Bab 7

1549 Words
Makan malam berlangsung dengan sangat kaku. Riana sesekali melirik Rangga yang terlihat sibuk dengan makanan di atas piringnya. Hanya ada suara denting Senduk yang beradu dengan piring di antara mereka. "Kamu ternyata cukup terkenal di kampus," ujar Riana memecahkan keheningan. Rangga mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Riana. Melihat respon Rangga yang hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikit pun membuat Riana kembali terdiam dan melanjutkan menyantap makanan di atas piringnya. Rangga sudah selesai makan, ia baru saja akan berdiri dan membawa piring kotor miliknya namun dicegah oleh Riana, "Biar aku aja yang nyuci piring. Kan kamu tadi udah masak." Mendengar perkataan Riana membuat Rangga kembali meletakkan piring kotor tersebut di atas meja. "Makasih," ucap Rangga pelan dengan nada datar khasnya. Rangga kemudian berjalan meninggalkan meja makan menuju balkon apartemen. Entah kenapa pandangan Riana malah mengikuti langkah pria itu. Di balkon Rangga hanya berdiri di belakang besi pembatas menatap pemandangan kota di Singapura. Tangannya kemudian merogoh saku celana miliknya dan mengeluarkan sebungkus rokok dan pemantik. Ia mengambil sebatang rokok dari bungkusan tersebut lalu menyalakan pemantik dan membakarnya. Hembusan asap rokok terbang disekitaran Rangga. Ia beberapa kali mengisap lalu menghembuskannya batang rokok yang terselip di jarinya. Riana memilih memalingkan wajahnya kembali fokus dengan makanan miliknya yang tersisa dua sampai tiga suapan lagi. Dengan terburu-buru ia menghabiskan sisa makanan di atas piring. Setelah selesai Makan, gadis itu segera merapikan meja makan lalu membawa piring kotor menuju dapur untuk dicuci olehnya. Selesai dengan cuciannya Riana berjalan kembali menuju meja makan untuk melap permukaan meja agar tidak berminyak. Ia juga berjalan masuk kembali ke arah dapur untuk membersihkan dapur bekas Rangga memasak tadi. "Seharusnya tidak perlu sampai membersihkan dapur. Aku yang memasak, jadi biar aku yang membersihkannya," ujar Rangga yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Riana yang sedang membersihkan kompor. Bukannya tadi dia masih merokok di balkon, batin Riana. "Nggak pa pa. Kan kamu masak, jadi aku rasa sudah seharusnya aku yang membersihkan dapur," jawab Riana. Rangga tidak menanggapi perkataan Riana, ia malah mengambil kain lap lain lalu ikut membersihkan meja dapur. Melihat pria itu yang sudah ikut membersihkan dapur, Riana memilih tidak mencegahnya. Ia kembali melanjutkan aktifitasnya melap kompor. Begitu selesai dengan kompor, Riana sudah akan mencuci kain lap yang ia gunakan. Rangga juga berdiri di sampingnya membilas kain lap di tangannya. Mata Riana tidak sengaja melihat sesuatu di belakang telinga Rangga, seperti tulisan sebuah tanggal. Selama ini ia sepertinya tidak memperhatikan tulisan itu karena cukup kecil dan sulit terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama. "Itu tatto ya?" Tanya Riana ragu-ragu. Rangga yang sedang membilas kain di tangannya memalingkan wajahnya menatap Riana kemudian mengangguk. "Tatto yang aku buat tiga tahun yang lalu," ungkap Rangga. Riana hanya mengangguk mendengar jawaban Rangga. Sebenarnya ia penasaran arti tanggal di tatto pria itu, hanya saja Riana rasa terlalu tidak sopan menanyakan hal itu. Riana tiba-tiba menahan nafas karena gugup. Rangga yang berdiri di sampingnya tiba-tiba memajukan badannya ke arah Riana seakan ingin memeluknya, tangan pria itu terulur ke bagian belakang tubuh Riana. Wajah Riana dengan panik menatap wajah Rangga yang begitu dekat dengannya, karena malu ia segera memalingkan wajahnya ke arah lain karena wajah mereka yang begitu dekat saat ini. "Tempat gantungan kain ada di belakang kamu," bisik Rangga di telinga Riana, seakan memberitahukan bahwa ia hanya ingin meletakkan kain yang dibilasnya. Riana hanya mengangguk sebagai jawaban, karena gugup tangannya meremas kain yang ia pegang dengan begitu kuat membuat air yang ada pada kain menetes ke lantai. Rangga sudah menjauhkan tubuhnya. Riana segera menggantung kain di tangannya kemudian berbalik ingin pergi dari area dapur. Karena berjalan begitu terburu-buru, lantai yang basah akibat tetesan air dari kain yang dipegang Riana membuat langkahnya menjadi tergelincir. Riana sudah akan pasrah jika tubuhnya terbentur lantai, namun belum benar-benar terjatuh sebuah tangan melingkar di pinggangnya dan menarik Riana. Jantung Riana berdegup kencang tidak terkontrol, saat ini ia berada di pelukan Rangga. Tubuh mereka saling menempel dengan wajah yang hanya berjarak beberapa senti saja. Mereka berdua bahkan bisa merasakan deru hangat nafas masing-masing. Waktu seakan berjalan lambat dengan posisi mereka berdua yang saling berpelukan saat ini. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Rangga. Riana langsung menyadari posisi tubuh mereka saat ini. Ia segera melepaskan tangannya yang melingkar di leher Rangga. "Maaf, ahhh salah maksud aku makasih," ucap Riana gugup. Ia kebingungan harus berterimakasih karena Rangga menolongnya atau harus meminta maaf saat ini karena kecerobohannya. "Malam sudah larut. Lebih baik kamu beristirahat sekarang. Besok pagi kamu harus berangkat ke kampus untuk penerimaan mahasiswa baru kan?" ujar Rangga memberitahukan. Riana mengangguk. "Kalau gitu aku masuk kamar dulu," pamit Riana dengan suara terbata-bata. Ia segera berjalan cepat keluar dari area dapur menuju ke dalam kamarnya. Begitu sampai ke dalam kamar Riana langsung berlari ke arah ranjang dan menjatuhkan tubuhnya ke sana. Ia berguling-guling di ranjang sambil membenamkan wajahnya pada bantal. Mengingat kejadian yang terjadi di dapur benar-benar membuat Riana malu setengah mati. Kenapa dia selalu begitu ceroboh di hadapan Rangga? Entah bagaimana kesan Rangga pada dirinya ini. ***** Riana keluar dari kamarnya dengan setelan pakaian casual rapi. Ia berjalan menuju pintu apartemen sambil merogoh tasnya mencari sesuatu. "Cari apa?" Tanya Rangga yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya. Riana sebenarnya cukup malu bertemu dengan Rangga lagi setelah kejadian semalam. Tapi menghindari Rangga di saat mereka berdua tinggal satu apartemen tentu saja hal yang mustahil. "Bukan apa-apa," jawab Riana dengan kikuk. Riana kembali merogoh tasnya dan tersenyum senang saat berhasil menemukan apa yang dicarinya. Ia mengeluarkan satu buah permen mint lemon kesukaannya yang hanya tersisa satu. "Jadi dari tadi kamu mencari itu," ujar Rangga. Riana mengangguk, ia kemudian membuka bungkusan permen dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rangga yang duduk di sofa ruang tengah apartemen melirik jam yang ada di dinding. "Ini masih terlalu pagi, kenapa kamu sudah bersiap-siap untuk berangkat?" Tanya Rangga. Riana terdiam bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ia mengatakan pada Rangga bahwa dirinya memilih berangkat sepagi ini karena ingin berjalan kaki ke kampus demi menghemat uang transportasi. "Pingin tiba lebih cepat aja," jawab Riana berbohong. "Kalau begitu aku pergi dulu," pamit Riana. Ia segera berjalan menuju pintu apartemen dan keluar dari unit apartemen mereka. Setelah keluar dari gedung apartemen, Riana segera mengambil ponselnya dari dalam tas untuk membuka google maps untuk melihat perjalanan menuju kampusnya dengan berjalan kaki. "Tiga puluh menit nggak lama kok Riana, semangat," ucapnya pada diri sendiri. Riana kemudian berjalan dengan santai menelusuri jalanan kota menuju National University Of Singapore tempatnya akan mengenyam pendidikan selama dua sampai tiga tahun ke depan. Perjalanan Riana yang cukup panjang dengan berjalan kaki benar-benar menguras tenaganya. Ia menghembuskan nafas lega begitu tiba di area kampus. Riana melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih sekitar dua puluh menit lagi sebelum kegiatan penerimaan Mahasiswa baru berlangsung. Ia memutuskan untuk segera pergi ke lokasi tersebut dan menunggu di sana. ***** Kegiatan penerimaan Mahasiswa baru sudah selesai dari satu jam yang lalu. Riana juga sudah menerima jadwal perkuliahannya selama satu Minggu. Setelah selesai kegiatan Riana menerima pesan dari Salma yang menanyakan keberadaannya dan janjian untuk makan bersama di kantin kampus. Mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu di depan kantin kampus. "Riana," panggil Salma begitu melihat kedatangannya. Riana melambaikan tangan pada gadis itu dan berlari kecil mendekatinya. "Ayok, langsung masuk aja yuk," ajak Salma. Keduanya pun berjalan bersama memasuki kantin kampus. Suasana kantin cukup ramai saat ini. Riana memilih memesan makanan yang paling murah untuk menghemat. Setelah mereka berdua selesai memesan makanan, keduanya berjalan bersama dengan nampan makanan sambil mencari meja yang kosong. "Di sana ada yang kosong," tunjuk Salma pada sebuah meja kosong dekat jendela kaca. Riana dan Salma kemudian berjalan menuju meja tersebut dan duduk di sana sambil meletakkan nampan makanan mereka. Baru saja mereka berdua duduk, kantin kampus tiba-tiba menjadi ramai. Dari pintu kantin Rangga bersama teman-temannya terlihat masuk ke area kantin, membuat semua mahasiswa perempuan yang melihat mereka beberapa terlihat menjerit senang. "Itu Rangga," ujar Salma bersemangat. Riana hanya tertawa kecil melihat Salma yang begitu bersemangat karena melihat Rangga. "Ya ampun, dia ganteng banget sumpah," puji Salma. "Jadi nggak sabar hari Sabtu." "Hari Sabtu emangnya kenapa?" Tanya Riana penasaran. Salma memandang ke arah Riana. "Oh iya aku lupa bilang ke kamu. Setiap hari Sabtu itu pertemuan komunitas Mahasiswa dari Indonesia di kampus kita ini. Nah si Rangga ini Ketua Komunitas," jawab Salma. "Kamu juga harus ikut kegiatan hari Sabtu nanti ya, biar aku kenalin sama anak-anak yang lain," lanjut Salma. Riana mengangguk dengan semangat. Salma kembali melirik ke arah Rangga dan teman-temannya yang sudah duduk di salah satu meja kantin. "Kamu kan kenal Rangga nih. Menurut kamu sifat dia kaya gimana sih?" Tanya Salma penasaran. Riana terdiam sambil ikut melirik ke arah Rangga, ia terkejut saat ternyata pria itu juga melihat ke arahnya membuat ia segera memalingkan tatapannya. "Riana, kok diem aja? ceritain dong," pinta Salma. Riana berpikir sebentar sebelum menjawab, "Entah kenapa menurut aku Rangga itu punya aura yang sangat mengintimidasi lawan bicaranya. Kadang dia terlihat banyak bicara tapi kadang juga hanya diam saja. Walau berbicara banyak nada bicaranya tetap datar dan wajahnya selalu tanpa ekspresi. Bisa dibilang dia orang yang cukup kaku," ujar Riana mendeskripsikan Rangga yang selama ini ia perhatikan. Salma mengangguk Paham. "Emang sih, banyak yang bilang aura Rangga itu benar-benar mengintimidasi. Tapi kayanya itu deh yang jadi pesona dia. Wajah tampan dengan sosok misterius," ujar Salma. Riana sibuk memakan makanannya tanpa mengomentari perkataan Salma. Namun dalam hati ia diam-diam menyetujui pendapat gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD