An Accident

2746 Words
“Mbak Al, hari ini jadi ke PI? Aku nitip ya. Sibuk banget nih aku harus kerja lemburan.” Ucap Nana, manusia yang bisa di bilang juga dekat dengan Dean, tidak, bukan karena dia gebetan Dean, namun Nana lebih tepat nya malah seperti sekretaris Dean, kemana-mana selalu ikut kerja dengan Dean. “Gak jadi na, besok aja. Btw Dean mana? Udah balik kah?” Tanya Aliya, sorot mata nya menatap satu ruangan mencari satu orang yang seharian penuh tidak berhasil ia temui. “Katanya mau ke Sushi Tei mbak, kirain sama mbak tadi.” Jawab Nana. Mendengar nama restaurant tersebut membuat pikiran Aliya langsung melayang. That’s our favorite place, so why you bring her to that place? . ucap Aliya dalam hati. Tanpa pamit ia meninggalkan Nana, lalu bergegeas pulang, galau di jalan jauh lebih baik daripada harus terlihat sedih di hadapan orang-orang di kantor. Membawa Lulu ke tempat itu berarti ada kemungkinan mereka akan kembali, Aliya tahu Dean, Dean tidak akan membawa seseorang ke tempat kesukaannya jika tidak mengharap hal yang baik, dan malam ini, Dean membawa Lulu yang sudah menyakitinya, ke tempat itu. “Emang gak tau diri tuh orang.” Desis Aliya, yang tanpa sadar menekan tombol klakson agak lama saat mobilnya berhenti ketika rambu lalu lintas sedang menyala. ***** Dean menghampiri sahabatnya saat ia baru saja di kantor, wajah nya biasa saja, tidak menunjukan bahwa ia sedang senang-senangnya, sementara Aliya, ia hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi sembari menguatkan hatinya untuk mendengar celotehan Dean pagi itu. Dean langsung duduk di depan meja Aliya, tidak lupa menyerahkan segelas Americano kesukaan sahabat nya itu yang sengaja ia beli sebelum ke ruangan Aliya. “Tumben lo, pagi-pagi kesini.” Ucap Aliya, ia tidak menyentuh Americano dari Dean namun meraih Americano milik nya sendiri. “Ya gak apa-apa, lagian tadi mau ngajak lo berangkat bareng eh tau nya lo udah berangkat duluan, yaudah deh, samperin aja.” Jawab Dean, Aliya hanya mengangguk dan mata nya tetap fokus pada layar di hadapannya. “Tadi malam gua abis ketemu sama Lulu, Al.” So ya, here we go again, Aliya sudah menebak apa yang akan di katakan oleh sahabatnya itu pagi-pagi buta seperti saat ini, mustahil bagi Dean untuk mau ke ruangan Aliya pagi-pagi kalau tidak ada yang mendesak. Aliya menghela napas kemudian mengangkat alisnya, kode agar Dean melanjutkan ceritanya. “Dia minta maaf, dan minta waktu gitu, dia bukannya kabur dari hubungan gua sama dia Cuma kata dia tuh, dia butuh waktu, dia belom siap banget apalagi bokap nya tiba-tiba stroke kan, dia kayak banyak beban gitu. Yaudah deh Cuma datang minta maaf doang terus makan, abis itu pulang.” Ucap Dean, Aliya mengangguk menanggapi cerita sahabatnya itu. “Terus gimana? Lo sama dia balikan? Apa gimana? Dari cerita lo kayak lo fine-fine aja padahal kemaren lo kayak orang depresi.” Sambung Aliya, kali ini ia menutup laptop di hadapannya dan fokus mendengarkan cerita Dean. “Nggak, gua kan udah bilang gak bakal balikan sama dia, gimanapun alasannya ya nggak, gua Cuma nerima permintamaafannya dia, lagian gua sama dia udah sama-sama dewasa yaudahlah, gitu doang.” Jawab Dean. Hampir saja Aliya berteriak karena terlalu senang ketika mendengar bahwa sahabatnya itu tidak jadi