Self Healing

2577 Words
“terus gua harus apa Al?” Tanya Dean. Alma mengangkat bahu pertanda tidak tahu, Alma mundur beberapa langkah kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. “Nggak, lo gak harus apa-apa. lo lanjutin nikahan lo, she is the one for you, gua tau, lo sayang banget sama dia, lo cinta banget sama dia, gua sama Lulu sama-sama perempuan, dan… lo jangan biarin dia sampai tau tentang ini. Gua balik ya? Sampaiin salam gua ke calon mertua lo, bilang sama mereka gua tiba-tiba ada kerjaan mendadak, jadi harus ke kantor.” Ucap Aliya, ia berjalan menjauh dari arah Dean sembari melambaikan tangan, sementara Dean, Dean diam mematung menatap punggung Aliya yang semakin lama, semakin menghilang dari pandangannya. ***** Perasaan Dean campur aduk ketika tahu bahwa sahabatnya itu ternyata telah lama menyimpan rasa kepadanya, Dean berjalan masuk kembali ke dalam gedung tadi dengan botol kecil kosong di tangan kirinya. Dean sesekali menengok ke belakang, berusaha mencari Aliya dengan harap, gadis itu masih di sana dan belum pergi kemana-mana. Nyatanya kosong, Aliya telah pergi. “Maaf ya bu, Dean lama.” Ucap Dean dengan wajah lesu sekaligus pucat. Mertuanya terlihat khawatir namun beberapa detik kemudian mereka celingak celinguk mencari Aliya yang entah dimana. “Aliya dimana?” Tanya calon ibu mertua Dean. “Pulang bu, maaf katanya. Dia tiba-tiba di panggil ke kantor.” Jawab Dean yang persis dengan apa yang di perintahkan oleh Aliya. Dean menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan, ia melirik kursi di sebelahnya, kursi di mana Aliya tadi duduk. Dean sudah tidak fokus mencicipi makanan untuk acaranya nanti, pikirannya kini sudah melayang layang, ia ingin sekali melarikan diri dari tempat itu, jika saja calon mertuanya tidak berada di sana, Dean bisa pastikan bahwa ia tidak akan berdiam diri lagi di tempat yang sama. Setelah food tasting selesai, Dean langsung buru-buru pulang. Tidak, sebenarnya tidak tepat jika di sebut pulang karena Dean sebenarnya pergi untuk mencari Aliya, di mulai dari apartement nya namun ia tidak menemukan gadis itu di sana, setelah itu Dean kembali mencari Aliya ke kantor namun lagi-lagi ia tidak menemukan sahabatnya itu. jalan terakhir yang Dean ambil adalah mencari Aliya di rumah orang tuanya, cukup lama bagi Dean untuk mencari Aliya karena sesampainya di sana pintu rumah terkunci dan baru di buka oleh asisten rumah Aliya sepuluh menit setelahnya. “Aliya mana mbak?” Tanya Dean, napasnya memburu, matanya sibuk mencari seseorang yang ia cari sejak tadi. “Baru aja mas, baru aja di antar sama bapak ke Bandara, katanya Mbak Aliya ada urusan kerja.” Mendengar jawaban itu, jantung Dean seakan di paksa untuk berhenti berdetak selama beberapa detik. Dean terpaku berusaha menenangkan dirinya sendiri. Aliya gak ninggalin gue kan? “Kemana mbak? Ini weekend. Gak ada urusan kerja pas weekend. Aliya bilang dia mau kemana mbak?” Tanya Dean. “Maaf Mas Dean, saya juga gak tau, saya juga taunya Mbak Aliya mau pergi itu dari bapak, katanya Mbak Aliya mau dinas ke luar kota.” Ucap wanita paruh baya tersebut. Dean berbalik, dan sadar bahwa mungkin ia masih punya kesempatan untuk menyusul Aliya ke Bandara, mungkin, mungkin masih ada harapan untuk Dean jika hanya untuk sekedar menuntaskan percakapan mereka tadi, mungkin Aliya masih di sana, mungkin Dean bisa mencegah nya untuk pergi. Di perjalanan, Dean terus-terusan