met you

1074 Words
Lo gak usah khawatir, gue baik-baik aja kok, santai laah. Tenang aja, gua pasti bakal datang ke acara nikahan lo kok. Gua lagi self healing, gua gak mau di ganggu, gua juga bakal balik kok. Yawzz gua off ya, bae bae lo di sana!                 Kira-kira seperti itulah balasan pesan Aliya kepada Dean, setelahnya Aliya kembali mematikan ponselnya dan beralih ke televisi. Ia menyalakan televisi di hadapannya itu, mencari acara paling menarik yang setidaknya dapat mengalihkan pikiran Aliya. Namun nyatanya nihil, tidak ada satupun acara televisi yang dapat menarik perhatian Aliya. Aliya beranjak dari tempat tidurnya, mencari sendal hotel kemudian keluar dari kamar. Ia berjalan kosong menuju lobby, agak aneh memang jika mencari taksi di tengah malam buta seperti ini, namun… Aliya butuh itu, Aliya akan berangkat menuju pantai Kuta di tengah malam buta, aneh memang, tapi itulah kebiasaan Aliya setiap kali ia sedih, ia akan melarikan diri ke Bali, mencari pantai di tengah malam, membiarkan kulitnya di terpa dinginnya angin laut di malam hari.                 “Mau jaket gak?” Ucap seseorang yang mengagetkan Aliya. *****                 Seorang pria bertubuh tinggi tiba-tiba berdiri di samping Aliya, mata nya tidak menatap gadis itu melainkan ia fokus ke depan, ke arah air yang setiap beberapa detik sekali mengarah ke pada mereka. Aliya berdiri, menyamakan tingginya dengan orang itu, ada rasa sedikit takut bagi Aliya, namun ketika melihat wajah pria itu, Aliya malah langsung bisa tahu kalau pria itu adalah bukan pria yang jahat.                 “Gak apa-apa, thanks.” Jawab Aliya. Pria itu mengangguk, kemudian duduk di pasir, sama persis seperti apa yang di lakukan Aliya tadi. Aliya juga duduk, di sebelah pria itu, matanya menatap heran pria yang tiba-tiba muncul di hadapannya.                 “Gue Gellar.” Ucapnya. Aliya diam sejenak, nama itu pernah ia dengar, dan pikirannya tertuju dengan pria yang berangkat bersamanya di hari pertunangan Dean. Ahh dia juga Gellar.                 “Aliya.” Balas Aliya singkat. Pria bernama Gellar itu mengangguk, kemudian keadaan kembali hening, mereka sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Aliya sibuk dengan pikirannya yang melayang-layang tentang Dean, sementara Gellar juga sibuk memikirkan sesuatu yang terus mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.                 “Kenapa lo dateng tengah malam?” Tanya Gellar yang pada akhirnya memecah keheningan di antara mereka berdua.                 “Karena sepi. Lo kenapa dateng tengah malam?” Ucap Aliya.                 “Sama, karena sepi juga.” Jawab Gellar, Aliya kemudian mengangguk lalu kembali diam.                 “Lo tau gak, katanya kalau lo liat bintang yang banyak tuh, lo bisa sampaiin salam rindu lo ke orang yang lo mau. Kayak… lo liat bintang nya, lo sebut namanya, nanti orangnya bakal tau.” Ucap Gellar, Aliya sukses di buat tersenyum oleh ucapan konyol nya. Bisa-bisanya pria itu masih mempercayai hal yang seperti itu.                 “Lo percaya?” Tanya Aliya.                 “Nggak sih, ya tapi gak ada salahnya juga kalau lu coba. Kayaknya lo datang kesini karena lagi patah hati ya? Iya kan? Tebakan gua bener.” Ucap pria itu lagi, kali ini Aliya sedikit menggeser tubuhnya dan menghadap ke arah Gellar.                 “Lo cenayang? Kok bisa tau? Dukun lo ya?”                 “Hahaha! Nggak lah, aneh lo. Lagian dari muka lo juga udah keliatan kali kalau lo lagi galau-galaunya. Liat deh, lo pucat banget, gak ada semangat hidupnya sama sekali, mata lo sembab. Selain galau, apa lagi yang bikin cewek dateng ke pantai tengah malam buta kayak gini? Gak ada.” Sambung Gellar, Aliya sukses di buat tertawa olehnya.                 “Dahlah, cocok lo jadi dukun, pinter nebak. Lo sendiri ngapain ke sini tengah malam? Lo galau juga?” Tanya Aliya. Gellar menggelengkan kepalanya.                 “Cuma bosen aja, Jakarta terlalu bikin pusing, orang tua udah nuntut nikah, cewek gue ternyata mau nikah sama cowok lain tanpa sepengetahuan gue, ribet lah, mending kesini aja, bikin tenang pikiran.” Jawab Gellar, Aliya mendesis mendengar ucapan pria itu barusan, ternyata masalah yang di hadapi Gellar jauh lebih rumit daripada yang ia rasakan saat ini. Di tinggal sama pasangan sendiri sampai mau nikah sama orang lain kayaknya sakit banget, perih malah.                 “Duhh, perih ya? Terus gimana? Lo gak apa-apa nih? Jangan bunuh diri ya? Parah banget cewe lo.” Ucap Aliya dengan ekspresi yang menunjukan bahwa ia sedang prihatin dengan pria di hadapannya.  Gellar tersenyum miris kemudian menepuk bahu Aliya pelan.                 “Perih lah, gua udah 3 tahun sama dia, tapi santai, gua gak apa-apa kok. Gua juga gak bakal bunuh diri Cuma karena dia, lagian yang jauh lebih baik dari dia banyak, tenang aja.” Ucap Gellar, Aliya bernapas lega, setidaknya ia tidak harus menjadi saksi ketika pria itu nekat untuk membunuh dirinya sendiri.                 “Lo patah hati kenapa?” Tanya Gellar.                 “I don’t want to talk too much but, I fall in love with my best friend and dia udah mau nikah bentar lagi.” Ucap Aliya. Gellar tertawa, Aliya sudah tahu hal hal itu akan terjadi, pasti pria itu akan menertawakannya.                 “Ada 7 milyar manusia di bumi, kenapa lo jatuh cintanya sama sahabat lo sendiri? Ada banyak laki-laki pasti yang mau sama lo. Aneh-aneh aja ya orang-orang.” Ucap Gellar, Aliya tertawa mendengar ucapan pria itu. Gellar tidak salah, ucapannya hampir seratus persen benar, hanya saja Aliya kan tidak bisa mengatur perasaannya sendiri.                 “Ada 7 Milyar manusia di bumi dan separuhnya adalah laki-laki, tapi mau bermilyar-milyar laki-laki yang datang ke gua juga, perasaan bakal tetep jadi perasaan, kalau gak mau jatuh cinta sama orang yang datang, ya gak bakal bisa. Perasaan emang seribet itu.” Jawab Aliya.                 “Iya benar kata lo, jadi sekarang gimana? Mau move on aja atau batalin pernikahan sahabat lo itu? mumpung janur kuning belum melengkung, lo masih punya waktu. Eh atau jangan deh, gak elegan banget, gak usah, lo cakep kok, pasti banyak yang mau sama lo.” Jawab Gellar, Aliya hanya mendesis kemudian tertawa.                 Malam itu mereka habiskan berdua hingga pagi, seperti teman lama yang baru saja bertemu, mereka menghabiskan banyak waktu untuk saling bertukar cerita. Kadang Aliya berpikir apakah ia terlalu banyak cerita dengan pria yang baru saja ia kenal itu atau tidak, tetapi semakin lama Gellar semakin bisa membuat Aliya nyaman untuk menceritakan keluh kesahnya.                 “Yaudah, thanks ya for tonight, gua istirahat dulu.” Ucap Aliya ketika ia telah sampai di lobby hotel tempatnya menginap. Hari sudah pagi, jam sudah menunjukan pukul 8, mereka sudah sarapan bersama, mereka memilih untuk beristirahat dulu sebelum bertemu lagi.                 “Oke, see ya. Nanti sore gua jemput di sini, jam 5.” Ucap Gellar sembari melambaikan tangannya, berjalan mundur. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD