"Aku? Bekerja? Pangeran Cahaya bekerja? Nggak ada dalam sejarah seorang penghuni istana mengeluarkan tenaga untuk bisa makan. Lagi pula aku nggak makan apa-apa. Matahari saja sudah cukup," kata Pangeran Avalon ketika mendengar saran Satya.
"Kamu emang nggak perlu makan. Tapi rumah bobrok ini harus bayar sewa, bayar listrik dan juga air. Jangan bilang kamu nggak butuh cahaya di malam hari atau buang hajat di kamar mandi!"
"Tuan, biar Sheeva saja yang bekerja," kata Sheeva menengahi.
"Apa yang harus saya lakukan Tuan Satya? Biar saya menggantikan tuanku Pangeran Avalon untuk mencari uang."
"Jangan Sheeva! Kamu pelayanku. Kalau kamu kerja siapa yang melayaniku?"
"Cih! Dasar cowok manja. Apa kamu nggak bisa pakai celana sendiri atau cebok sendiri? Pakai harus dilayani terus."
"Jaga omonganmu Satya! Bersyukur aku tidak bisa menyihir! Bisa-bisa kuhanguskan kamu sampai jadi debu!"
"Tuan! Jangan berkata buruk pada Pangeran Avalon. Ayo cepat minta maaf!" Minami menarik-narik lengan baju Satya.
"Kamu sebenarnya ada di pihak siapa sih Minami? Masa aku disuruh minta maaf sama parasit di rumahku?" Satya kesal sekali sampai meninggalkan Minami dan dua orang penyihir lainnya begitu saja.
Dia memutuskan masuk kamar dan beristirahat. Ternyata pemotretan itu cukup melelahkan. Tapi dia bersyukur karena fotografer menyukai wajahnya dan memintanya datang lagi besok. Bahkan Satya diminta membawa temannya kalau ada.
Sayang Pangeran sombong itu nggak menerima saran Satya. Padahal tampangnya lumayan menarik.
“Tuan? Apa Tuan sudah tidur?”
Satya pura-pura memejamkan mata. Dia merasakan kasur di belakang punggungnya bergerak. Sepertinya Minami naik ke atas tempat tidur.
“Tolong jangan masukkan ke hati omongan Pangeran Avalon. Dia biasa tinggal di istana dan nggak kekurangan apa-apa. Dia nggak pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan orang lain yang bekerja untuknya.”
‘Bodo amat. Selalu ada yang pertama untuk segala hal. Pangeran sombong itu harus belajar cara hidup menjadi manusia biasa.’
“Tapi tadi Tuan Sheeva sudah setuju untuk mencoba bekerja. Jadi Tuan bisa membawa Tuan Sheeva besok.”
Satya menghela napas pelan. Sheeva juga nggak kalah menarik dari Avalon. Orang-orang dunia sihir punya perawakan yang tinggi dan tubuh yang bagus. Berbeda sama Satya yang meski tinggi tapi ceking. Sayangnya Sheeva kelewat gemulai. Entah dia berguna atau tidak bagi fotografer.
Tetap saja keesokan harinya dia membawa Sheeva ke tempat pemotretan setelah Satya pulang kerja. Meski bakal dapat gaji bulanan, Satya nggak menolak kalau dapat uang tambahan.
“Kenapa kamu ikut?” tanya Satya ketus pada Avalon yang datang ke lokasi pemotretan juga. “Kamu juga, kenapa kamu datang Minami?” Satya keberatan kalau Minami ikut juga. Penyihir m***m ini pasti bakal minta jatah dan Satya nggak mau kalau ingatannya sedikit oleng selama pemotretan.
“Minami bosan di rumah sendiri.” Penyihir itu langsung melingkarkan tangan ke lengan Satya begitu melihat tuannya itu.
“Wah, ternyata kamu beneran bawa pasukan! Amon pasti senang sekali melihat wajah-wajah baru seperti ini,” seru Jorgi nyaring. Jorgi adalahteman Satya yang kemarin menawarinya menjadi model. Satya baru ingat namanya ketika berada di lokasi pemotretan.
“Mereka butuh pekerjaan dan uang. Kurasa tampang mereka nggak jelek-jelek amat kan?”
Jorgi menatap Avalon dan Sheeva bergantian.
“Nggak sih. Tampang mereka malah di atas rata-rata. Hanya saja rambut temanmu itu terlalu panjang. Apa nggak bisa dipotong saja?” tunjuk Jorgi pada Sheeva.
Baik Sheeva atau Avalon punya rambut panjang melewati bahu. Hanya saja rambut Sheeva yang halus memang terlalu panjang hingga ke pinggang. Dari belakang, kalau Sheeva menggerai rambutnya, dia terlihat seperti perempuan.
Satya mengedikkan bahu. “Entahlah, kamu tanya saja sendiri sama dia. Namanya Sheeva. Dan yang berambut lebih pendek namanya Avalon.”
“Namanya unik-unik. Aku tanya Amon dulu deh.”
Jorgi meninggalkan rombongan kecil itu di lobby dan masuk ke dalam gedung untuk menemui Amon, sang fotografer.
Tak berapa lama, Jorgi keluar dengan seorang lelaki yang juga berambut panjang melewat bahu. Hanya saja rambutnya dikucir.
“Kejutan yang menarik. Kamu benar-benar membawa model yang unik dan berbeda Jorgi!” seru Amon riang. Dia mendekati Sheeva dan Avalon bergantian. Seperti anjing pelacak, Amon mengendusi aroma mereka berdua.
“Apa kamu mau memotong rambut Sheeva?” tanya Amon.
Sheeva menegakkan tubuhnya mendengar pertanyaan Amon. “Sheeva belum pernah memotong rambut sejak kecil dan tidak akan pernah memotong rambut kebanggaan Sheeva.”
Amon terkekeh. “Baiklah, baiklah. Kita perlu memberikan sedikit penyesuaian saja kalau gitu. Dan kamu …” tunjuk Amon pada Avalon.
“Aku nggak kerja. Aku cuma melihat saja,” kata Avalon kasar.
Amon tersenyum mendengarnya. “Sayang sekali, padahal tampang seperti kamu sangat diminati gadis-gadis. Jorgi, ajak mereka ke ruang wardrobe dan minta Mbak Hana untuk mencari pakaian yang pas. Kita akan mulai 30 menit lagi!” teriak Amon memberi perintah.
Jorgi memimpin rombongan untuk berganti pakaian dan sedikit dirias. Setelahnya dia mengajak Satya dan Sheeva menuju ruang pemotretan. Avalon dan Minami mengekor di belakang mereka.
Amon mengambil foto Sheeva, Jorgi, dan Satya bergantian. Terakhir, dia meminta mereka bertiga untuk dipotret bersamaan.
“Lihat ke kamera. Pada lensa yang membuat fokus kalian menghilang dan tersesat. Lihat ke kamera. Pudarkan dunia nyata kalian dan meleburlah jadi fana.”
Mendengar apa yang dikatakan Amon, Pangeran Avalon langsung menegakkan tubuhnya. Tangannya terulur dan mengucapkan kata-kata dalam bahasa dunia sihir. Selesai Pangeran Avalon berucap, kamera yang dia pegang pun meledak. Bunga api menciprat dan kekacauan pun terjadi. Orang-orang berteriak, sementara Amon jatuh terduduk dan memandang lurus pada Pangeran Avalon yang menatapnya tajam.
“Ka-kamu …”
Pangeran pun mendekat. “Ternyata kamu salah seorang dari penyihir yang menyeberang ke dunia ini. Apa tujuanmu? Aku tahu kamu menghipnotis mereka dengan mantramu. Apa rencanamu?”
Amon terkekeh. “Ternyata kamu Pangeran Cahaya. Kabarnya kamu kehilangan kekuatan dan menghilang. Ternyata kamu bersembunyi di sini. Jangan heran kenapa aku bisa tahu. Kami punya jalur khusus yang selalu memberi kabar apa yang terjadi di dunia kita. Sayang sekali temanmu itu sepertinya sudah terkena mantraku dan nggak ada yang bisa kamu lakukan terhadapnya.”
Avalon segera melihat ke arah Satya, Sheeva, dan Jorgi. Mereka seperti orang linglung melihat kekacauan di sekitarnya. Namun ada yang berbeda dengan Satya, bukannya bertanya apa yang terjadi pada dirinya, lelaki itu malah segera berdiri dan berjalan perlahan keluar ruangan.
“Tuan! Apa yang terjadi dengan Tuan Satya?” seru Minami sambil berlari menyusul.
“Menarik. Ternyata ada lebih dari satu penyihir yang Anda bawa tuanku Avalon,” kata Amon mengejek. Amon menyadari kalau Minami juga seorang penyihir. Gerakannya terlalu cepat untuk ukuran manusia.
“Sialan!