menelfon Aliya, mencari kabar gadis itu dengan harap Aliya masih bisa di hubungi, namun ternyata tidak, Aliya sudah menonaktifkan ponselnya, mungkin sengaja, atau mungkin ia sudah dalam penerbangan. Sesampainya di bandara Dean langsung membeli tiket pesawat, bukan karena Dean mau menyusul Aliya, tidak, Dean hanya mau mencari Aliya hingga ke setiap ruang tunggu yang ada. Setelah membeli tiket, Dean langsung mencari sahabatnya itu, berusaha menatap setiap orang yang bisa di tangkap oleh mata nya, namun tidak ada Aliya di antara orang-orang itu. ***** Aliya sadar bahwa apa yang ia lakukan justru akan mengacaukan rencana pernikahan sahabatnya, namun ia yakin bahwa Dean tetaplah Dean, Dean tidak akan pernah mengingkari janjinya kepada orang yang ia sayang, sekalipun Aliya mengungkapkan perasaannya menjelang hari lamaran pria itu, Aliya yakin bahwa Dean tidak akan pernah mengkhianati Lulu, bahkan untuk dirinya sekalipun. Aliya mengambil cuti nya secara tiba-tiba, hanya sebentar, setidaknya ia menenangkan dirinya sendiri. Aliya baru mengaktifkan ponselnya saat ia menginjakan kaki nya di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, ia melihat banyak sekali pesan dari Dean yang sejak tadi ia terima, Aliya membacanya satu per satu namun ia tidak membalas satupun pesan itu. Aliya mau beristirahat, ia mau mengistirahatkan pikiran dan juga tubuhnya, walau memang ia berbohong kepada orang tuanya tadi dengan alasan kantor, tetap saja, Aliya mau beristirahat. Aliya tidur cukup lama setelah ia sampai di hotel, ia sampai pukul 5 sore dan tiba di hotel pukul 6 dan sekarang ia baru terbangun pukul 2 dini hari. perasaan Aliya jauh lebih membaik di banding tadi, ia sudah berani menyalakan kembali ponselnya walau memang masih sedikit ragu. benar sekali tebakan Aliya, belum apa-apa ratusan notifikasi pesan ia terima ketika baru saja menyalakan ponsel. Sebagian besar dari Dean dan selebihnya dari orang tua nya yang khawatir karena Aliya tidak berkabar sama sekali. Setelahnya Aliya langsung mengabari orang tuanya, meminta maaf dengan alasan ia sangat lelah dan ketiduran. Setelah mengabari orang tuanya, barulah Aliya mau membalas pesan demi pesan yang dikirimkan oleh sahabatnya itu tadi. Aliya berkali kali menghembuskan napas berat, ketika mengirimkan balasan kepada Dean. Lo gak usah khawatir, gue baik-baik aja kok, santai laah. Tenang aja, gua pasti bakal datang ke acara nikahan lo kok. Gua lagi self healing, gua gak mau di ganggu, gua juga bakal balik kok. Yawzz gua off ya, bae bae lo di sana! Kira-kira seperti itulah balasan pesan Aliya kepada Dean, setelahnya Aliya kembali mematikan ponselnya dan beralih ke televisi. Ia menyalakan televisi di hadapannya itu, mencari acara paling menarik yang setidaknya dapat mengalihkan pikiran Aliya. Namun nyatanya nihil, tidak ada satupun acara televisi yang dapat menarik perhatian Aliya. Aliya beranjak dari tempat tidurnya, mencari sendal hotel kemudian keluar dari kamar. Ia berjalan kosong menuju lobby, agak aneh memang jika mencari taksi di tengah malam buta seperti ini, namun… Aliya butuh itu, Aliya akan berangkat menuju pantai Kuta di tengah malam buta, aneh memang, tapi itulah kebiasaan Aliya setiap kali ia sedih, ia akan melarikan diri ke Bali, mencari pantai di tengah malam, membiarkan kulitnya di terpa dinginnya angin laut di malam hari. “Mau jaket gak?” Ucap seseorang yang mengagetkan Aliya. ***** “terus gua harus apa Al?” Tanya Dean. Alma mengangkat bahu pertanda tidak tahu, Alma mundur beberapa langkah kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. “Nggak, lo gak harus apa-apa. lo lanjutin nikahan lo, she is the one for you, gua tau, lo sayang banget sama dia, lo cinta banget sama dia, gua sama Lulu sama-sama perempuan, dan… lo jangan biarin dia sampai tau tentang ini. Gua balik ya? Sampaiin salam gua ke calon mertua lo, bilang sama mereka gua tiba-tiba ada kerjaan mendadak, jadi harus ke kantor.” Ucap Aliya, ia berjalan menjauh dari arah Dean sembari melambaikan tangan, sementara Dean, Dean diam mematung menatap punggung Aliya yang semakin lama, semakin menghilang dari pandangannya. ***** Perasaan Dean campur aduk ketika tahu bahwa sahabatnya itu ternyata telah lama menyimpan rasa kepadanya, Dean berjalan masuk kembali ke dalam gedung tadi dengan botol kecil kosong di tangan kirinya. Dean sesekali menengok ke belakang, berusaha mencari Aliya dengan harap, gadis itu masih di sana dan belum pergi kemana-mana. Nyatanya kosong, Aliya telah pergi. “Maaf ya bu, Dean lama.” Ucap Dean dengan wajah lesu sekaligus pucat. Mertuanya terlihat khawatir namun beberapa detik kemudian mereka celingak celinguk mencari Aliya yang entah dimana. “Aliya dimana?” Tanya calon ibu mertua Dean. “Pulang bu, maaf katanya. Dia tiba-tiba di panggil ke kantor.” Jawab Dean yang persis dengan apa yang di perintahkan oleh Aliya. Dean menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan, ia melirik kursi di sebelahnya, kursi di mana Aliya tadi duduk. Dean sudah tidak fokus mencicipi makanan untuk acaranya nanti, pikirannya kini sudah melayang layang, ia ingin sekali melarikan diri dari tempat itu, jika saja calon mertuanya tidak berada di sana, Dean bisa pastikan bahwa ia tidak akan berdiam diri lagi di tempat yang sama. Setelah food tasting selesai, Dean langsung buru-buru pulang. Tidak, sebenarnya tidak tepat jika di sebut pulang karena Dean sebenarnya pergi untuk mencari Aliya, di mulai dari apartement nya namun ia tidak menemukan gadis itu di sana, setelah itu Dean kembali mencari Aliya ke kantor namun lagi-lagi ia tidak menemukan sahabatnya itu. jalan terakhir yang Dean ambil adalah mencari Aliya di rumah orang tuanya, cukup lama bagi Dean untuk mencari Aliya karena sesampainya di sana pintu rumah terkunci dan baru di buka oleh asisten rumah Aliya sepuluh menit setelahnya. “Aliya mana mbak?” Tanya Dean, napasnya memburu, matanya sibuk mencari seseorang yang ia cari sejak tadi. “Baru aja mas, baru aja di antar sama bapak ke Bandara, katanya Mbak Aliya ada urusan kerja.” Mendengar jawaban itu, jantung Dean seakan di paksa untuk berhenti berdetak selama beberapa detik. Dean terpaku berusaha menenangkan dirinya sendiri. Aliya gak ninggalin gue kan? “Kemana mbak? Ini weekend. Gak ada urusan kerja pas weekend. Aliya bilang dia mau kemana mbak?” Tanya Dean. “Maaf Mas Dean, saya juga gak tau, saya juga taunya Mbak Aliya mau pergi itu dari bapak, katanya Mbak Aliya mau dinas ke luar kota.” Ucap wanita paruh baya tersebut. Dean berbalik, dan sadar bahwa mungkin ia masih punya kesempatan untuk menyusul Aliya ke Bandara, mungkin, mungkin masih ada harapan untuk Dean jika hanya untuk sekedar menuntaskan percakapan mereka tadi, mungkin Aliya masih di sana, mungkin Dean bisa mencegah nya untuk pergi. Di perjalanan, Dean terus-terusan menelfon Aliya, mencari kabar gadis itu dengan harap Aliya masih bisa di hubungi, namun ternyata tidak, Aliya sudah menonaktifkan ponselnya, mungkin sengaja, atau mungkin ia sudah dalam penerbangan. Sesampainya di bandara Dean langsung membeli tiket pesawat, bukan karena Dean mau menyusul Aliya, tidak, Dean hanya mau mencari Aliya hingga ke setiap ruang tunggu yang ada. Setelah membeli tiket, Dean langsung mencari sahabatnya itu, berusaha menatap setiap orang yang bisa di tangkap oleh mata nya, namun tidak ada Aliya di antara orang-orang itu. ***** Aliya sadar bahwa apa yang ia lakukan justru akan mengacaukan rencana pernikahan sahabatnya, namun ia yakin bahwa Dean tetaplah Dean, Dean tidak akan pernah mengingkari janjinya kepada orang yang ia sayang, sekalipun Aliya mengungkapkan perasaannya menjelang hari lamaran pria itu, Aliya yakin bahwa Dean tidak akan pernah mengkhianati Lulu, bahkan untuk dirinya sekalipun. Aliya mengambil cuti nya secara tiba-tiba, hanya sebentar, setidaknya ia menenangkan dirinya sendiri. Aliya baru mengaktifkan ponselnya saat ia menginjakan kaki nya di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, ia melihat banyak sekali pesan dari Dean yang sejak tadi ia terima, Aliya membacanya satu per satu namun ia tidak membalas satupun pesan itu. Aliya mau beristirahat, ia mau mengistirahatkan pikiran dan juga tubuhnya, walau memang ia berbohong kepada orang tuanya tadi dengan alasan kantor, tetap saja, Aliya mau beristirahat. Aliya tidur cukup lama setelah ia sampai di hotel, ia sampai pukul 5 sore dan tiba di hotel pukul 6 dan sekarang ia baru terbangun pukul 2 dini hari. perasaan Aliya jauh lebih membaik di banding tadi, ia sudah berani menyalakan kembali ponselnya walau memang masih sedikit ragu. benar sekali tebakan Aliya, belum apa-apa ratusan notifikasi pesan ia terima ketika baru saja menyalakan ponsel. Sebagian besar dari Dean dan selebihnya dari orang tua nya yang khawatir karena Aliya tidak berkabar sama sekali. Setelahnya Aliya langsung mengabari orang tuanya, meminta maaf dengan alasan ia sangat lelah dan ketiduran. Setelah mengabari orang tuanya, barulah Aliya mau membalas pesan demi pesan yang dikirimkan oleh sahabatnya itu tadi. Aliya berkali kali menghembuskan napas berat, ketika mengirimkan balasan kepada Dean. Lo gak usah khawatir, gue baik-baik aja kok, santai laah. Tenang aja, gua pasti bakal datang ke acara nikahan lo kok. Gua lagi self healing, gua gak mau di ganggu, gua juga bakal balik kok. Yawzz gua off ya, bae bae lo di sana! Kira-kira seperti itulah balasan pesan Aliya kepada Dean, setelahnya Aliya kembali mematikan ponselnya dan beralih ke televisi. Ia menyalakan televisi di hadapannya itu, mencari acara paling menarik yang setidaknya dapat mengalihkan pikiran Aliya. Namun nyatanya nihil, tidak ada satupun acara televisi yang dapat menarik perhatian Aliya. Aliya beranjak dari tempat tidurnya, mencari sendal hotel kemudian keluar dari kamar. Ia berjalan kosong menuju lobby, agak aneh memang jika mencari taksi di tengah malam buta seperti ini, namun… Aliya butuh itu, Aliya akan berangkat menuju pantai Kuta di tengah malam buta, aneh memang, tapi itulah kebiasaan Aliya setiap kali ia sedih, ia akan melarikan diri ke Bali, mencari pantai di tengah malam, membiarkan kulitnya di terpa dinginnya angin laut di malam hari. “Mau jaket gak?” Ucap seseorang yang mengagetkan Aliya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD