Tawaran Bekerja

1138 Words
“Mi-Minami? Penyihir mesuum ini?” tunjuk Satya pada Minami yang berada di sebelahnya. “Apa yang bisa dilakukan penyihir mesuum ini untuk menyelamatkan dunia kalian? Menciumi lawan-lawan sampai mereka lemas?” tanya Satya sinis. Bayangan Minami menciumi penyihir jahat membuat Satya kesal. Bagaimana juga dia sudah merasa kalau bibir Minami hanya untuk bibirnya. “Yah, semacam itulah. Tapi bukan untuk kepentingan seperti yang kamu bayangkan,” jawab Pangeran Avalon. Satya mendengkus. “Memang apa yang aku bayangkan?” “Minami hanya satu diantara banyak penyihir. Belum tentu juga dia berguna. Tapi kemampuan Minami memang unik. Makanya Pangeran Avalon ingin merekrutnya.” Sheeva membantu menjelaskan. Bagi Satya, alasan itu sangat lemah. Tapi kalau Minami pulang ke dunianya, maka kehidupan Satya juga bisa kembali normal. Nggak ada lagi penyihir mesuum yang minta makan dari ciumannya dan nggak akan ada lagi penyihir-penyihir aneh yang berdatangan ke rumahnya. “Terserah. Kalau kalian mau bawa dia, bawa saja. Semakin cepat kalian pergi, semakin cepat kehidupan normalku kembali.” Mendengarnya, Minami sangat terluka. “Tuan Satya mau membuang Minami?” tanya Minami terluka. Satya nggak peduli. Dia sudah nggak punya waktu lagi untuk hal konyol seperti ini. Hari ini dia ingin menenangkan diri karena besok sudah mulai masuk kerja. Selesai sarapan, tanpa berkata apa-apa, Satya meninggalkan rumahnya. Pergi menyusuri jalan entah ke mana. Perjalanannya menemui akhir. Tanpa terasa Satya sudah berdiri di depan gedung perpustakaan. Selama jalan kaki dari rumahnya, ada beberapa hal yang sangat mengganggu pikirannya dan ingin dia temukan jawabannya. “Di bagian mana buku tentang dunia penyihir berada?” tanya Satya pada petugas perpustakaan. “Maksud Anda buku fiksi seperti Harry Potter? Rak Fiksi di bagian Selatan,” tunjuk petugas pada deretan rak-rak tinggi di sebelah kirinya. “Bukan fiksi. Buku yang menyebutkan kalau ada dunia pararel atau semacamnya yang menyatakan tentang dunia sehir.” “Iya. Itu adanya di buku fiksi. Bukunya Tere Liye juga membahas soal itu. Serial Bumi, Bulan, Matahari, silakan dibaca.” Bukan seperti itu yang Satya maksud. Tapi dia nggak bisa menjelaskan caranya. Hal-hal seperti kekuatan Minami memang bagi banyak orang cuma khayalan semata. Seandainya dia ceritakan sama seseorang, pasti dipikirnya dia sedang berkhayal. Satya keluar dari gedung itu dengan bahu merunduk. Ingin sekali dia mencari tahu lebih banyak tentang dunia Minami dan mendapatkan jawaban logis dari apa yang sedang dialaminya. “Hei! Satya! Lama nggak jumpa. Ngapain kamu di sini?” Seseorang menepuk bahunya dari belakang. Satya menoleh untuk melihat siapa yang menyapanya. “Eh, ka-kamu?” “Ah pura-pura lupa. Sudah lama nggak ketemu, ayok ngopi. Aku traktir!” ajaknya sambil berjalan mendahului. Satya ingat kalau dia pernah punya teman kuliah dengan wajah seperti orang ini. Tapi Satya lupa namanya. Dilihatnya temannya itu mengapit tumpukan buku seperti yang dibilang petugas perpustakaan tadi. “Kamu suka buku-buku seperti itu?” tanya Satya. “Yaps! Aku tertarik banget sama buku berbau-bau sihir. Aku percaya kalau semesta ini sebenarnya multi universe. Ada diri aku yang lain yang berada di lapisan dunia lain. Dan aku berharap kalau aku di dunia sana adalah seorang penyihir hebat.” “Hhh, apa kamu nggak merasa kalau pikiranmu itu seperti anak kecil?” Temannya itu yang belum diingat Satya siapa namanya cuma nyengir dan memencet tombol unlock mobilnya. “Bagi sebagian orang, mungkin iya. Tapi buat aku enggak. Bahkan aku ikut perkumpulan rahasia di deep web yang membahas dan mencari hal-hal semacam itu. Aku berdonasi juga pada perkumpulan itu. Kami sangat yakin kalau apa yang dibilang Dokter Strange itu benar.” Satya masuk ke dalam mobil temannya karena tertarik. “Kenapa kamu nggak pergi ke Tibet atau mana itu untuk mencari kekuatan seperti Dokter Strange?” Mobil mulai berjalan perlahan. “Beberapa temanku sudah menelusurinya. Tapi mereka belum menemukannya. Kami yakin kalau biksu yang bisa membuka dunia pararel itu beneran ada.” “Apa yang akan kamu lakukan kalau sudah menemukannya?” “Tadi sudah kubilang kan? Aku cuma pengen melihat akan jadi apa aku di dunia yang lain. Kalau memungkinkan, aku mau tinggal di salah satunya.” Satya menghela napas. Entah apakah perbincangan ini wajar atau enggak. Dia merasa sedang menyelami pikiran anak kecil. “Eh, apa kamu masih miskin seperti kuliah dulu?” tanya temannya tiba-tiba. “Kamu pasti tau kalau aku dulu cuma mengandalkan beasiswa untuk bertahan hidup.” “Kalau gitu, kenapa kamu nggak nyoba kerja kayak aku saja? Tampang kamu lumayan dan kamu tinggi. Kalau dipoles, kamu pasti bakalan jadi tampan di depan kamera.” “Aku udah dapet kerja. Dan besok mulai masuk.” “Yah, sayang sekali. Padahal agensi tempatku bekerja sedang mencari model baru dan segar. Bayarannya juga lumayan untuk sekali foto.” Mendengar uang, Satya sedikit tertarik. Sebelum bekerja dia butuh baju dan sepatu baru. “Langsung dibayar?” tanya Satya ingin tau. “Iya, kalau mereka cocok, hari ini foto langsung hari ini juga dibayar. Kayak model lepas gitu.” “Untuk foto apa?” “Sepertinya untuk ilustrasi artikel saja. Kamu mau coba?” Satya mengangguk. Apa susahnya berpose di depan kamera untuk mendapat uang? Sejak kuliah temannya ini memang sudah berprofesi sebagai model. “Kamu masih jadi model sampai sekarang?” Temannya itu terkekeh. “Nggak cuma model, aku juga bintang sinetron dan layar lebar. Kamu pasti nggak pernah nonton makanya nggak tau kalau tampang ini cukup terkenal kan?” Satya mendengkus. Mana ada waktu dia untuk urusan begitu. “Oke, kalau gitu ngopinya kita pending dulu. Langsung ke studio saja ya.” Satya menurut ketika temannya itu membelok entah ke mana akan membawanya. *** “Tuan! Minami pikir, Tuan nggak akan pulang!” penyihir cantik itu menyambutnya dengan cemas ketika Satya pulang ke rumah. “Tuan belanja? Tapi Tuan katanya nggak punya uang,” kata Minami ketika melihat tas belanjaan ditenteng Satya. “Aku baru kerja sambilan. Dan sebaiknya kalian juga bekerja kalau mau tinggal cukup lama di dunia ini. Nggak ada yang gratis di sini.” “Bekerja? Pangeran kami nggak pernah bekerja.” Satya tersenyum mengejek. “Dengar, di dunia kalian, Avalon seorang pangeran. Tapi di sini, dia nggak punya status apa-apa. Jadi berhentilah mengagungkan pangeran nggak berguna kalian itu!” “Apa?! Kamu bilang aku pangeran nggak berguna?” teriak Pangeran Avalon bangkit dari duduknya dan mendekati Satya. Mencengkeram kerah bajunya dengan wajah marah karena dihina. Sudah cukup dia bersabar selama ini. “Kenapa tersinggung? Kenyataannya memang begitu kan? Kamu cuma numpang di rumah butut aku, jadi jangan belagu!” Pangeran melepaskan cengkeramannya, tapi apa yang dikatakan Satya emang benar. “Kalau kalian mau, temanku punya pekerjaan yang mungkin bisa kalian kerjakan. Bayarannya juga lumayan. Kalian cuma perlu berpose di depan kamera dan dapat uang. Tampang kalian nggak jelek-jelek amat kok.” “Maksudnya, Pangeran dan Tuan Sheeva akan jadi model?” tanya Minami. Satya mengangguk. “Daripada mereka jadi parasit di rumah aku terus. Lebih baik lakukan hal berguna yang bisa mendatangkan uang.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD