14. Memilih

1181 Words
Sean menatap ane pada Jia Li, sejak tadi gadis itu tidak pernah berhenti tersenyum. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Mayleen pun tidak terlihat bersamanya. “Di mana Mayleen.” Sean menghadang Jia Li yang ingin masuk ke dalam kamar. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan d**a namun ia tidak mengatakan apa pun. “Apa kau tuli? Di mana Mayleen?” Jia Li tertawa melihat Sean yang begitu peduli dengan gadis itu. Apa sekarang dia mulai tertarik pada Mayleen? Jia Li semakin membenci gadis itu. “Untuk apa kau bertanya? Itu semua bukan urusanmu.” Jia Li membuka pintu kamarnya tanpa peduli dengan Sean yang masih berdiri di depan pintu. Sean berjalan tergesa-gesa, ia harus segera bertemu Mayleen untuk memastikan sesuatu. Sean kembali ke restaurant tempat di mana mereka makan siang. Apa mungkin Mayleen tersesat? Pikir Sean. Saat mencari Mayleen Sean tidak sengaja melihat David berdiri di dekat toilet wanita. Dia pikir mungkin Mayeen masih ada di dalam toilet. Sean menghampiri David. “Apa Mayleen masih di dalam?” tanya Sean. David tidak menjawabnya, pria itu hanya menatap Sean sekilas. “Lebih baik aku memeriksanya.” David mencekal tangan Sean agar pria itu tidak masuk ke dalam. “Itu toilet wanita,” ujar David memperingati. Sean melepaskan cekalan tangan David. “Apa masalahnya? Bagaimana jika Mayleen pingsan?” Ucapan Sean membuat David terhenyak. Dia tidak pernah berpikir jika Mayleen akan pingsan atau…. David mengikuti langkah Sean masuk ke dalam toilet. Setiap bilik ia periksa tapi nihil tidak ada siapa pun di dalamnya. Sisa satu bilik yang belum dibuka. Sean menggenggam knop pintu dan membukanya pelan. “AAA…dasar pria m***m berani-beraninya kau mengintip wanita.” Sean segera menutup pintu bilik rapat-rapat. Dengan cepat David dan Sean keluar dari toilet, namun sayang segerombolan wanita memasuki ke toilet. Mereka berdua segera menutupi wajah dengan kerah jaket. Jangan sampai mereka tahu tentang identitasnya. “Mereka mengintipku!” ujar nenek tua itu saat keluar dari bilik toilet. David berdecih kesal, bisa-bisanya wanita beruban itu menuduhnya mengintip. “Kami tidak melakukannya,” ucap David dan Sean serempak. Namun para wanita itu tidak percaya dan memukuli David dan Sean menggunakan tas mereka. David melindungi kepalanya dengan tangan dari hantaman gadis-gadis itu. Saat melihat celah untuk kabur mereka pun lari dengan kencang. ***  Mayleen menatap pantulan dirinya di depan cermin. Mini dress berwarna hitam terlihat sangat indah di tubuhnya. Bukan hanya pakaian tapi juga wajah yang dipoles make up tipis membuat penampilannya sangat cantik. “Mayleen kau pasti terlihat sangat cantik,” ujar anak berambut pendek itu sambil menyuruh para pelayannya pergi. “Terima kasih sudah memberiku baju ini. Aku suka,” ujar Mayleen senang. “Itu pakaian ibuku yang sudah lama tidak terpakai,” ucapnya. Gadis kecil itu meraih tongkat yang ada di samping tempat tidur. Ia melangkah pelan dengan bantuan benda itu. “Boleh aku menyentuh wajahmu?” Mayleen mengangguk dan berjongkok di depan gadis kecil itu. Dirabanya wajah Mayleen dengan lembut. Ia tersenum setelah merasa puas. “Kau benar-benar cantik. Meski aku tidak melihatnya tapi aku bisa meraskannya.” Gadis itu terlihat bahagia, entah apa yang membuatnya sebahagia itu. Apa karena menyentuh wajah Mayleen? “Kau memiliki hidung yang mirip dengan ibuku,” lanjutnya. “Di mana ibumu? Tanya Mayleen. Di kamar hotel yang luas ini hanya ada mereka dan beberapa pelayan. Mayleen tidak melihat ada orang lain lagi. “ Kata ayah ibuku ada di hotel ini.” “Kau ingin bertemu dengan ibumu?” tanya Mayleen yang dibalas gelengan kepala oleh gadis kecil itu. “Aku hanya ingin berada dekat dengannya.” Mayleen mengangguk. Tiba-tiba saja ia teringat dengan David. Mayleen yakin pria itu pasti marah saat ini. “Xia, maaf aku harus pergi. Aku akan kembali bekerja,” kata Mayleen. Gadis bernama Xia itu mengangguk. Mayleen pun bergegas pergi dari kamar hotel. **** Semua mata tertuju pada Mayleen ketika gadis itu bergabung dengan para kru. Bahu putihnya terekspos membuat gadis itu terlihat seksi. Mayleen mengampiri David yang terdiam mematung. Bahkan David sampai mengucek matanya melihat penampilan Mayleen saat ini. “Kau!” David menunjuk Mayleen membuat gadis itu mematung di tempatnya. “Yak! Kau dari mana saja? Kenapa baru datang?” tanya David dengan nada tinggi. David menaikkan satu oktaf suaranya untuk menutupi rasa gugup. Belum lagi tatapan para kru yang bebas melihat bahu telanjang Mayleen. Sial, kenapa gadis itu memilih pakaian terbuka? Rutuk David. Pria itu menyambar jaketnya dan memakaikanya pada Mayleen. Terlihat raut wajah kecewa dari para pria di sana. David tidak akan membiarkan tubuh Mayleen menjadi santapan liar mereka. “Kau tidak mau menjawabku?” tana David. Pria itu menatap Mayleen lekat sedangkan yang ditatap hanya menunduk. “Maaf, tadi aku jatuh ke dalam air dna pakaianku basah. Beruntung ada gadis kecil yang menolongku,” sahut Mayleen membuat David lega. Setidaknya Mayleen tidak berjumpa dengan lelaki hidung belang, mengingat mereka syuting dekat hotel. “Jangan jauh-jauh dariku. Kau belum kenal tempat ini.” Mayleen mengangguk tanpa banyak bicara. Seorang wanita menghampiri mereka setelah David memanggilnya. “Tolong bantu Mayleen berganti pakaian,” ujar David. Mayleen digiring ke sebuah ruangan yang disewa sebagai tempat ganti. Mayleen menerima pakaian yang diberikan wanita itu padanya. Tidak butuh lama ia sudah berganti dengan pakaian yang lebih tertutup. “Oh, aku lupa sesuatu,” gumam Mayleen. Diletakkannya dress hitam miliknya di atas meja. Mayleen kembali ke toilet mengambil sesuatu yang ia lupakan. Jia Li masuk ke kamar itu, tanpa sengaja ia melihat dress hitam yang beberapa saat lalu dipakai Mayleen. Dengan santai Jia Li membuka sebuah laci dan mengambil guting. Dipotongnya dress hitam itu menjadi beberapa bagian. “Mayleen akan semakin cantik memakai dress ini,” gumam Jia Li. Gadis itu pergi tanpa rasa bersalah. Mayleen keluar dari toilet. Ditanganya kini sudah ada sepasang anting cantik. Beruntunglah benda itu tidak hilang. Mata Mayleen membulat saat melihat gaun hitamnya tercecer di lantai. Mayleen mengambil dressnya yang sudah tidak layak pakai. “Siapa yang memotongnya?” gumam Mayleen sambil memeluk pakaian itu *** Syuting hari ini selesai, David bisa bernapas lega karena syuting mereka lancar. Pria itu mengedarkan pandanganya untuk mencari seseorang. Siapa lagi kalau bukan Mayleen. David berencana untuk mentraktir Mayleen es krim kesukaannya. Pandangan David berhenti pada sosok wanita yang berdiri di samping Sean. Mereka terlihat akrab ketika berbicara. Sean terkenal sebagai pria yang irit bicara namun melihat keakraban Mayleen dengan Sean membuat David curiga. David menggeleng, mengenyahkan segala pikiran buruknya. Teringat ketika Mayleen menceritakan tujuannya datang ke daratan. Gadis itu sedang mencari mutiara kehidupannya yang ditelan oleh seseorang yang sempat ditolongnya dan sialnya orang itu adalah Sean. David tahu Sean tidak akan mudah mengembalikan mutiara itu. Meski David tahu tujuan Mayleen mendekati Sean tetap saja membuat sebagian hatinya tercubit melihat kedekatan mereka. David mendekati Sean dan Mayleen. Dia tidak bisa melihat mereka tertawa bersama. “Mayleen kita pergi sekarang,” ujar David. Sean berdiri menghadang David ketika pria itu ingin meraih tangan Mayleen. “Mayleen sudah janji menemaniku makan malam, ya, ‘kan Mayleen?” Sean menatapnya dengan senyum membuat Mayleen takut menatap David. Ya, David sedang marah terlihat jelas dari wajahnya yang memerah. “Aku akan mentraktirmu makan es krim,” bujuk David. Pria itu tersenyum melihat binary di mata Mayleen. David yakin gadis itu tidak akan menolaknya. “Aku ingin es krim, tap…” Mayleen menatap Sean yang berdiri disampingnya. “aku sudah janji dengan Sean.” David tersenyum miris, apa baru saja ia mendengar sebuah penolakan? “Kau dengar, Mayleen akan pergi bersamaku.” Sean merangkul bahu Mayleen membuat gadis itu mendongkak menatap Sean. Jika boleh jujur tawaran makan es krim dengan David lebih menarik untuknya. “Maaf,” ujar Mayleen. Sean dan Mayleen pergi meninggalkan David yang masih berdiri di tempatnya. David membalikkan tubuhnya  untuk melihat Sean dan Mayleen berjalan semakin jauh. David tersenyum kecut sambil berkacak pinggang. Ditendangnya kaleng soda yang kosong untuk melampiaskan kemarahannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD