlahan keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.
"Lagi masak?" Tanya Riana dengan nada rendah menahan malu.
Rangga mengangguk namun ekspresi pria itu terlihat biasa saja, seakan apa yang terjadi tadi sama sekali tidak mempengaruhinya.
"Aku masak cukup banyak. Makan bareng aja," tawar Rangga.
Riana ingin menolak karena masih malu jika berlama-lama bersama Erlan, namun ia merasa tidak sopan jika menolak penawaran pria itu. "Apa nggak ngerepotin kalau aku ikut makan?" Tanya Riana ragu.
Rangga terlihat tersenyum tipis sambil sibuk mengaduk masakannya di wajan. "Kita saat ini dalam beberapa bulan ke depan akan tinggal serumah. jangan terlalu merasa tidak enak satu sama lain," ujar Rangga.
"Kalau gitu aku bantu siapin piring," jawab Riana.
Riana melangkah ke rak untuk mengambil piring bagi mereka berdua. Melihat Rangga juga membuat sup ia memutuskan untuk mencari mangkok. Riana terlihat membuka beberapa laci dengan ekspresi kebingungan mencari keberadaan mangkok kecil untuk mereka gunakan.
"Cari apa?" Tanya Rangga melihat Riana yang kebingungan.
"Ahhh itu, aku nyari mangkok kecil," jawab Riana.
"Di laci paling atas," ujar Rangga sambil menunjuk ke arah laci atas tempat menyimpan mangkok kecil.
Riana kemudian melangkah ke arah laci yang ditunjuk Rangga. Begitu laci terbuka Riana menghembuskan nafas gusar melihat mangkok kecil yang diletakkan di bagian atas yang cukup tinggi. Riana berjinjit berusaha meraih mangkok tersebut dengan sekuat tenaga, saat ini ia benar-benar menyesali kebiasaannya yang tidak suka minum s**u saat kecil menyebabkan dirinya harus berakhir dengan tinggi pas-pasan.
Tangan Riana hampir mencapai mangkok kecil tersebut, tangannya terus bergeser hingga mangkok berada di bagian pinggir. Dengan satu gerakan tangan, Riana malah menyenggol mangkok yang sudah berada di pinggir hingga benda itu akhirnya terjatuh membuat Riana menjerit kaget.
Beberapa menit ia tidak mendengar suara mangkok yang terjatuh di lantai. Begitu ia berbalik, Rangga sudah berdiri di belakangnya berhasil menangkap mangkok yang terjatuh itu. Jantung Riana berdegup kencang karena posisi pria itu yang begitu dekat dengan dirinya seakan sedang memeluknya, bahkan karena Riana berbalik tadi wajah mereka berdua saling pandang dalam jarak beberapa senti saja.
Riana bisa merasakan hembusan nafas Rangga yang hangat di sekitaran wajahnya. Ia sangat yakin jika mereka bergerak sedikit saja maka bibir mereka pasti akan langsung saling menyentuh.
Rangga meletakkan mangkok yang ia tangkap di tangan Riana, gerakan tersebut malah membuat Riana terkejut hingga mundur ke belakang dan membuat punggungnya malah menyentuh d**a bidang Rangga.
"Maaf," ucap Riana sambil bergerak menjauhi tubuh Rangga.
Rangga hanya tersenyum tipis lalu berjalan menuju kompor untuk mengangkat masakannya yang sudah matang. "Apa kamu mau berdiri terus di situ?" tanya Rangga yang melihat Riana yang hanya berdiam diri saja di sana.
Mendengar perkataan Rangga membuat Riana salah tingkah. ia akhirnya membawa mangkok yang diberikan Rangga menuju meja makan. Melihat tingkah gadis itu membuat Rangga tertawa kecil.