balikan dengan mantan calon istrinya, Aliya setengah mati menahan sudut bibirnya yang ingin sekali menunjukan senyuman, namun sebisa mungkin ia menahannya agar tetap terlihat berwibawa di hadapan Dean. “Yaudah lah, gimana juga kalau bukan jodoh ya gak bakal bersatu, kalau jodoh ya bakal bersatu. Banyak-banyak doa aja lu.” Jawab Aliya. “Gua lagi pengen fokus sama diri gua sendiri Al, fokus sayang diri gua, fokus ke keluarga, sama lo juga. Ternyata kalau deket sama orang lain sakitnya gak main-main ya. Pantes aja lo naksirnya sama gua.” Ucap Dean, Aliya hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan datar, iya, Dean ada benarnya atau mungkin Aliya hanya jarang bergaul dengan orang lain sehingga mata dan hati nya hanya fokus kepada Dean. “Pergi lo, gua mau kerja.” Ucap Aliya setelah sekian lama keadaan menjadi hening, Dean tersenyum kemudian mengangguk. Sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk mengusap lembut kepala sahabatnya itu. Fall inlove with your best friend bakal Cuma jadi boomerang. ***** Aliya pulang dengan tergesa-gesa, ia baru saja di telfon oleh Aletta bahwa gadis itu kecelakaan, orang tua mereka juga sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, Aliya panik walau tahu pasti adiknya tidak akan kenapa-kenapa karena buktinya di saat Aletta baru saja kecelakaan, gadis itu masih sempat-sempatnya memposting bagian tubuh nya yang terluka di **. Sesampainya di sana, Aliya berjalan menyusuri rumah sakit, mencari Unit Gawat Darurat, terlihat Aletta yang duluan melihatnya lalu melambaikan tangan kepada sang kakak, ia tersenyum seakan-akan tidak ada yang terjadi. “Langsung balik aja kalau udah di jahit luka nya.” Ucap Aletta, ia menarik sebuah kursi lalu duduk di sebelah ranjang adik nya. “Ya maunya juga gitu, tapi kata mbak perawat tadi tulang gua ada yang retak.” Jawab Aletta, Aliya kemudian mengangguk kemudian memperhatikan area luka adiknya yang hanya luka sedikit, ya lumayan lah daripada luka banyak pasti Aletta akan membuat heboh satu rumah. “Okedeh, mama sama papa juga bentar lagi sa-” “ALETTAAAA SAYANGGG… YA ALLAH NAK KAMU KENAPAAA?” Belum sempat Aliya menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba dari kejauhan sudah terdengar suara ibu nya yang memenuhi seisi ruangan, beberapa pasang mata menatap wanita paruh baya yang datang dengan sangat heboh, sementara Aliya buru-buru menyingkir, membiarkan ibu nya berdiri di samping Aletta, sementara papa nya hanya mengekor di belakang lalu berdiri di samping Aliya. “Pa, udah hampir dua jam loh… kok kaki dia belom di apa-apain sih? Kata dia retak tuh ya ampun.” Ucap Aliya, tangannya menunjuk kaki adik nya yang terluka. “Oh iya, Dr Herman yang bakal menangani Aletta langsung.” Jawab sang papa. Aliya hanya mengangguk walau tidak tahu dokter Herman itu siapa. Tapi dari cara bicara ayah nya, Aliya dapat menyimpulkan bahwa dokter Herman itu adalah kenalannya, jarang-jarang sekali papa nya mempercayai seseorang, jadi ketika papa nya menyebut nama dokter Herman, Aliya langsung tahu bahwa orang itu salah satu orang yang di percaya oleh papa nya. “Kamu tahu siapa dokter Herman itu?” Tanya sang papa. Aliya menggeleng “Gak tau, kan belum di kasih tau.” Jawab Aliya. “Iya, dia adalah calon mertua kamu.” ***** “Mbak Al, hari ini jadi ke PI? Aku nitip ya. Sibuk banget nih aku harus kerja lemburan.” Ucap Nana, manusia yang bisa di bilang juga dekat dengan Dean, tidak, bukan karena dia gebetan Dean, namun Nana lebih tepat nya malah seperti sekretaris Dean, kemana-mana selalu ikut kerja dengan Dean. “Gak jadi na, besok aja. Btw Dean mana? Udah balik kah?” Tanya Aliya, sorot mata nya menatap satu ruangan mencari satu orang yang seharian penuh tidak berhasil ia temui. “Katanya mau ke Sushi Tei mbak, kirain sama mbak tadi.” Jawab Nana. Mendengar nama restaurant tersebut membuat pikiran Aliya langsung melayang. That’s our favorite place, so why you bring her to that place? . ucap Aliya dalam hati. Tanpa pamit ia meninggalkan Nana, lalu bergegeas pulang, galau di jalan jauh lebih baik daripada harus terlihat sedih di hadapan orang-orang di kantor. Membawa Lulu ke tempat itu berarti ada kemungkinan mereka akan kembali, Aliya tahu Dean, Dean tidak akan membawa seseorang ke tempat kesukaannya jika tidak mengharap hal yang baik, dan malam ini, Dean membawa Lulu yang sudah menyakitinya, ke tempat itu. “Emang gak tau diri tuh orang.” Desis Aliya, yang tanpa sadar menekan tombol klakson agak lama saat mobilnya berhenti ketika rambu lalu lintas sedang menyala. ***** Dean menghampiri sahabatnya saat ia baru saja di kantor, wajah nya biasa saja, tidak menunjukan bahwa ia sedang senang-senangnya, sementara Aliya, ia hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi sembari menguatkan hatinya untuk mendengar celotehan Dean pagi itu. Dean langsung duduk di depan meja Aliya, tidak lupa menyerahkan segelas Americano kesukaan sahabat nya itu yang sengaja ia beli sebelum ke ruangan Aliya. “Tumben lo, pagi-pagi kesini.” Ucap Aliya, ia tidak menyentuh Americano dari Dean namun meraih Americano milik nya sendiri. “Ya gak apa-apa, lagian tadi mau ngajak lo berangkat bareng eh tau nya lo udah berangkat duluan, yaudah deh, samperin aja.” Jawab Dean, Aliya hanya mengangguk dan mata nya tetap fokus pada layar di hadapannya. “Tadi malam gua abis ketemu sama Lulu, Al.” So ya, here we go again, Aliya sudah menebak apa yang akan di katakan oleh sahabatnya itu pagi-pagi buta seperti saat ini, mustahil bagi Dean untuk mau ke ruangan Aliya pagi-pagi kalau tidak ada yang mendesak. Aliya menghela napas kemudian mengangkat alisnya, kode agar Dean melanjutkan ceritanya. “Dia minta maaf, dan minta waktu gitu, dia bukannya kabur dari hubungan gua sama dia Cuma kata dia tuh, dia butuh waktu, dia belom siap banget apalagi bokap nya tiba-tiba stroke kan, dia kayak banyak beban gitu. Yaudah deh Cuma datang minta maaf doang terus makan, abis itu pulang.” Ucap Dean, Aliya mengangguk menanggapi cerita sahabatnya itu. “Terus gimana? Lo sama dia balikan? Apa gimana? Dari cerita lo kayak lo fine-fine aja padahal kemaren lo kayak orang depresi.” Sambung Aliya, kali ini ia menutup laptop di hadapannya dan fokus mendengarkan cerita Dean. “Nggak, gua kan udah bilang gak bakal balikan sama dia, gimanapun alasannya ya nggak, gua Cuma nerima permintamaafannya dia, lagian gua sama dia udah sama-sama dewasa yaudahlah, gitu doang.” Jawab Dean. Hampir saja Aliya berteriak karena terlalu senang ketika mendengar bahwa sahabatnya itu tidak jadi balikan dengan mantan calon istrinya, Aliya setengah mati menahan sudut bibirnya yang ingin sekali menunjukan senyuman, namun sebisa mungkin ia menahannya agar tetap terlihat berwibawa di hadapan Dean. “Yaudah lah, gimana juga kalau bukan jodoh ya gak bakal bersatu, kalau jodoh ya bakal bersatu. Banyak-banyak doa aja lu.” Jawab Aliya. “Gua lagi pengen fokus sama diri gua sendiri Al, fokus sayang diri gua, fokus ke keluarga, sama lo juga. Ternyata kalau deket sama orang lain sakitnya gak main-main ya. Pantes aja lo naksirnya sama gua.” Ucap Dean, Aliya hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan datar, iya, Dean ada benarnya atau mungkin Aliya hanya jarang bergaul dengan orang lain sehingga mata dan hati nya hanya fokus kepada Dean. “Pergi lo, gua mau kerja.” Ucap Aliya setelah sekian lama keadaan menjadi hening, Dean tersenyum kemudian mengangguk. Sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk mengusap lembut kepala sahabatnya itu. Fall inlove with your best friend bakal Cuma jadi boomerang. ***** Aliya pulang dengan tergesa-gesa, ia baru saja di telfon oleh Aletta bahwa gadis itu kecelakaan, orang tua mereka juga sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, Aliya panik walau tahu pasti adiknya tidak akan kenapa-kenapa karena buktinya di saat Aletta baru saja kecelakaan, gadis itu masih sempat-sempatnya memposting bagian tubuh nya yang terluka di **. Sesampainya di sana, Aliya berjalan menyusuri rumah sakit, mencari Unit Gawat Darurat, terlihat Aletta yang duluan melihatnya lalu melambaikan tangan kepada sang kakak, ia tersenyum seakan-akan tidak ada yang terjadi. “Langsung balik aja kalau udah di jahit luka nya.” Ucap Aletta, ia menarik sebuah kursi lalu duduk di sebelah ranjang adik nya. “Ya maunya juga gitu, tapi kata mbak perawat tadi tulang gua ada yang retak.” Jawab Aletta, Aliya kemudian mengangguk kemudian memperhatikan area luka adiknya yang hanya luka sedikit, ya lumayan lah daripada luka banyak pasti Aletta akan membuat heboh satu rumah. “Okedeh, mama sama papa juga bentar lagi sa-” “ALETTAAAA SAYANGGG… YA ALLAH NAK KAMU KENAPAAA?” Belum sempat Aliya menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba dari kejauhan sudah terdengar suara ibu nya yang memenuhi seisi ruangan, beberapa pasang mata menatap wanita paruh baya yang datang dengan sangat heboh, sementara Aliya buru-buru menyingkir, membiarkan ibu nya berdiri di samping Aletta, sementara papa nya hanya mengekor di belakang lalu berdiri di samping Aliya. “Pa, udah hampir dua jam loh… kok kaki dia belom di apa-apain sih? Kata dia retak tuh ya ampun.” Ucap Aliya, tangannya menunjuk kaki adik nya yang terluka. “Oh iya, Dr Herman yang bakal menangani Aletta langsung.” Jawab sang papa. Aliya hanya mengangguk walau tidak tahu dokter Herman itu siapa. Tapi dari cara bicara ayah nya, Aliya dapat menyimpulkan bahwa dokter Herman itu adalah kenalannya, jarang-jarang sekali papa nya mempercayai seseorang, jadi ketika papa nya menyebut nama dokter Herman, Aliya langsung tahu bahwa orang itu salah satu orang yang di percaya oleh papa nya. “Kamu tahu siapa dokter Herman itu?” Tanya sang papa. Aliya menggeleng “Gak tau, kan belum di kasih tau.” Jawab Aliya. “Iya, dia adalah calon mertua kamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD