16. Sebuah Rencana

2285 Words
Tubuh Jia Li bergetar saat Xiao Yi menyentuhnya meski ini bukan pertama kalinya mereka melakukan itu tetap saja Jia Li merasa ada sesuatu yang aneh. Dia bahkan merasa nyaman. Jia Li meremas seprai putih itu dengan kencang, ia harus membuang perasaan aneh itu. ‘Aku hanya mencintai David,’ ucapnya dalam hati. Xiao Yi membaringkan tubuhnya di samping Jia Li. Ditutupnya tubuh polos mereka dengan selimut. Tatapan keduanya menerawang jauh. “Apa kau sama sekali tidak mengingatnya?” tanya Xiao Yi membuat Jia Li menatapnya. “Apa maksudmu?” Xiao Yi menatap Jia Li dengan lembut tatapannya berbeda dengan beberapa saat lalu. “Apa kau tidak mengingat pertemuan pertama kita?” Jia Li tersenyum miring. Ia bangun dari tidurnya tidak peduli jika Xiao Yi melihat tubuh polosnya yang sedang memungut pakaiannya. Bukankah pria itu sudah pernah melihat seluruh tubuhnya. Kenapa harus ditutupi lagi. Jia Li memakai pakaiannya kembali. Ditatapnya Xiao Yi yang kini masih tidur di atas ranjang sambil menatapnya. “Tentu aku masih ingat. Kau pria aneh dan menyebalkan. Datang tiba-tiba dan mengaku sebagai pacarku.” Jia Li menghampiri Xiao Yi. “Dengan mudahnya kau mempengaruhi orang tuaku.” Jia Li menatap tajam pada Xiao Yi yang kini duduk di tepi ranjang. Pria itu tertawa kecil mendengar ujaran Jia Li. “Aku akan mengantarmu kembali ke hotel.” Xiao Yi memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. Dengan santai pria itu mengenakan kembali pakaiannya di depan Jia Li. “Berikan kuncinya padaku.” Xiao Yi memberikan sebuah kartu yang bisa membuka pintu kamarnya. Jia Li mengambilnya dan pergi dari ruangan itu. “Bahkan kau belum mengingatnya,” ujar Xiao Yi menatap sedih punggung Jia Li. ***   Manager Li menatap pintu kamar di depannya dengan malas. Sudah setengah jam lebih dirinya mengetuk pintu tapi penghuni di dalamnya tidak membuka sama sekali. Li merasa was-was pada mereka berdua. Sedangkan di dalam sana Mayleen sibuk mengguncang tubuh David agar segera bangun. Namun David hanya mengerang tanpa membuka matanya. “5 menit lagi,” gumam David dengan selimut menutupi seluruh badannya. “Ayo bangun, David,” ujar Mayleen masih setiap mengguncangkan tubuh itu. Merasa tidurnya terus diganggu membuat David akhirnya mengalah. Ia bangun dan bergegas untuk mandi. Tidak tahukah Mayleen kalau dia masih mengantuk karena tidur larut malam. Mayleen keluar dari kamar hotel, tepat ketika ia membuka pintu manager Li sudah berdiri di depannya. “Di mana David?” tanya Li. “Dia sedang mandi,” jawab Mayleen singkat. “Mau sarapan bersama?” Mayleen mengangguk menerima ajakan Li. Mayleen mengekori Li kea rah lift. Mayleen terdiam saat melihat Jia Li juga berada di dalam lift yang akan dia masuki. “Mayleen kanapa bengong? Ayo cepat masuk,” kata Li. Mayleen menatap Jia Li sebentar sebelum masuk ke dalam lift. Rasa canggung terasa jelas di antara dua perempuan itu. Bahkan Mayleen tidak berani menyapa Jia Li terlebih dahulu. “Apa tidurmu nyenyak, Mayleen?” tanya Jia Li tiba-tiba. Mayleen meremas pakaiannya, ia merasa tajut berada di sisi Jia Li. “Iya, bagaimana denganmu?” “Tidak terlalu.” Jia Li menatap Mayleen sinis. “Aku harap kau masih mengingat apa yang aku katakana.” Suara lift terbuka membuat Mayleen bernapas lega. Jia Li berjalan