Prolog
(Satu tahun sebelum berangkat ke Singapura)
Riana Alma Reswa, gadis berusia 21 tahun itu berjalan dengan penuh semangat menuju rumahnya dengan perlengkapan wisuda di tangannya yang baru diambilnya dari kampus. Setelah empat tahun lamanya mengenyam pendidikan jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Indonesia dengan beasiswa full, seminggu lagi dirinya akan secara resmi menyandang status sarjana.
Bahkan yang paling membahagiakan adalah, ia berhasil mendapatkan beasiswa full untuk S2 di National University Of Singapore. Memiliki kemampuan akademik yang cukup hebat serta sifat semangat pantang menyerah membuat dirinya yang berasal dari keluarga sederhana bisa merasakan pendidikan yang berkualitas.
Riana berjalan memasuki halaman rumahnya Saat tiba di depan pintu masuk, ketika baru akan meraih gagang pintu pergerakannya terhenti karena ia mendengar suara barang-barang dapur yang seakan sengaja dibuang ke lantai hingga menghasilkan bunyi yang cukup besar.
"Itu anak udah sekolah sampai Sarjana, masa masih mau Lo biarin sekolah lagi di luar negri. Mending dia kerja yang bener biar bisa ngasih kita duit," ujar seorang pria yang berteriak begitu keras. Pria tersebut tidak lain adalah ayahnya.
"Itu adalah mimpi Ana untuk memiliki pendidikan setinggi mungkin, jangan menghalangi mimpinya hanya agar kamu bisa menjadikan dia mesin penghasil uang Mas," ujar seorang wanita yang adalah Ibunya.
Suara tamparan terdengar di telinga Riana, ia menutup mulutnya menahan tangis.
"Dasar perempuan bodoh. Dia anak gua, apa salah gua minta duit sama dia?"
"Cukup Mas, biarkan hanya saya yang harus menderita untuk dijadikan mesin penghasil uang oleh kamu. Jangan jadikan anak saya penghasil uang untuk kamu berjudi dan mabuk-mabukan," teriak ibunya disertai suara tangis.
Suara pecahan kembali terdengar.
"Pokoknya tu anak nggak boleh lanjutin kuliahnya, nggak guna sekolah tinggi-tinggi buat cewe. Mumpung dia cantik mending gue pake buat diserahin ke madam Cia, lumayan bisa ngehasilin duit."
Airmata mengalir deras di pipinya saat mendengar perkataan Ayahnya itu. Madam Cia adalah seorang wanita pemilik sebuah bar tempat Ayahnya biasa berjudi dan mabuk-mabukan, ia juga mempekerjakan beberapa wanita penghibur bagi para tamu yang datang di bar miliknya
Riana tentu saja ketakutan mendengar niat Ayahnya yang ingin menjual dirinya ke wanita itu. Dari dulu Riana harus selalu mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Ayahnya selalu jarang pulang ke rumah, ia lebih senang pergi judi, mabuk-mabukan, bahkan main perempuan. Dirinya hanya ingat pulang jika uangnya habis kemudian dia akan meminta uang pada Ibunya sambil berteriak paksa dan menyiksa Ibunya itu.
Merasa tidak kuat mendengar pertengkaran kedua orangtuanya, Riana segera berlari menjauhi rumahnya menghindari rasa sakit yang selalu ia rasakan hampir setiap kali Ayahnya datang ke rumah.
Entah bagaimana, kegiatan melarikan diri Riana berakhir dengan kakinya membawa dirinya ke sebuah pantai. Ia saat ini berjalan perlahan di area pelabuhan yang sudah tidak beroperasi lagi, Ia duduk di pinggir pelabuhan sambil menatap lautan biru di hadapannya ini.
"aaaaaaakkkkkkkkhhhhhhhh."
Ini adalah suara teriakan keras Riana, teriakan ini seakan alat yang ia gunakan untuk mengurangi rasa sesak di dalam hatinya. Dari kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah, baginya sosok Ayah hanyalah monster yang akan menyiksa dirinya dan Ibunya.
"Aku pingin sukses dan membahagiakan Ibu, setelah itu kami akan pergi menjauh dari pria brengs*k itu," teriak Riana begitu keras.
Air mata masih mengalir deras di pipinya, beberapa kali ia bahkan mengusap hidungnya.
Seorang pria yang memegang sebuah kamera berdiri di tebing dekat pantai tempat sebuah mercusuar dibangun melihat ke arah pelabuhan yang tidak begitu jauh dari jaraknya. Ia melihat ke sana saat mendengarkan suara teriakan seorang gadis.
Walau tidak bisa mendengar jelas apa yang diteriaki gadis itu, yang pasti ia tahu bahwa gadis itu sedang menangis saat ini. Ia segera mengarahkan kamera miliknya ke arah pelabuhan berusaha memotret gadis yang menangis itu beberapa kali.
Ia melihat hasil jepretannya yang cukup bagus. Wajah gadis itu sepertinya cukup cantik, karena walau menangis hasil foto tersebut terlihat begitu indah.
Ia segera mengambil alat print foto portabel yang dibawanya. Setelah memindahkan file foto itu ke ponselnya, pria itu langsung mencetak foto tersebut menjadi sebuah foto polaroid kecil. Ia kemudian meraih pulpen dari saku celananya dan menulis sesuatu di belakang foto polaroid di tangannya itu.
Pria itu kemudian memanggil seorang anak kecil laki-laki , ia memberikan foto tersebut dan dua buah permen ke tangan anak kecil itu.
"Berikan ini pada kakak cantik di sana," tunjuk pria itu ke arah Riana.
Anak kecil itu mengangguk lalu berlari ke arah pelabuhan tempat Riana duduk sambil menangis menatap laut.
Riana yang sedang sibuk meratapi hidupnya dikejutkan dengan seseorang yang menyentuh pundaknya. Saat ia berbalik seorang anak laki-laki terlihat menyodorkan sebuah kertas dan permen padanya.
"Ini dari kakak ganteng," ujar anak tersebut sambil menunjuk ke arah tebing mercusuar.
Begitu Riana melihat ke arah sana ia hanya menemukan punggung seorang pria yang berjalan menjauh.
"Makasih dek," jawab Riana setelah menerima pemberian anak kecil itu.
Setelah anak kecil itu berlari pergi meninggalkannya Riana baru memperhatikan kertas tersebut. Ternyata itu adalah sebuah foto polaroid.
Ia mengerutkan dahinya menatap bingung saat melihat bahwa foto tersebut ternyata adalah foto dirinya yang sedang menangis tadi. Ia kemudian membalikkan foto tersebut dan melihat ada sebuah tulisan di sana.
"Aku tidak tahu apa yang membuatmu bersedih, namun ketahuilah wajahmu saat menangis saja sudah begitu cantik apalagi jika tersenyum. Puaskan hatimu untuk menangis lalu ingatlah untuk bangkit kembali. Malam yang gelap akan segera berlalu setelah matahari terbit menyinari bumi."
Riana seketika tersenyum membaca kalimat dari foto polaroid itu. Ia kemudian berdiri dan melihat sekitar untuk mencari tahu siapa pria yang memotretnya ini, namun tidak ada tanda-tanda orang yang memegang kamera.
Riana kemudian kembali duduk sambil menatap foto polaroid tersebut dengan senyuman, ia kemudian menghapus airmata yang membasahi pipinya sambil berusaha menguatkan hatinya bahwa semua akan berlalu selama dirinya terus bertekad untuk maju ke depan dan memperbaiki hidupnya.
Riana segera membuka bungkus permen tersebut dan memasukkannya ke dalam mulut. Ia merasa lega saat rasa manis dari permen pemberian pria misterius berputar di Area mulutnya.
Siapapun pria yang menghiburnya hari ini, ia benar-benar berterimakasih pada orang itu? Semoga hari pria itu juga berjalan dengan lancar dan semua permasalahan hidupnya dapat terselesaikan.