“Kau baik-baik saja?” tanya Sean saat melihat raut wajah murung Mayleen.
“Iya, aku hanya kelelahan,” ujar Mayleen membuat Sean lega.
Seorang pelayan datang menghampiri meja mereka dan menghidangkan makanan yang mereka pesan.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Sean.
Mayleen mengangguk. Sean menyandarkan tubuhnya sambil menatap curiga pada Mayleen.
“Apa kau tertarik padaku?” tanya Sean.
Mayleen mengangguk, ia tertarik denga Sean apalagi mutiaranya berada di dalam tubuh Sean. Mayleen tidak akan melepaskannya.
“Kenapa?”
Mayleen meletakkan sumpitnya, ia menatap Sean lekat.
“Karena mutiaraku ada padamu,” ujar Mayleen.
Sean mengernyit, tidak mengerti apa yang Mayleen katakan.
“Mutiara apa?”
Mayleen terlihat antusias mendengar pernyataan Sean. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengatakan pada Sean bahwa Mayleen adalah orang yang menolongnya.
“Aku adalah orang yang menolongmu saat kau tenggelam di laut. Apa kau mengingatnya?”
“Aku tidak mengingatnya. Saat sadar aku sudah di rumah sakit.”
Mayleen kembali menceritakan kronologi kejadian malam itu. Kerutan di kening Sean semakin bertambah. Ia coba mengingat apa saja yang dilaluinya saat itu.
“Jadi kau menggunakan mutiaramu untuk menolongku?” tanya Sean lagi. Mayleen mengangguk dengan antusias.
“Apa kau bisa memberikan mutiara itu padaku?”
Mayleen menatap Sean penuh harap. Sean tersenyum miring mendengar permintaan gadis itu. Ini akan menjadi kesempatan yang menarik bagi Sean.
“Aku akan mengembalikannya tapi dengan syarat, kau harus mengikuti perintahku,” ucap Sean.
“Baiklah, aku mau.
Sean menyeringai ini akan menjadi kesempatan emas untuknya.
***
David melirik jam tangannya dengan gusar, sampai saat ini Mayleen belum kembali ke hotel. Ia khawatir jika ada sesuatu yang terjadi pada gadis itu.
“Oh, David kau juga ikut ke pesta ulang tahun Xiao Yi?” tanya Jia Li saat keluar dari kamarnya.
“Iya.”
Jia Li tersenyum kecut melihat David berkata dingin padanya. Jia Li menutup rapat pint kmaaranya yang berada tepat di samping kamar David.
“Kau mau pergi bersama?”
David menatap jam tangnnya. Sebentar lagi acara akan dimulai, tidak mungkin ia terlambat menghadirinya. Tanpa menjawab David berjalan mendahului Jia Li dan gadis itu mengekorinya dari belakang. Jia Li dan David pergi bersama menggunakan satu mobil.
Keadaan pesta sangat meriah, banyak orang dari kalangan pebisnis yang hadir. Jelas saja Xiao Yi adalah CEO yang hebat, David tidak heran jika tamu undangannya adalah orang-orang berkelas. David menatap tangan Jia Li yang mengapit lengannya.
Jia Li hanya tersenyum meski mendapat delikan tajam dari David. Gadis itu menarik tangan David untuk segera masuk ke dalam gedung pesta. David mencoba memasang senyumnya meski hatinya tengah gelisah. Ia ingin segera bertemu si pemilik pesta dan segera pergi untuk mencari Mayleen.
David tersenyum lebar saat melihat Xiao Yi berada di antara kerumunan pria berjas rapi. David melepaskan tangan Jia Li dari lengannya dan pergi menemui Xiao Yi.
“Aku pikir kau tidak akan datang,” ujar Xiao Yi menatap David.
Pria itu juga tersenyum saat melihat Jia Li menghampirinya.
“Kalian datang bersama?” tanya Xiao Yi menatap kedua temannya scara bergantian.
“Tentu kami datang bersama,” sahut Jia Li sambil merangkul lengan David.
“Ini tidak seperti yang terlihat,” kata David sambil melepas rangkulan Jia Li. “Selamat ulang tahun.”
Xiao Yi menyambut uluran tangan David. Pria itu tersenyum tipis.
“Kau tidak mau bergabung dengan mereka?” tanya Xiao Yi sambil menatap kelompok pria berjas.
“Tidak, terima kasih.”
“Ck, sebentar lagi kau akan mewarisi perusahaan ayahmu. Kau harus terbiasa berkumpul dengan orang-orang seperti mereka,” kata Xiao Yi.
“Aku masih ingin bekerja di dunia hiburan. Bisnis hanya membuat kepala pusing saja.”
Xiao Yi tertawa mendengar keluhan David. Pria itu bodoh menurutnya, di usia yang sudah matang David masih belum mau menjadi CEO di perusahaan ayahnya.
“Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Ada sesuatu yang penting,” kata David.
“Kau baru saja sampai kenapa buru-buru?”
David ingin menjawab pertanyaan Xiao Yi namun urung saat mendengar decak kagum orang-orang.
Perhatian tamu undangan seketika teralihkan saat kedatangan seseorang. David membalikkan tubuhnya penasaran kenapa semua orang terdiam.
Hati David terasa panas saat melihat Sean datang bersama Mayleen. Gadis itu terlihat sangat centik dengan long dress yang membungkus tubuhnya. Mereka berdua menjadi pusat perhatian. Sean tersenum pada David dan menggandeng Mayleen untuk menghampiri Xiao Yi.
“Wow, aku tidak menyangka seorang Wang Sean menjadi pusat perhatian.” Xiao Yi beralih menatap Mayleen. “Siapa gadis cantik ini?”
Sean tersenyum semakin lebar, dirangkulnya pundak Mayleen dengan mesra.
“Dia Mayleen,” kata Sean. “Mayleen dia temanku, Xiao Yi.”
Mayleen menyambut uluran tangan Xiao Yi.
Jia Li yang melihat kedatangan Mayleen merasa jengkel. Lagi-lagi gadis itu meuncul di saat yang tidak tepat. Jia Li kembali merangkul lengan David dan kali ini David tidak menolak. Pria itu hanya focus menatap Mayleen yang tengah menunduk.
“Nikmati pestanya, aku harus menemui rekan bisnisku,” kata Xiao Yi sebelum pergi.
David menatap tangan Sean yang masih merangkul bahu Mayleen. Degan kesal David melepaskan tangan Sean dengan kasar sebelum menarik Mayleen berdiri di sampingnya.
“Apa yang kau lakukan? Mayleen teman kencanku malam ini,”kata Sean. David memegang tangan Sean yang berusaha menggenggamnya.
“Kau belum minta izin,” ujar David menatap tajam pada Mayleen.
“Maaf.”
David memejamkan matanya, ia merasa kecewa dengan Mayleen. Sejak tadi ia khawatir dengan gadis itu tapi apa yang dia lihat sekarang. Mayleen malah pergi ke pesta bersama Sean. Gadis itu tidak bisa di maafkan.
Tanpa mengatakan apa pun David menarik tangan Mayleen untuk pergi dari pesta. Tidak peduli jika mereka menjadi tontonan tamu undangan yang terpenting saat ini adalah David membawa Mayleen pergi.
Ketika David membuka pintu mobil Sean menarik bahunya dan memukul wajah David dengan keras. David tersungkur, sudut bibirnya sobek dan berdarah. Mayleen yang melihat perkelahian itu mencoba untuk keluar dari dalam mobil, namun mobil terkunci.
Sean kembali memukul wajah David. Kali ini hidungnya berdarah.
“Aku tidak suka kau melakukan hal itu lagi. Kali ini aku akan memaafkanmu.”
Sean pergi begitu saja tanpa menghiraukan David yang meringis kesakitan. Mayleen menatap David yang tergeletak di tanah, air matanya mengalir melihat darah segar keluar dari hidung pria itu. Dengan sisa tenaganya David berdiri dan membuka pintu mobil.
Tulangnya terasa remuk. Sean tidak main-main dengan pukulannya.
“David kau berdarah.”
Mayleen panik sambil mencari sesuatu untuk membersihkan hidung David. Namun gerakannya berhenti ketika David menggenggam tangannya.
“Biarkan saja,” kata David sambil memejamkan mata.
“Maaf karena diriku kau terluka.”
David kembali membuka matanya, diusapnya darah yang hampir mongering di hidungnya denga sapu tangan.
“Aku terlalu emosi, aku seharusnya bisa mengontrolnya,” kata David. Mayleen menunduk saat David menatapnya.
“Kau mau menemaniku ke pantai?”
Mayleen mengangguk menerima tawaran David.
***
Keadaan pantai yang sepi membuat Mayleen bebas. Gadis itu berjalan menyusuri pantai, ombak yang mengalun seolah memanggilnya untuk kembali. Ia merindukan rumah dan Rin--sahabatnya. Ia rindu terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang selalu menemaninya berenang. Mayleen menghidup kuat aroma laut yang dirindukannya.
David tersnyum geli melihat Mayleen berlari kegirangan. Bahkan tanpa sadar ia masuk lebih dalam. Kedua kaki jenjang Mayleen berubah menjadi ekor biru yang sangat disukainya ketika air laut menyentuh kakinya. Dengan gembira Mayleen bermain air dan mencipratkannya.
“Kau merindukan rumahmu?”
Mayleen menatap David yang berjalan mendekat. Ia tidak bisa berbohong bahwa ia sangat merindukan rumah dan teman-temannya. Ditatapnya laut gelap itu dengan tatapan sendu.
“Aku selalu merindukan mereka,” ujar Mayleen.
“Kau tidak mau kembali?”
Mayleen menggeleng. Gadis itu menunduk mengingat bagaimaa hidupnya saat ini.
“Aku tidak bisa. Aku bukan putri duyung yang utuh lagi. Aku juga bukan manusia. Aku adalah diriku sendiri, yang mencoba untuk tetap bertahan hidup,” jawab Mayleen membuat hati David seperti diremas. Sangat berharganya mutiara itu untuk hidup Mayleen dan David sudah mengacaukan niat Mayleen mendekati Sean. David merasa dirinya telah egois melarang Mayleen pergi bersama Sean.
David membawa Mayleen ke dalam pelukannya, ia memejamkan mata untuk meredam perasaannya.
“Maafkan aku.”
Mayleen mengurai pelukan David, ditatapnya wajah tampan itu penuh memar. Mayleen menyentuh luka David dengan lembut membuat pria itu meringis kesakitan.
“Kau terluka karena aku,” kata Mayleen.
David menggenggam tangannya.
“Jangan khawatir, luka ini akan segera sembuh.”
David dan Mayleen saling melempar senyum satu sama lain.
***
Manager Li terlihat mondar-mandir di sebuah kamar hotel, sampai jam 00.15 David belum kembali bersama Mayleen. Ia merasa cemas terutama pada Mayleen yang belum pernah menginjakkan kaki di Haikou. Li mencoba menghubungi ponsel David namun hasilnya sia-sia.
“Kalian pergi ke mana?” Li menjambak rambutnya frustrasi. Harusnya ia meminta David untuk membelikan Mayleen ponsel sehingga ia bisa dengan mudah mengetahui keberadaan gadis itu.
“Manager Li.”
Ketegangan Manager Li mereda ketika melihat dua orang yang dikhawatirkannya telah kembali. Manager Li berlari menghampiri David dan Mayleen.
“Apa yang terjadi pada kalian? Kenapa pakaian kalian basah? David kenapa wajahmu memar?” tanya pria itu membabi buta. David menggaruk kepalanya melihat kekhawatiran berlebih dari managernya.
“Kami baik-baik saja,” ujar David.
“Tapi kenapa—“
“Sudah kami butuh istirahat,” potong David membuat Li bungkam. Mayleen hanya diam, dia hanya mengikuti David masuk ke dalam kamar.
“ Tunggu kenapa kami satu kamar?” protes David ketika mereka berada di dalam.
“Untuk sementara, besok aku akan carikan kamar untuk Mayleen,” ujar Li.
David menggaruk kepalanya gugup. Pria itu bukannya tidak mau satu kamar dengan Mayleen bahkan jika berbeda kamar pun gadis itu akan mencarinya. Tapi mengingat tidak hanya mereka yang menginap di sana membuat David takut mereka berpikir yang tidak-tidak pada Myaleen.
“Bagaimana jika ada yang melihat?”
Manager Li cengengesan. “Tidak perlu takut aku akan membereskannya.” Li menepuk pundak David.
“Jangan lupa obati lukamu,” ujarnya sebelum pergi.
Malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi David. Pria berusia 28 tahun itu hanya duduk di sebuah sofa dengan tv yang menyala. Pikirannya tidak fokus pada acara tv. Ia terus berpikir bagaimana agar dirinya tidak satu ranjang dengan Mayleen. Mungkin sekali dua kali ia masih bisa bertahan tapi, ia tidak bisa menjamin jika Mayleen bisa selamat di malam-malam selanjutnya. Ia pria normal, tentu tidak setiap saat bisa waras.
Mayleen keluar dari kamar mandi membuat David berpura-pura tidak melihatnya. Gadis itu memandang David sebentar sebelum memasuki kamar. David menoleh ketika pintu tertutup. Ia merasa lega, mungkin malam ini ia akan tidur di sofa.
Malam semakin larut tiba-tiba sesuatu mengusik tidur Mayleen. Gadis itu terjaga ketika tahu David tidak berada di sampingnya. Dengan mata yang masih mengantuk gadis itu mencari David di ruang tv. Benar saja David tertidur di sofa.
