38. Alasan

1226 Words
Kedua kaki Key turun dari angkot dan gadis itu pun berjalan ke arah gerbang sekolahnya bersama dengan beberapa murid lain. Kemudian di saat yang bersamaan, sebuah sepeda motor melaju pelan mengimbangi langkah kakinya. "Ravano mana? Kok lo naik angkot?" tanya Tristan. "Udah berangkat duluan, tadi." Salah satu alis milik Tristan kemudian naik. Ia merasa ada yang aneh yang terjadi lagi di antara kedua kakak beradik itu. "Terus kenapa lo gak bilang ke gue? Harusnya tadi lo nelepon terus nyuruh gue ke rumah lo. Gue gak ngerasa keberatan kok, dari pada lo mesti naik angkot. Gimana kalo kejadiannya kayak waktu itu? Pas—" Tristan langsung berhenti saat ia hampir menabrak seseorang dan juga kalau Key tidak mendengarkannya karena gadis itu bahkan sudah berjalan terlebih dulu. Tristan terdiam di sana selama beberapa saat sebelum akhirnya lelaki itu segera melesat menuju parkiran sekolah dan menyimpan motornya di sana. Ia langsung berlari memasuki koridor dan mengejar Key yang sudah mendahuluinya. "Gak enak bener pagi-pagi udah dikacangin!" Tristan melirik Key yang berjalan di sebelahnya. Namun Key masih juga tak bereaksi, menandakan kalau saat ini gadis itu memang sedang dalam perasaan yang tak terlalu bagus. Tristan membuang napasnya pelan kemudian ia meletakkan salah satu tangannya di kepala Key dan mengusap puncak kepala gadis itu dengan gerakan lembut. "Kenapa, hm? Berantem lagi ya, sama Ravano? Padahal kemarin kalian masih baik-baik aja," ujar pemuda itu. "Gue juga gak ngerti sama Ravano sekarang. Dia kemarin pulang telat dan lo tahu apa? Dia ngerokok, dan Ravano itu selama ini gak pernag ngerokok." Key mendengkus pelan. Ia dan Tristan menaiki satu per satu anak tangga menuju ke lantai dua. "Ravano ... ngerokok?" Tristan mengerutkan dahinya. "Hm. Dan itu aneh banget karena semuanya terjadi secara tiba-tiba. Lo sendiri tahu kan, kemaren bahkan sikapnya Ravano masih baik-baik aja tapi gak tahu kenapa dia tiba-tiba jadi kayak gitu." Key menyilangkan kedua tangannya di depan d**a dan gadis itu mendudukkan tubuhnya di bangku begitu ia dan Tristan sudah sampai di kelas. "Kenapa, Key? Masih pagi udah badmood aja kayaknya. Pasti Tristan bikin ulah lagi, ya," ujar Adel seraya menatap Tristan yang masih berdiri di sebelah mejanya. Pemuda itu kemudian membulatkan kedua matanya. "Lho, kok gue? Gue gak ada hubungannya sama yang ini, ya, mohon maaf. Akar permasalahannya aja masih belom jelas," ujarnya. "Terus kenapa? Berantem lagi sama Ravano?" ujar Adel. Key terdiam, membuat Adel semakin yakin kalau kedua orang itu memang sedang dalam kondisi yang kembali tak menyenangkan. "Nah, kan, sekarang apa lagi, Key? Semuanya udah hampir clear lho, Ravano juga udah ngasih kepercayaan ke Tristan buat jaga lo. Dan lo sendiri juga udah berdamai sama nyokapnya Ravano, kan. Apa lagi sekarang?" Kepala Key kemudian menggeleng pelan. "Gue belom nyari tahu alasan kenapa sikap Ravano yang tiba-tiba berubah." "Berubah?" Kedua alis milik Adel langsung bertaut. "Key bilang sikapnya Ravano berubah pas kemaren pulang sekolah. Katanya Ravano pulang telat dan abis ngerokok gitu, tadi aja mereka gak berangkat bareng dan Key sampe naik angkot." Tristan kemudian menjelaskan. "Eh? Seriusan, Key?" Adel membulatkan kedua matanya. "Kok gitu sih? Padahal kan kemaren aja dia masih biasa-biasa aja. Apa mungkin Silvi berulah lagi?" ujar gadis itu kemudian. "Silvi? Kayaknya bukan gara-gara dia deh," ujar Key. "Ya siapa tahu aja gitu kan, sia ngehasut Ravano lagi sampe akhirnya Ravano berubah sikapnya sama lo," ujar Adel. "Emm ... BTW Key, berarti rencana liburan kita gimana dong?" "Soal itu, sori ya, Del. Kayaknya lain kali. Soalnya saat ini gue juga gak mungkin sih pergi liburan gitu aja sementara sikap Ravano mendadak kayak gitu tanpa kejelasan sama sekali." Key menatap Adel yang sudah mengerucutkan bibirnya. Gadis itu pun menepuk pundak Adel pelan. Key perlahan mengepalkan kedua tangannya. Setelah semuanya, ia berpikir kalau masalah yang ia hadapi akan berakhir namun ternyata semuanya tidak semudah itu. *** Kedua kaki milik Key berjalan menyusuri salah satu koridor kelas IPS. Gadis itu kemudian berhenti di salah satu pintu kelas dan tepat ketika ia hendak melangkah masuk, ia langsung berhenti saat berpapasan dengan dua orang di sana. "Key? Ngapain lo di sini?" tanya Kinn. Tak biasanya ia melihat Keanna datang ke kelasnya saat jam istirahat. Namun Key sama sekali tak mempedulikan pertanyaan Kinn dan sekarang gadis itu menatap Ravano dengan kedua matanya yang tajam. "Bisa ikut gue sebentar? Ada yang perlu gue omongin sama lo," ujar Key. Namun saat ia hendak menarik tangan Ravano, lelaki itu dengan segera menepisnya dan hal itu membuat Kinn yang ada di sana langsung terkejut. "Ya udah ngomong di sini aja. Bisa kan?" ujar Ravano. Key meremas pinggiran roknya dengan kuat, mencoba menahan amarahnya dan juga berusaha agar ia tak memukul wajah Ravano di sana. "Kenapa lo jadi kayak gini, Rav?" tanya Key. "Kayak gini gimana? Gue emang kayak gini, kan." "Enggak, enggak. Ini sama sekali bukan kayak lo yang biasanya. Lo punya masalah apa sama gue sekarang? Setidaknya lo harus ngomong ke gue jadi setidaknya gue bisa introspeksi diri gue! Jangan kayak gini, Rav!" ujar Key lantang. "Tu-tunggu, tunggu, ini kenapa lagi sih? Rav, lo bikin ulah apaan lagi sampe Key marah-marah begini?" ujar Kinn seraya menatap Ravano. Namun Ravano tak menjawabnya dan lelaki itu pun pergi begitu saja dari sana. "Ravano!" Key pun tak tinggal diam dan gadis itu segera mengejarnya. Ia langsung menarik kuat tangan Ravano hingga lelaki itu berbalik dan kembali menatapnya. "Lo bisu, hah? Gue bilang lo harus ngomong! Jelasin semuanya ke gue dan jangan bersikap kayak gini!!" teriak Key hingga beberapa orang yang ada di sana pun menatap ke arah mereka berdua. "Gak ada yang perlu gue jelasin sama lo, Keanna! Lo sekarang udah bebas, kan! Lo bisa ngelakuin apapun yang lo mau dan jangan lupa sama ucapan lo dulu, buat gak ikut campur urusan masing-masing. Lo bisa pergi ke mana pun yang lo mau. Paham?" Ravano langsung mengempaskan tangan Key dengan kasar hingga gadis itu terdiam di sana, menatap punggung Ravano yang semakin jauh. Di belakang sana, Kinn menatap pertikaian dua orang itu dengan kedua alis yang bertaut. "Ini buruk. Ravano bahkan selama ini gak pernah terlihat sekasar itu sama Key," ujarnya pelan. Sementara itu di kelas, Tristan yang baru saja selesai menulis itu pun membereskan semua peralatan menulisnya di atas meja dan segera mengembalikan buku catatan yang ia pinjam dari Key, namun ia baru menyadari kalau saat ini gadis itu sudah tak ada di tempatnya "Key ke mana?" tanya Tristan pada Adel yang masih berada di sana. "Gak tahu, tadi dia langsung pergi gitu aja tanpa ngomong apapun ke gue. Palingan ke kelasnya Ravano sih," ujar gadis itu kemudian membuang napas pelan. Tristan pun melangkahkan kakinya ke luar kelas dan ia pergi ke kantin. Mungkin setelah urusannya selesai dengan Ravano, Key akan pergi ke sana. Tristan bisa saja menyusul Key ke kelas Ravano namun ia tak mau membuat semuanya menjadi keruh karena keberadaannya di sana. Namun belum sempat ia melangkahkan kakinya menuruni tangga, kedua telinganya sempat mendengar adanya keributan kecil dari bawah sana. Tristan pun memundurkan kembali langkahnya untuk melihat apa yang sedang terjadi di sana. Dan ia melihat Key. Gadis itu terlihat sedang terlibat sebuah pertengkaran dengan Ravano namun Tristan tak bisa mendengar apa yang sedang mereka katakan karena jarak yang jauh, namun ia bisa dengan cukup jelas melihat kalau kedua orang itu saling membentak satu sama lain. Hingga pada akhirnya ia melihat Ravano yang menghempaskan tangan Key dengan kasar sebelum akhirnya meninggalkan gadis itu sendirian di sana, bersama dengan beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya. —tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD