"Ada apa ini?" Karin menatap dua anak muda di depannya secara bergantian.
Ravano kemudian memutus kontak matanya dengan Key dan pria itu pun pergi dari sana dan segera masuk ke dalam rumah.
"Ravano, kamu belum jawab pertanyaan Mama! Ravano!" ujar Karin setengah berteriak namun Ravano sama sekali tak menggubrisnya atau bahkan menghentikan kedua langkah kakinya.
"Ya ampun." Karin membuang napasnya agak kasar. Kemudian wanita itu menyadari ada yang aneh di sana. "Tunggu, ini kan ... bau rokok," ujarnya kemudian beralih menatap Keanna yang kini sudah menundukkan kepalanya.
"Key, apa Ravano habis merokok?" tanya Karin kemudian.
Key tak langsung menjawab pertanyaan dari wanita itu dan gadis itu lalu membuang napasnya pelan sebelum akhirnya berujar dengan lirih, "a-aku gak yakin soal ini tapi, kayaknya Ravano emang habis ngerokok sama teman-temannya tapi setahuku teman-temannya yang lain gak ada yang kayak gitu, apalagi Ravano itu paling deket sama Kinn," ujarnya.
Karin lalu memijat pelipisnya begitu kepalanya itu terasa mulai berdenyut. Padahal semuanya sudah mulai baik-baik saja tapi kenapa masalah yang baru harus datang lagi?
Dan parahnya, kali ini giliran Ravano yang bermasalah padahal di waktu sebelum-sebelumnya Ravano begitu bekerja keras untuk membujuk Key supaya mau berdamai, namun kini saat semuanya perlahan mulai membaik, Ravano justru malah menebarkan kembali percikan api.
"Mama gak usah khawatir. Soal ini, biar aku aja yang ngomong ke Ravano," ujar Key seraya tersenyum tipis. Gadis itu kemudian berjalan memasuki rumah dan ia menaiki satu per satu anak tangga menuju kamar Ravano, yang ternyata di sana sudah ada Irina dan juga ayahnya.
"Kak Key, Kak Ravano gak sakit kan? Aku ketuk-ketuk pintunya dari tadi gak dibukain terus," ujar Irina usai gadis itu menyadari kedatangan Key ke sana.
"Ravano baik-baik aja kan, Key? Dia kayaknya lagi bad mood. Kalian berantem lagi?" ujar Handoko.
"E-enggak, kok. Sekarang ada hal yang perlu aku omongin ke Ravano. Apa Papa bisa bawa Irina turun?" ujar Key pelan pada Handoko.
Handoko melirik Irina yang masih memanggil-manggil Ravano dan kemudian pria itu pun berusaha meyakinkan Irina kalau Ravano baik-baik saja dan pria itu pun membawa Irina turun kembali ke bawah.
Sepeninggalnya Handoko dan juga Irina dari sana, Key segera mengetuk-ngetuk pintu kamar Ravano seraya memanggil-manggil lelaki itu namun hasilnya nihil dan tak ada respon sama sekali dari dalam.
"Bisa lo buka pintunya sekarang juga, Rav! Kita perlu bicara! Stop bikin keadaannya jadi berbalik saat gue udah mulai damai sama lo!" ujar Key dari balik pintu. Gadis itu semakin kuat mengetuk pintu kamar Ravano namun lelaki itu masih tak kunjung merespon.
"Lo kalo ada masalah setidaknya ngomong! Lo bisa cerita ke siapa aja, Rav! Lo gak harus selalu cerita ke gue! Jangan kayak gini! Ravano!!"
Di bawah, Irina yang sedang menonton TV itu pun seketika menolehkan kepalanya ke lantai atas, kemudian menatap kedua orang tuanya yang ada di sana.
"Kayaknya aku denger suara Kak Key lagi teriak di atas. Apa Kak Key sama Kak Ravano marahan lagi?" tanyanya seraya menatap Handoko dan Karin bergantian.
"Enggak, Sayang. Kak Ravano sama Kak Key enggak berantem kok." Karin tersenyum tipis kemudian mengusap puncak kepala putri bungsunya itu. "Oh, iya, tadi di sekolah, Irina ngapain aja sama temen-temen? Ceritain ke Mama dong, Mama pengen denger nih," ujarnya kemudian mencoba mengalihkan perhatian Irina. Dan di saat itulah Handoko pun pergi ke atas untuk melihat apa yang terjadi.
Handoko masih melihat Key yang berusaha membujuk Ravano keluar dari kamarnya.
"Sebenernya apa yang sedang terjadi di sini? Sekarang apa lagi yang kalian ributin?" Handoko membuang napasnya pelan. Ia lalu beralih ke sebelah Key dan mencoba mengetuk pintu kamar pemuda itu.
"Ravano, ini Papa, Nak. Kamu kenapa? Kamu bisa cerita sama Papa kalau kamu punya masalah," ujar Handoko namun Ravano masih tak meresponnya.
"Dia gak punya masalah, Pa, karena dia sendirilah yang bikin masalah itu!" ujar Key yang kemudian memukul pintu di hadapannya.
"Hus! Jaga bicara kamu!" tegur Handoko seraya menahan Key yang hendak kembali memukul pintu itu.
Key menatap tajam ke arah pintu itu dan kemudian gadis itu pun melangkah pergi dari sana dengan perasaan yang sudah memburuk.
***
Key masih duduk di meja belajarnya saat jarum jam sudah hampir menunjukkan ke arah angka sebelas. Gadis itu tak mengantuk sama sekali dan ia juga tak bisa berkonsentrasi saat belajar.
Gadis itu sempat berniat menghubungi Adel namun segera diurungkan. Ia juga menghapus pesan yang belum sempat ia kirimkan dan berakhir tidak jadi menghubungi teman sebangkunya itu.
Kemudian Key juga berniat menghubungi Tristan namun kembali ia urungkan.
"Gue bener-bener gak ngerti kenapa lo sampe ngelakuin ini, Ravano," batin Keanna. Gadis itu kemudian meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dan menyandarkan punggungnya di sana seraya menatap langit-langit kamarnya.
"Gue udah bisa berdamai sama semua ini. Gue mulai terbiasa dengan keberadaan nyokap lo dan juga Irina, gue berusaha menyesuaikan diri sama status baru kita yang sekarang jadi saudara. Lo juga udah lepasin gue ke Tristan dan gue terima semua itu. Jadi sekarang apa lagi yang salah?" Key kembali membatin. Gadis itu menghela napas berat dan kemudian memejamkan kedua matanya rapat.
***
Suasana meja makan di kediaman itu terasa agak berbeda dari biasanya dan hanya suara peralatan makan yang beradu.
Karin menuangkan s**u ke dalam gelas milik Irina dan wanita itu mengusap rambut putrinya saat melihat gadis kecil itu memakan sarapannya dengan lahap.
Irina kemudian menunjukkan pada Key yang di sebelahnya itu potongan wortel dengan gambar bunga yang ada di piringnya, membuat Key tersenyum menanggapi gadis kecil itu.
"Irina, gak boleh beranda pas makan, nanti kamu telat lho," tegur Karin kemudian. Wanita itu lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan Irina.
Irina hanya mengerucutkan bibirnya dan gadis itu pun segera menghabiskan makanannya.
Handoko yang baru saja selesai sarapan itu pun kemudian menatap kursi kosong yang ada di seberang Keanna.
"Ravano belum sarapan?" tanyanya.
"Aku udah bangunin dia kok tadi, lagian Ravano juga gak mungkin belom bangun," ujar Karin.
Hingga selang beberapa detik berikutnya, mereka semua mendengar suara motor yang berasal dari garasi rumah.
"Lho itu bukannya suara motornya Kak Ravano, ya?" ujar Irina. Gadis itu pun segera turun dari kursinya dan dengan sedikit berlari, ia menghampiri jendela untuk mengintip ke luar. Dan benar saja, motor milik kakak laki-lakinya itu perlahan keluar dari garasi dan melesat melewati halaman rumahnya.
"Kak Ravano udah berangkat," tunjuk Irina ke luar.
"Lho, kok gitu? Ravano kan belom sarapan." Karin berjalan mendekati Irina untuk melihatnya sendiri namun tampaknya Ravano sudah jauh dari sana.
"Key, kalo gitu kamu bawa makan buat Ravano, ya. Kasih ke dia kalo pas udah di sekolah sebelum jam pertama mulai," ujar Handoko.
Key membuang napasnya pelan. "Nggak," ujar gadis itu tanpa ragu.
"Dulu Ravano juga bawain kamu makanan pas kamu gak ikut sarapan. Masa sekarang kamu gak mau bawain makanan untuk Ravano?" Handoko kini menatap putrinya itu.
Gerakan tangan Key berhenti dan gadis itu pun meletakkan sendoknya kembali ke atas piring.
Karin yang mulai merasa kalau atmosfir di meja makan itu mulai berubah, kembali berujar, "enggak apa-apa, Mas. Gak usah maksa Keanna kalau dia gak mau. Di kantin sekolah kan banyak yang jual makanan. Ravano juga bukan anak kecil lagi kok," ujar wanita itu.
Key kemudian beranjak dari kursinya dan langsung berpamitan. Gadis itu pergi meninggalkan meja makan tanpa menolehkan kembali kepalanya ke belakang.
—tbc