“Sheeva! Cabut kemampuan sihirnya!” perintah Avalon.
Sheeva bergegas mendekati Amon sementara Avalon berlari mengejar Minami dan Satya. Jorgi hanya memandangi apa yang terjadi di sekitarnya dengan bingung. Dia melihat bagaimana Sheeva mengucapkan mantra-mantra dan membuat Amon terduduk lemas.
“Di mana aku? Apa yang terjadi?” tanya Amon sambil memandang Sheeva.
“Kamu nggak akan ingat dari mana kamu berasal. Kamu juga kehilangan kemampuan sihirmu. Kamu akan hidup sebagai manusia biasa mulai hari ini,” kata Sheeva menjelaskan.
“Apa yang kamu lakukan padanya. Siapa kamu? Siapa kalian sebenarnya?” tanya Jorgi beruntun.
Sheeva tak menjawab, hanya memandang sekilas pada Jorgi lalu berdiri dan berjalan keluar ruangan. Jorgi mengikutinya.
Di luar gedung, mereka melihat Avalon yang berusaha mencegah Satya pergi dengan mobil Jorgi.
“Hentikan! Satya, apa yang akan kamu lakukan dengan mobilku? Cicilannya belum lunas tau!” teriak Jorgi sembari berlari ke arah mobilnya.
Tangannya segera menepiskan tangan Satya yang sedang menarik pintu mobil dengan kasar.
Jorgi langsung menyadari ada yang tidak beres dengan Satya begitu melihat tatapan matanya yang kosong.
“Apa yang terjadi padanya?”
“Dia dipengaruhi sihir,” kata Avalon menjelaskan. “Sheeva, apa kamu sudah menghapus kemampuan tukang foto tadi?”
“Sudah tuanku.”
“Lalu kenapa lelaki ini belum sadar juga dari pengaruh sihirnya?”
“Sepertinya tukang foto tadi memasukkan perintah ke alam bawah sadarnya melalui mantra yang diucapkannya. Kita hanya bisa menunggu sampai Tuan Satya menyelesaikan perintah itu.”
“Apa perintahnya?” tanya Minami penasaran.
Avalon menggeleng. “Aku nggak punya kemampuan untuk mengetahui sampai situ. Aku hanya bisa menghentikan mantranya. Sayangnya aku terlambat, Satya sudah terlanjur menyerap mantra itu.” Avalon memandang Satya yang berdiri dengan tatapan kosong. Jorgi masih menahan tubuhnya agar tidak berusaha membuka pintu mobil.
“Lepaskan,” perintah Avalon.
“Ap-apa maksudnya? Dia akan mengendarai mobilku! Setau aku Satya nggak pernah nyetir mobil. Ini mobil baru! Cicilannya saja belum lunas!” protes Jorgi nggak setuju.
“Aku nggak tau siapa kalian dan apa yang kalian bicarakan. Tapi aku nggak mau mobilku kenapa-kenapa!”
“Sheeva bisa memperbaikinya kalau mobilmu rusak. Dia ahli mengurusi hal-hal begitu.”
Jorgi mendengkus. “Memangnya kalian beneran penyihir kayak Harry Potter yang bisa memperbaiki barang rusak? Bukan dukun atau tukang tipu yang suka menghipnotis korban?” ejek Jorgi.
“Kalau Tuanku Avalon bilang lepas, kamu harus menurut,” kata Sheeva tajam. Tangannya mencengkeram tangan Jorgi sehingga lelaki itu melepaskan pegangannya dari tubuh Satya.
Setelah terbebas, Satya pun kembali berusaha membuka mobil Jorgi. Avalon memerintahkan model itu untuk membuka kunci sehingga Satya bisa bebas masuk.
“Kenapa harus mobil aku, ya Lord?!” keluh Jorgi ketika dia ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. “Dan kenapa aku harus duduk di kursi belakang?”
“Kursi depan hanya untuk Pangeran Avalon.”
Jorgi memutar bola matanya. “Entah di mana Satya menemukan rombongan sirkus seperti kalian. Orang-orang aneh!” maki Jorgi lirih.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Satya yang tak pernah menyetir entah mengapa jadi memiliki kemampuan layaknya pembalap profesional. Bahkan tanpa merasa bersalah, dia menerobos lampu merah. Meninggalkan kekacauan di belakangnya. Mobil-mobil yang saling tabrak dan kemacetan panjang.
“Kalau Satya nggak dihentikan, aku bisa berurusan sama polisi!” teriak Jorgi frustasi.
“Polisi? Apa itu?” tanya Sheeva yang duduk di samping Jorgi.
“Petugas yang suka menangkapi orang-orang jahat,” kata Minami menjelaskan.
“Kalau begitu dia harus menangkap Amon. Tapi kalau kamu nggak jahat, kenapa takut ditangkap polisi?” tanya Sheeva bingung.
“Ya Tuhan! Satya sebaiknya kamu cepat sadar, aku nggak tahan lama-lama sama kelompokmu ini!” teriak Jorgi hampir gila.
Mobil masih melaju kencang dan ugal-ugalan. Ulah ngebut Satya pun menarik perhatian polisi jalanan yang segera mengejar Satya.
“Akhirnya … matilah aku,” keluh Jorgi sambil melihat ke belakang. Sebuah motor polisi mengejar mereka dengan membunyikan sirine.
Satya seperti tak terpengaruh. Meski pandangannya kosong, tapi seperti ada peta di kepalanya dan dia sudah tau mau lewat jalan mana untuk sampai ke tujuan. Jorgi dan orang-orang di dalam mobil sudah mulai mual dengan cara menyetir Satya. Bahkan Sheeva yang biasanya sangat tenang sudah mulai khawatir nggak akan bertahan lama di dalam mobil tanpa muntah.
Dan penderitaan mereka pun berakhir. Mobil akhirnya berhenti di sebuah gedung besar dan lengang. Segera saja para penumpang menghambur keluar mobil untuk menghirup udara segar. Sheeva tak bisa menahan mual dan mengosongkan isi perutnya.
“Di-di mana kita?” tanya Jorgi terbata ketika rasa mualnya mulai hilang. Dia memandang berkeliling dan menyadari kalau mereka berada di halaman sebuah museum.
Dari jauh terdengar sirine motor polisi yang tadi mengejar mereka.
“Apa kalian nggak bisa mengeluarkan sulap atau semacamnya yang membuat polisi itu nggak bakal menilang aku?” tanya Jorgi sambil mengguncang bahu Avalon.
Tapi Pangeran Cahaya itu tak menggubris, dia lebih tertarik untuk mengikuti langkah Satya yang berjalan cepat masuk ke dalam museum.
“Sialan!” keluh Jorgi yang harus menghadapi polisi sendirian karena semua orang memilih mengikuti Satya.
Rombongan kecil itu masuk ke dalam museum yang sepi. Melewati pintu depan yang tak ada penjaga dan langsung masuk ke dalam ruangan luas yang juga sepi. Satya seperti sudah paham ke mana tujuannya. Dia terus berjalan menuju pintu yang berada di sudut ruangan. Pintu yang mengarah ke ruangan yang lebih kecil. Sepertinya ruangan khusus para kurator karena mereka melihat beberapa orang di sana sedang bekerja membersihkan artefak.
“Siapa kalian? Dan ada urusan apa kemari?” seru seorang kurator melihat kemunculan rombongan Satya. “Panggil keamanan!” serunya lagi ketika rombongan itu seolah tak menggubris peringatannya.
“Sheeva!” Avalon memberi tanda pada kepercayaannya dan Sheeva mengulurkan tangan ke depan dengan mengucap kata-kata yang tidak dipahami manusia.
Para kurator di ruangan itu langsung berdiri tegak dengan pandangan kosong. Mereka diam seperti sebuah manekin tak bernyawa.
“Apa yang diincar Satya?” tanya Avalon lirih pada diri sendiri.
Satya sibuk memutar-mutar kunci lemari besi. Angka kombinasi seolah sudah diingatnya dan dengan cepat dia bisa membuka pintu lemari besi itu.
Di dalam lemari besi, banyak barang berharga seperti gulungan perkamen yang sudah tua dan artefak-artefak bernilai tinggi. Namun Satya seolah tahu apa tujuannya membuka pintu lemari besi dan dia langsung mengambil kotak kayu berukir yang kuno sekali.
Selesai mengambil kotak itu, tubuh Satya langsung diam. Seperti robot yang kehabisan baterai.
Avalon segera mengambil kotak itu dari tangan Satya dan membuka isinya. Sebuah batu berwarna merah delima terlihat di dasar kotak.
“Ada sihir yang terjebak di batu ini. Kenapa Amon harus menyuruh orang lain untuk mengambilnya?” tanya Avalon lirih. Digenggamnya batu itu hingga mengeluarkan cahaya terang kemerahan yang keluar dari jari-jarinya.
Kemampuan sihir Avalon mungkin hilang, tapi dia masih punya kemampuan untuk memblokir sihir hitam.
Segera setelah cahaya dari batu pudar, kesadaran Satya pun kembali.
“Apa yang terjadi, kenapa kita semua ada di sini?” tanya Satya bingung sambil melihat ke sekeliling.
“Tuan! Syukurlah Tuan sudah sadar. Minami lapar!” seru Minami tak tahu malu. Langsung saja penyihir m***m itu menempelkan bibirnya di bibir Satya.
“Apa harus di saat seperti ini sih dia minta makan?” gumam Avalon kesal.