mendahuluinya. “Apa yang dia katakan padamu?” tanya Li penaaran. Maylen memandang punggung  Jia Li. “Kami tidak membicarakan apa pun.” Mayleen berjalan meninggalkan Li yang masih penasaran. Mata Mayleen tidak bisa berkedip walau sebentar, banyak makanan tersedia di depannya yang bisa ia pilih sesuka hati. “Lezat sekali,” gumamnya sambil menelan ludah. Perutnya tiba-tiba bernunyi ingin menghabiskan semua makanan itu. Mayleen mengambil piring yang lebih besar, diambilnya makanan itu sedikit sedikit hingga piringnya penuh. Mayleen mengedarkan tatapannya mencari tempat untuk duduk. Manager Li melambaikan tangannya agar Mayleen bergabung bersama kru yang lain. Semua mata tertuju pada Mayleen bukan karena penampilan atau sesuatu yang ia kenakan melainkan porsi makanan yang gadis itu. “Kau bisa menghabiskannya?” tanya seorang kru sambil menelan liurnya. Mayleen mengangguk antusias, ia yakin bisa maenghabiskan tanpa sisa makanan yang ada di piringnya. “Kau tidak takut gendut?” tanya pria berpakaian putih yang duduk di samping Jia Li. Lagi-lagi Mayleen menggeleng. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, makan banyak sekali-sekali tidak akan membuat tubuhnya gendut apalagi mengingat David yang jarang memberinya makanan. Terakhir yang gadis itu ingat David membuatkannya salad buah. Selain itu hanya manager Li yang selalu memberinya makanan dan es krim. “Kau tidak takut jika tidak punya pacar?” Tuan Zhou angkat bicara ia penasaran dengan gadis itu. “Kenapa takut? Ada David,” ujar Mayleen membuat semua orang yang ada di meja itu menatap Jia Li. Mungkin mereka berharap ada drama di mana mantan kekasih memaki-maki pacar mantannya atau minimal ada kejadian siram-siraman air. Namun semua pemikiran mereka salah Jia Li terlihat sangat santai menanggapi ucapan Mayleen. Tanpa merasa bersalah karena membuat suasana sarapan menjadi canggung Mayleen segera menyantap makanannya. Tapi lagi-lagi ia harus mengurungkan niatnya karena piringnya sekarang berpindah tempat. David yang baru saja bergabung duduk di samping Meyleen sambil membagi makanan yang ada di piring gadis itu. Mayleen hanya menggigit sumpitnya melihat setengah makanannya berpindah tanpa mengucapkan salam. Mayleen mencolek-colek lengan David dengan jari telunjuknya. Pria itu menoleh dengan tatapan datar. “Itu makananku,” ujar Mayleen sambil menunjuk makanan yang ada di piring David. Mayleen tidak terima makanan yang ia kumpulkan diambil oleh David. Bukankah pria itu bisa mengambil sendiri makananya. “ini piringku. Apa pun yang ada di atasnya sudah menjadi miliku,” jawab David tegas membuat Mayleen memanyunkan bibirnya. Selalu saja David seenaknya. Mayleen dengan kesal mulai menyantap sarapannya. Tanpa mereka berdua sadari seluruh kru memperhatikan interaksinya. Sesekali mereka melihat ekspresi Jia Li yang tidak bisa dibaca kemudian beralih lagi pada David dan Mayleen. ‘Cinta segitiga,’ bisik Tuan Zhou pada manager Li saat melihat tiga anak muda itu. *** “Xing Mei, kita harus akhiri sampai disini. Kedua orang tuamu tidak akan merestui hubungan kita.” “Tidak, aku yakin mereka akan merestui ketika melihat kesungguhanmu .” Kedua pasangan kekasih itu saling berpelukan menatap mata masing-masing. Perlahan wajah mereka saling mendekat mengikis jarak yang pernah ada. Hembusan napas bertemu menjadi satu. Hidung mereka saling bersentuhan namun sayang si pria memalingkan wajahnya. “Cut!” teriak sang sutradara membuat David dan Jia Li menjauh. “David bisakah kau lebih fokus, tatap mata lawanmu dan cium dengan penuh perasaan agar terlihat lebih natural,” ujar Tuan Zhou memperingati David. David itu mendesah panjang, bayangan Mayleen terus menari dalam pikirannya ketika ia ingin mencium Jia Li. Berapa kali pun diulang hasilnya akan tetap sama. Entah kenapa David merasa sedang berselingkuh di belakang Mayleen. Tuan Zhou memerintahkan mereka untuk istirahat sebentar untuk agar mereka bisa fokus lagi. “Lelah sekali,” ujar Mayleen seraya duduk di samping David gadis itu mengibaskan tangannya di depan wajah yang berkeringat. Seharusnya David  yang mengatakan hal itu, bukan sebaliknya David sedikit jengkel melihat Mayleen yang bisa santai-santai. “Yak! Cepat ambilkan aku minuman,” suruh David. Mayleen manatapnya sekilas tapi bukannya segera mengambilkan David minum gadis itu malah sibuk mencari Wang Sean. “Kau mau ke mana?” tanya David sambil menarik kerah bagian belakang Mayleen. Gadis itu mencebik, ia baru saja ingin menghampiri Sean yang baru datang. “Oh, lukamu sudah sembuh?” tanya Mayleen mengalihkan pembicaraan. Mayleen membulatkan matanya melihat wajah David yang sudah kembali mulus seperti sedia kala. “Ini karena make-up.” Mayleen hanya ber-oh-ria sambil menjaga jarak dari David. Perlahan gadis itu menggeser pantatnya menjauh dari David. Namun sayang gadis itu kembali mengurungkan niatnya saat bajunya ditarik oleh David. Mayleen tersenyum lebar begitu juga dengan David. “Kau mau kabur?” tanya David dengan senyum yang dibuat-buat. Mayleen perlahan mendekati David lagi, ia tahu kali ini akan sulit baginya untuk jauh dari David. Sutradara Zhou berjalan mengampiri David. David tahu jika Tuan Zhou akan memperingatinya. “David ada apa denganmu hari ini? tidak biasanya kau mengulang sampai 10 kali adegan yang sama,” ujar Zhou kemudian melirik Mayleen. “Maaf aku kurang fokus,” sahut David. “Jika kau masih belum bisa kita akan menggunakan peran pengganti,” kata Zhou tegas “Aku minta maaf sekali lagi. Tolong gunakan peran pengganti, aku sungguh tidak bisa dengan Jia Li kali ini,” kata David. “Aku tidak mau!” Jia Li menghampiri mereka dengan tatapan marah. Ini adalah adegan yang ia tunggu-tunggu tapi David ingin menggunakan peran pengganti. “Bukankah di dalam kontrak para pemain dilarang menggunakan peran pengganti?” Jia Li menatap sutradara Zhou tajam. Bagaimana pun caranya adegan terakhir ini hanya Jia Li dan David yang memerankan. Ia tidak mau pria lain menggantikan David. “Iya, kau benar, kecuali jika aku merubahnya sesuai kondisi,” ujar Zhou membuat Jia Li kesal. “Aku tidak mau melakukannya,” kata Jia Li, menolak dengan tegas. “Baik, kalau begitu biarkan Mayleen yang melakukannya. Keputusanku sudah final.” Jia Li menatap tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dia digantikan dengan Mayleen? Apa sutradara Zhou sudah tidak waras? Bukan hanya Jia Li yang kaget dengan keputusan sang sutradara, tapi Mayleen dan David pun merasa terkejut. “David, Mayleen segera bersiap, kita akan mulai syuting terakhir hari ini,” kata Zhou. Jia Li menatap Mayleen penuh amarah. Tanpa mengatakan apa pun gadis itu pergi meninggalkan lokasi syuting. Mayleen mengganti bajunya dengan pakaian yang sudah disiapkan. Dengan polesan make-up tipis gadis itu terlihat semakin cantik. David tersenyum tipis melihat Mayleen gelisah. “Jangan gugup. Bukankah kita sudah pernah melakukannya?” Pipi Mayleen memerah mendengar kata-kata David. Kamera disapkan untuk merekam adegan terakhir. David menarik pinggang Mayleen saat clapper board berbunyi. David menatap mata Mayleen lekat membuat tubuh Mayleen tegang. David tersenyum tipis diciumnya bibir Mayleen. Beberapa saat keduanya hanya menempelkan saja, perlahana David mulai menggerakkan bibirnya mengulum bibir bawah dan atas Myaleen dengan lembut membuat kedua matanya terpejam. Kedua tangan Mayleen mengalung di leher David begitu pula dengan pria itu mengeratkan pelukannya di pinggang Mayleen. Sutradara Zhou tidak menyianyiakan moment itu, pria berusia 48 tahun itu merekam setiap adegan dengan kameranya.   *** Jia Li menatap pantulan dirinya di depan cermin kamar mandi. Tubuh sexy yang kini berbalut bikini mempertontonkan p****t berisi dengan body langsingnya. Dia tersenyum miris, meski memiliki tubuh ideal tapi David tidak pernah meliriknya. Perempuan berambut panjang itu mendesah frustrasi, pria normal di luaran sana berlomba-lomba ingin mendapatkan gadis seperti Jia Li tapi kenapa seorang aktor papan atas seperti David malah mengabaikannya. Gadis itu meremas erat handuk putih di tangannya. Jia Li menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Apa pun ia lakukan demi merebut kembali hati David. Gadis itu memejamkan matanya, mencoba membayangkan setiap sentuhan dari tangan kekar David membelai tubuhnya. David selau membuatnya rindu, pria itu yang membuatnya sadar arti ketulusan.  Tiba-tiba bayangan David dan Mayleen melintas dalam pikirannya. Jia Li mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Hatinya terasa dibakar oleh amarah. “AARRGGH” Teriakannya menggema di kamar hotel.  Adegan yang ditunggu Jia Li selama berhari-hari diambil alih oleh Mayleen. Gadis aneh yang membuat hidupnya terusik. Semenjak David bersama gadis itu Jia Li semakin sulit untuk mendekati David. Terlebih pria itu terlihat sangat perhatian pada Mayleen. “Kita lihat saja Mayleen, siapa yang akan memenangkan hati David,” geram Jia Li sambil membanting beberapa barang di sekitarnya. Suara dering ponsel membuat Jia Li menghentikan sejenak kemarahannya. Diambilnya benda persegi itu dan menggeser tanda hijau pada layar ponsel tanpa melihat siapa yang menelepon. “Aku senang kau mengangkatnya.”  Suara di seberang sana membuat Jia Li terperanjat. Hanya hembusan napas panjang yang bisa ia keluarkan. Disaat seperti ini pria b******k itu meneleponnya. “Apa maumu?” tanyan Jia Li to the point “Kau masih marah, qin ai de (sayang)?” Jia Li memutar bola matanya kesal, berapa kali pun ia menolak pria itu tetap saja mengejarnya. Ia tidak pernah menyerah. “Katakan apa yang kau inginkan,” ujar perempuan itu mencoba menahan kesal. “Kau. Yang aku inginkan adalah dirimu.” Jia Li tersenyum sinis mendengar pernyataan pria itu. Tidakkah pria itu puas mempermainkannya kemari malam? “Kau gila,” kata Jia Li. “Ya, aku gila karena dirimu.” Jia Li memijit kepalanya sebentar. Setiap kali bicara dengan Xiao Yi selalu membuatnya pusing. “Kau di mana?” tanya Jia Li, gadis itu melunak membuat kekehan terdengar dari seberang sana. “Aku kirimkan alamatnya padamu.” Sambungan terputus, beberapa saat kemudian ada pesan yang masuk ke ponselnya. Jia Li bergegas pergi menuju alamat yang dimaksud. Mobil merah milik wanita itu berhenti di sebuah night club. Penjagaan ketat terlihat di depan pintu masuk hiburan malam itu. Jia Li mengedarkan pandangannya mencari sosok pria yang ingin ditemuinya. Di depan bar, terlihat seorang pria berjas hitam tengah duduk sendirian. Meneguk minuman sampai tandas di gelasnya. “Bisa aku minta vodka?” ujar Jia Li pada bartender. Pria di sampingnya menoleh dengan kening mengkerut. “Kau tidak bermaksud menghabiskan malam ini di ranjangku lagi, kan?” Jia Li menatap pria di sampingnya dengan senyum miring. Bartender menyuguhkan minuman yang gadis itu pesan. Jia Li mencondongkan sedikit tubuhnya pada pria itu. “Jangan harap itu terjadi,” ujar Jia Li, menarik kembali tubuhnya.  Jia Li meneguk minuman itu sampai tandas, gadis itu ingin meminta minuman lagi kepada bartender namun pria di sampingnya melarang. “Minuman itu tidak baik untukmu.” Jia Li menatapnya tajam. Ia ingin minum sepuasnya malam ini untuk menghilangkan kepenatannya. “Kau juga minum bir, jangan bilang itu baik untuk kesehatan,” balas Jia Li membuat pria itu tersenyum. “Ya, kau benar. Bir lebih baik dari pada vodka. Tapi asal kau tahu ini bukan bir,” jawabnya membuat Jia Li menatap tidak percaya. “Xiao Yi, kau pikir aku mudah dibodohi? Itu jelas-jelas bir.” Pria itu tertawa lepas. Dentuman musik dari dj meredam tawanya. Orang-orang di tempat itu sibuk meliukan tubuhnya menikmati setiap sentuhan dari belaian musik yang mampu menghentakkan jiwa. Tidak peduli dengan sekitar, mereka sibuk mencari kenikmatan sendiri. “Kau sepertinya lupa dengan kebiasaanku, baby.” Pria itu mengeluarkan sesuatu dari tas hitam yang ada di bawahnya. Dituangkannya cairan panas berwarna coklat bening ke dalam dua gelas kosong itu. “Hei, kawan, bisakah aku minta esnya?” Sang bartender memberikan ice cube yang pria itu minta. “Xie-xie (terima kasih),” ujar Xiao Yi menerima satu gelas es kemudian membaginya pada gelas yang sudah ia tuangi cairan coklat bening itu. “Mau ngeteh bersama?” Xiao Yi mengangkat gelasnya membuat Jia Li tersenyum. Entah kenapa Jia Li merasa sesuatu yang aneh. Ia seperti mengulang kejadian masa lalu. Namun ia tidak mengingat dnegan jelas. Jia Li tahu Xiao Yi tidak suka dengan alcohol. Tapi kenapa pria itu memintanya datang ke  night club yang terkenal dengan minuman beralkohol? “Kau gila,” kata Jia Li. “Itu semua karena dirimu,” sahut Xiao Yi. Jia Li mengangkat gelasnya dan mereka bersulang. Malam ini gadis itu gagal meneguk minuman beralkohol sampai mabuk, dan ia malah berakhir minum teh di tengah hingar bingar kehidupan malam. Jangan sampai ada orang yang tahu minuman yang mereka teguk adalah teh, jika itu terjadi maka bisa dipastikan dirinya akan diejek dan diremehkan. Sungguh memalukan. “Xiao Yi, apakah kau bisa membantuku?” ujar Jia Li membuat pria bertubuh tinggi dengan mata sipit itu menoleh. “Apa?” Jia Li tersenyum misterius. Ini saatnya dia melakukan rencananya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD