Manager Li membantu David berkemas, mereka akan memulai syuting sore hari jadi pagi ini David berencana untuk jalan-jalan. Megingat waktu mereka sangat singkat di Haiko.
“Yak Mayleen bisakah kau berjalan lebih cepat?”
Mayleen cemberut melihat David dengan santainya berjalan tanpa beban. Lihatlah dirinya yang harus membawa kotak make-up ukuran besar.
“Berat,” ujar Mayleen berharap David mau membantunya. Tapi sayang David melenggang pergi tanpa menjawab.
Tanpa sengaja Mayleen melihat Sean yang sedang berjalan mendekatinya. Segera Mayleen merapikan diri.
“Kau mau pergi?” tanya Sean saat mereka berpapasan.
“Iya, aku akan pergi,” jawab Mayleen tersenyum lebar.
“Eehhmm.”
Mayleen manatap David yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Mayleen menunduukan kepalanya pada Sean, gadis itu berlari kecil mendekati David. Sesekali Mayleen menoleh ke belakang untuk melihat Sean yang melambaikan tangannya.
***
Manager Li mengulum senyumnya sepanjang perjalanan. David dan Mayleen tidak mengeluarkan suara sedikit pun sejak tadi. Mereka sibuk menatap pemandangan di luar mobil.
“Apa kalian perlu pergi ke kantor polisi?” tanya Manger Li membuat David yang berada di sampingnya menoleh.
“Untuk apa?”
David terlihat bingung, mereka tidak memiliki masalah untuk apa ke kantor polisi.
“Tentu saja untuk melaporkan kalau ada hati yang telah dicuri.”
Manager Li tertawa sedangkan David mendengus kesal. Mayleen mencondongkan tubuhnya ke depan agar ia mengerti arah pembicaraan dua pria itu.
“Mayleen bagaimana rasanya?” Manager Li melirik Mayleen sekilas.
“Apa?”
“Menjadi pencuri hati.”
Manager Li terbahak, mengabaikan tatapan tajam David sedangkan Mayleen bertambah bingung. David mengomel di sisa perjalanan memarahi Manager Li yang selalu menggodanya, bukannya bungkam Li semakin gencar membuat lelucon dan godaan.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, akhirnya mereka sampai di pusat kota. Sama seperti ibukota pada umumnya, Haiko termasuk kota yang padat. Dengan kaca mata hitamnya David bisa merasakan percampuran budaya yang kental di Haiko.
“Aku akan memarkirkan mobil dulu, nanti aku akan menyusul kalian,” ujar Li yang masih berada di dalam mobil.
“Baiklah. Tapi di mana Mayleen?” tanya David yang sejak tadi tidak melihat keberadaan Mayleen.
“Bukankah dia keluar bersamaan denganmu?”
David mengedarkan tatapanya ke segala penjuru arah. Tapi tidak sedikit pun ia melihat keberadaan Mayleen, David mulai cemas.
“Apa kau melihatnya?” tanya Li yang kini terlihat panik.
“Kau parkirkan dulu mobilnya. Aku akan mencari Mayleen.”
Li mengangguk dan pergi meninggalkan David. Sepeninggalan managernya David berlari kecil mencari keberadaan Mayleen. Gadis itu selalu bisa membuat hidupnya tidak tenang. Bagaimana jika gadis itu tersesat? Mengingat Mayleen belum mengenal tempat ini.
Mayleen di mana kau? Batin David gusar.
***
Keringat mulai mengucur dari kening Mayleen. Sudah lama ia mengantri untuk mendapatkan es krim gratis. Mayleen menelan ludahnya untuk membasahi kerongkongan yang kering. Dengan sabar gadis itu mengantri bersama anak-anak kecil lainnya.
Mayleen menatap seorang gadis kecil yang menarik pakaiannya. Mayleen tersenyum dan mengabaikan gadis itu. Namun si anak tidak mau berhenti, ia selalu mengganggu Mayleen membuatnya menjadi kesal.
“Ada apa?” tanya Mayleen.
“Kenapa bibi ikut mengantri? Ini kan khusus anak kecil,” ujarnya dengan suara cempreng.
“Apa bedanya?” tanya Mayleen bingung. Sekarang giliran Mayleen untuk menerima es krimnya.
“Maaf Nona, es krim ini khusus anak kecil. Mohon Anda keluar dari barisan.”
“Tapi aku juga ingin es krim,” kata Mayleen.
“Anda bisa membelinya di sana.”
Perempuan penjaga stand ini menunjuk sebuah mini market.
“Aku tidak punya uang,” kata Mayleen.
Wanita di depan Mayleen hanya menggeleng. Ia bahkan tidak menanggapi Mayleen lagi.
“Berikan saja es krim ku pada dia,” kata seorang bocah laki-laki tanpa menatap Mayleen.
Pelayan wanita itu memberikan es krim yang ia buat pada Mayleen. Dengan senang hati gadis itu menerimanya dan segera pergi untuk menemui David.
Namun sayang saat ia sampai di tempat tadi David dan Li sudah tidak ada di sana. Mayleen merasa takut melihat sekelilingnya,banyak orang yang berlalu lalang. Mayleen gemetar menatap lautan manusia. Bahkan Mayleen sempat disenggol oleh seseorang yang tidak ia kenal yang membuat es krimnya tumpah.
“David,” lirihnya. Mayleen mencoba mencari keberadaan David. Mayleen berjalan menyusuri jalan yang padat, tidak dihiraukannya lagi para penjual makanan dan es krim yang terlihat menggiurkan. Yang menjadi tujuannya saat ini adalah David.
Mayleen melihat setiap toko yang ia lewati berharap bisa bertemu dengan David namun sayang ia tidak melihatn batang hidung pria itu. Mayleen berjalan menyusuri jalanan dengan kaki gemetar. Ia mulai takut tidak bisa kembali lagi.
Mayleen berbelok dari arah pertokoan mengikuti jalan kecil untuk menghindari para pejalan kaki. Namun sayang jalan yang ia pilih adalah jalan buntu. Mau tidak mau Mayleen harus kembali ke jalan utama.
“Ada gadis manis yang tersesat?”
Mayleen memundurkan langkahnya ketika tiga orang preman mulai mendekat. Gadis itu panic dan mulai ketakutan melihat tampang preman yang sangar.
“Jangan takut kami akan membawamu bersenang-senang,” ujar salah satu dari mereka.
Mayleen meremas tangannya kuat-kuat.
“Jangan mendekat!”
Ketiga pria itu tertawa melihat Mayleen ketakutan. Seorang pria yang berada di tengah pun mengisyaratkan untuk menyeret Mayleen. Gadis itu memberontak mencoba melepaskan diri, tapi sayang tempatnya berada saat terlihat sepi.
***
“Kau gila?”
Xiao Yi menatap Jia Li dengan tajam. Jia Li sudah gila. Bagaimana bisa ia menyuruh Xiao Yi mendekati seorang gadis. Xiao Yi tersenyum miris dengan ide gila Jia Li.
“Jadi kau menolak?”
Xiao Yi menghembuskan napasnya, meredam segala emosi yang berkecambuk. Ia tidak mungkin melakukan hal yang dikatakan Jia Li.
“Apa yang aku dapatkan kalau aku melakukannya?” tanya Xiao Yi.
Tentu ia tidak ingin dirugikan dalam hal ini. Ia tidak ingin melakukan hal yang tidak berguna.
“Aku akan mengabulkan permintaanmu,” kata Jia Li.
Sepertinya gadis itu sudah mengambil keputusan yang salah. Xiao Yi tersenyum mendengar tawaran Jia Li.
“Bagaimana kalau dua hari dua malam?”
Wajah Jia Li pucat. Pria itu selalu bisa mengambil kesempatan di dalam kesempitan.
“Kau ingin menghamiliku?” tanya Jia Li membuat Xiao Yi tertawa.
“Itu memang tujuanku,” balasnya santai.
“Kenapa kau menginginkannya? Apa supaya ayah memberikan perusahaannya padamu? Jadi kau mau menikahiku?”
Xiao Yi menatap Jia Li datar. Tatapan pria itu tidak bisa terbaca.
“Aku hanya ingin membawamu kembali.”
Xiao Yi pergi begitu saja meninggalkan Jia Li di kamar hotel. Pintu tertutup membuat Jia Li bernapas lega. Meski merasa nyaman dengan perlakuan lembut Jia Li tetap saja ia merasa ada sesuatu yang membuatnya terus menolak hadirnya Xiao Yi.
***
Bugh…
Satu preman tersungkur menghantam tembok bangunan.Mayleen menutup mulutnya saat melihat David menghajar satu per satu preman itu. David melepas ikat pinggangnya sebagai senjata. Dengan lihai pria itu menangkis pukulan para preman dengan ikat pinggangnya. Dengan gerakan cepat David memukul mereka secara bergantian hingga tumbang.
David menarik tangan Mayleen berlari menjauh dari tempat itu.
Napas mereka terengah setelah berlari cukup jauh. David menatap Mayleen yang masih mengatur napasnya. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana jadinya jika ia tidak datang tepat waktu. Mayleen pasti akan dibawa oleh kedua pria itu.
“Jangan ulangi lagi,” kata David membuat Mayleen mengangguk.
David merogoh kantong celananya untuk mengambil ponsel. Sebuah teks ia kirimkan pada managernya. David kembali menatap Mayleen yang sedang memandang sebuah mini market sepertinya ia tahu apa yang diinginkan Mayleen.
“Aku akan mentraktirmu makan es krim. Ayo.”
Mayleen menatap tangan David yang memegangnya erat, mereka saling berpandangan sejenak.
“Aku tidak ingin kau tersesat lagi,” ujar David membuat Mayleen tersenyum.
***
Brak!
Sebuah ponsel hancur berkeping-keping di atas lantai. Sean terlihat marah dengan hasil laporan dari anak buahnya. Sean berkacak pinggang sambil memejamkan matanya. Pintu kamar hotel Sean di ketuk. Terlihat seorang wanita kini tengah berdiri di depan pintu.
“Setengah jam lagi pemotretan akan dimulai. Aku harap kau segera bersiap.”
Sean mengangguk kemudian menutup pintunya. Pikirannya kacau setelah anak buahnya gagal melakukan rencananya.
“Kita lihat saja David, seberapa kuat kau melidungi Mayleen,” gumamnya dengan senyum miring.
Sean bergegas mempersiapkan diri untuk syuting. Managernya sudah menunggu di mobil sejak tadi. Meski tidak marah namun Sean tau managernya tengah menahan kesal saat ia menutup pintu dengan kasar.
Sean sampai di lokasi pemotretan film, selama Sean didandani tidak sekali pun ia melihat David. Ini bukan kebiasaan David telat di saat penting.
“Maaf aku terlambat,” ujar David saat memasuki ruang make-up. David segera mengganti pakaiannya, tepat saat ia selesai tiba-tiba Sean masuk. Mereka saling bertatapan satu sama lain.
“Kau menyukai Mayleen?”
David terdiam saat Sean mengatakan hal yang berhubungan dengan Mayleen.
“Apa urusanmu?”
David menatap Sean tajam, ia tidak suka mendengar nama Mayleen di sebut oleh Sean.
“Karena aku juga menyukai Mayleen. Aku ingin kita bersaing dengan sehat.” Sean menepuk pundah David sambil berbisik, “Kupastikan dia menjadi milikku.”
David mengepalkan tangannya setelah Sean pergi. Rahanya mengeras.
“Aku tidak akan memberikan Mayleen padamu,” guamam David.