Mayleen duduk di atas lantai memerhatikan wajah David yang tertidur pulas, ia tersenyum sebelum tidur dengan menumpuk tangannya di atas meja sebagai bantalan. Mayleen tertidur dengan posisi duduk. Sepertinya Mayleen benar-benar tidak bisa jauh dari David saat tidur.
Perlahan mata David terbuka. Ia hanya pura-pura tidur berharap Mayleen segera pergi. Tapi dugaannya salah, gadis itu malah tidur di dekatnya.David melihat Mayleen yang tidur dalam posisi yang tidak nyaman. Merasa kasihan pada gadis itu membuat David menggedongnya kembali ke kamar. Mayleen membuka sedikit matanya ketika berada dalam gendongan David.
“HHmm, David…,” gumamnya setengah sadar.
“Apa?”
“Apa kau tahu apa itu mencintai?” ujar Mayleen membuat David terdiam. Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu saat mengantuk.
“Hhmm… mungkin bisa diartikan cara seseorang untuk memberikan kasih sayang,” ujar David.
“Apa itu pacar?” tanya Mayleen lagi.
David membaringkan tubuh Mayleen di atas tempat tidur, ia duduk di tepi ranjang sambil menatap Mayleen.
“Kenapa kau bertanya seperti itu?” David menyelimuti tubuh Mayleen. Gadis itu menggeleng.
“Apakah orang yang mencintai itu bisa berpacaran?”
David tersenyum geli, ia merasa sedang mengajarkan anak gadis tentang cinta.
“Tentu bisa, tapi tidak selamanya.”
Mayleen mengangguk dan menaikkan selimutnya sampai di bibir.
“Apakah kita pacaran?” tanya Mayleen membuat David tersentak.
“Mungkin belum. Sudah cepat tidur ini sudah malam.”
David ingin beranjak tapi Mayleen menahannya.
“Temani aku. Aku tidak bisa tidur tanpamu,” ujarnya.
Jujur David juga merasakan hal yang sama apalagi sebelum tidur ia sudah terbiasa menatap Mayleen.
Mayleen bergeser untuk memberikan tempat untuk David berbaring. Pria itu menyibak selimut tebal itu dan tidur sambil memunggungi Mayleen. Perlahan ia merasa kantuk mulai menyerangnya. Matanya pun terpejam.
***
Jia Li menghentak kesal saat David meninggalkannya. Pesta baru saja usai dan kini Jia Li tidak tahu harus kembali ke hotel dengan siapa. Sean? Pria itu bahkan tidak muncul lagi di pesta.
“Butuh tumpangan?”
Jia Li menatap Xiao Yi jengkel. Lagi-lagi pria itu mendekatinya. Meski sebentar lagi mereka bertunangan jangan harap Jia Li mau menerimanya begitu saja. Perjodohan konyol kedua orang tuanya membuat Jia Li muak.
“Aku bisa pergi sendiri.”
“Dengan apa? Kendaraan umum?”
Jia Li menatap Xiao Yi kesal. Pria itu tahu jika dirinya tidak suka pergi menggunakan kendaraan umum.
“Apa urusannya denganmu?”
Jia Li menatap Xiao Yi tajam ia tidak suka pria itu bertanya lagi. Ia malas meladeni pria sepertinya..
Xiao Yi menarik tangan Jia Li dan mendorongnya ke dinding. Pria itu memenjarakan Jia Li dengan kedua tangannya. Xiao Yi ingin mencium bibir Jia Li namun gadis itu segera menghindar. Xiao Yi tertawa kecil melihat penolakan gadis di depannya.
“Kenapa sulit sekali dekat denganmu?”
“Aku sudah katakana berulang kali. Aku hanya mencintai David.”
Jia Li menatap Xiao Yi tajam.
“Dan berulang kali juga kukatakan jika aku mencintaimu, Jia Li.”
Jia Li memekik kaget saat tubuhnya diangkat oleh Xiao Yi. Beberapa kali ia memukul punggung Xiao Yi namun sayang itu tidak berpengaruh pada pria itu. Xiao Yi membuka salah satu pintu kamar dan segera menguncinya.
“Apa yang kau lakukan?” Jia Li menatapnya galak. Xiao Yi mengabaikannya sambil membuka jas dan dasi yang membuatnya tidak nyaman sedari tadi.
Jia Li mencoba membuka pintu namun sayang pintu itu tidak bisa dibuka dan sialnya Xiao Yi yang membawa kunci itu.
“Apa maumu?”
Jia Li menatap waspada pada Xiao Yi.
“Aku hanya ingin dirimu, malam ini.”
Xiao Yi menggenggam tangan Jia Li dengan kuat membuat gadis itu tidak bisa pergi.