"Aku mau seblak mercon mas, boleh ya?" rengeknya lagi. meskipun masih bingung dengan sikap istrinya, Fano tetap menuruti keinginan istrinya itu.
"Ayok mumpung belum terlalu malam," ajak Fano. tapi saat sudah berada di depan kedai seblak, tiba-tiba ikha sudah tidak berselera lagi.
"Mas, tiba-tiba aku sudah tidak pengen lagi, tapi boleh tidak kalau aku makan taichan? aku pengen thaichan yang super duper pedes." ucap ikha dengan wajah yang di buat seimut mungkin. meskipun kesal tak urung Fano mau juga menuruti keinginan sang istri.
"Mas kesel sama aku?" tanya ikha merasa tidak enak, tiba-tiba saja ikha menangis sesenggukan di samping Fano. air matanya lolos begitu saja. Fano yang menyaksikan itu pun merasa heran, karena tak biasanya ikha secengeng itu, Fano yang merasa janggal pun bertanya kepada istrinya.
"Kamu sehat dek? kenapa kamu jadi cengeng begini?" Fano mencoba membercandai ikha. tapi bukannya diam malah semakin keras menangisnya. Fano bingung lantas membawa ikha untuk periksa, kebetulan saat berjalan mereka melewati ada praktek bidan yang masih buka. tanpa fikir panjang Fano pun mengehentikan mobilnya. ikha yang tak sadar dibawa oleh Fano ke tempat praktek bidan hanya mengekor saja sambil terus mengeluarkan air matanya. kebetulan tempat praktek tersebut sedang sepi pengunjung jadi ikha dan Fano menjadi pasien yang langsung di periksa.
"silahkan duduk pak Bu, ada keluhan apa?" tanya Bu bidan tersebut yang di ketahui bernama indah.
"Maaf Bu bidan boleh periksa istri saya?" kemudian Fano menceritakan semua keanehan yang ada pada istrinya tersebut.
"Baiklah kalau begitu, mari silahkan berbaring di brangkar dulu ya Bu? biar saya periksa melalui USG," ikha hanya menurut dan tak membantah. segala yang di perintahkan oleh bidan tersebut.
"Kapan terakhir anda mentruasi Bu? tanya Bu bidan tersebut kepada ikha. bukan tanpa sebab bidan tersebut menanyai ikha, sebab bidan tersebut curiga kalau-kalau ikha hamil, sebab segala yang di ceritakan Fano tadi adalah ciri-ciri orang sedang mengidam karena hamil. kemudian ikha mengingat-ingat kembali kapan dirinya terakhir menstruasi. ikha kaget karena ternyata sudah 2 Minggu dirinya telat datang bulan.
"Astaghfirullahaladzim, saya sudah telat 2 Minggu Bu, apa ada masalah Bu?" tanya Ika panik. tangan Bu bidan masih menggerakkan alat di perut ikha yang terhubung dengan layar monitor USG. kemudian beliau menjawab.
"Tidak Bu, jangan khawatir, lihat ini Bu, ini adalah kantong janin, bila menurut keterangan ibu, berarti usia kandungan ibu sudah memasuki usia 6 Minggu." setelah menjelaskannya kemudian Bu bidan kembali ke tempat duduknya, di berikannya tisu untuk mengelap gel yang ada di perut ikha tadi.
"Silahkan duduk, biar saya jelaskan lebih rinci" kata Bu bidan ramah. kemudian mereka pun mendengarkan keterangan dari Bu bidan. baik Fano maupun ikha sangat bahagia mendengar kabar tersebut, sebelumnya Fano khawatir jika seandainya ikha sakit sebab sikap ikha tak seperti biasanya, mulai dari mood nya melawan Mamanya dan makan sesuatu yang biasanya dia benci juga dengan porsi yang mengalahkan seorang kuli bangunan. Fano sempat terfikir kalau ikha kesurupan.
"Alhamdulillah dek, kamu ternyata tidak apa-apa, justru kini tengah mengandung. mas sangat bahagia dek." Fano berucap penuh kelegaan, akhirnya yang di khawatirkan tidak terbukti. dan ikha menanggapinya hanya dengan tersenyum dan mengelus perutnya yang masih rata.
Sesampai di rumah, tak henti-hentinya Fano memeperingatkan ikha untuk hati-hati.
"Dek, ingat di perutmu ada calon anak kita,, kamu jangan capek-capek, biar semua pekerjaan
Mak Ijah yang mengerjakan." perintah Fano tak mau di bantah.
"Tapi kalau semua di kerjakan Mak Ijah kasihan Mak Ijah nya mas, masak hanya karena ikha hamil ikha nggak boleh ngapa-ngapain sih." protes ikha tak seperti biasa yang selalu nurut perkataan suaminya.
"kalau Mak Ijah kewalahan nanti mas akan mengambil ART lagi dari yayasan supaya tugas Mak Ijah lebih ringan." kata Fano lagi.
"tapi mas?" saat ikha hendak protes, Fano Mengangkat tangannya karena tak mau mendengar bantahan lagi. ikha memberengut kesal kemudian menunduk dan tanpa aba-aba ikha langsung menangis seperti anak kecil. Fano yang mendengar nampak sangat khawatir, pasalnya selama menikah dengan ikha, Fano sama sekali belum pernah melihat sikap kanak-kanak ikha seperti saat ini.
"Apa mungkin bawaan bayi ya?" batin Fano. Fano mencoba memaklumi perubahan pada ikha kali ini, di turunkannya ego yang ada padanya, kemudian di peluknya ikha yang tengah menangis, entah apa penyebabnya Fano juga bingung.
"Mas, jangan penjarakan Aku karena kehamilan ini, atau aku akan stres karena itu. jangan buat aku takut dengan kehamilanku." ucap ikha dengan suara serak karena menangis. Semakin di eratkan pelukan Fano kepada ikha. di bisikkannya sesuatu ke telinga Ikha.
"Maafkan mas yang terlalu posesif, Maaf, mas hanya takut kamu kenapa-kenapa dan menyebabkan Hal buruk terjadi pada anak kita, anak perdana Yang akan memanggilku apak" jawab Fano mengutarakan maksudnya.
"Apak? kenapa panggilan apak yang mas pilih?" tanya ikha penasaran.
"Mas dulu waktu masih kecil pernah tinggal di Kalimantan dek, dan mas sangat suka panggilan Apak dan Umak, kamu tidak keberatan kan dengan panggilan itu untuk kita?" tanya fano kepada Ikha.
"Tapi aku pengen panggilan Ami dan Abah, bagaimana dong,?" Rajuk ikha yang seketika lupa akan kesedihannya.
"Apak sama Umak saja ya dek?" seru kayaknya panggilan itu.
"enggak, aku mau nya Ami dan Abah, titik." kata ikha berlalu tak mau mendengar panggilan Fano lagi. Fano geleng-geleng kepala karenanya. Fano mengindahkan keinginan sang istri, karena kabar kehamilan sang istri sangat membuat hati Fano sangat gembira, tak manunggu lama, sebentar lagi akan ada anak yang memanggilnya Abah, ya sudahlah ikut kata ikha saja, jika harus di panggil Abah, ya sudah Abah saja, nggak terlalu buruk kok", batin Fano.
****
Keesokan harinya, pagi-pagi sudah terdengar suara ribut di depan pintu rumah Fano, terdengar ketukan pintu yangs angkat keras dan sangat mengganggu kenyamanan ikha yang masih bergelung dengan selimut. Fano yang baru pulang dari olah raga pagi merasa heran dengan kedatangan Mama serta adiknya.
"Mama? kenapa pagi-pagi bikin keributan di rumah Fano? tanya Fano heran dengan tingkah sang mama.
"Mama bukan bikin keributan Mama cuma mengetuk pintu rumah kamu, sudah 15 menit disini tapi belum ada yang bukain pintu, kemana istri dekilmu itu? kenapa dia tidak membukakan pintu untuk Mama? Mak Ijah juga kemana? pintu di ketuk dari tadi kenapa bisa nggak dengar? pada tuli apa telinganya?" sewot mama. Fano mengernyit keheranan.
"Mama lupa kalau ada bel ini? Mama nggak perlu menyakiti tangan mama untuk mengetuk pintu yang keras ini, Mama cukup pencet bel nanti di belakang sana akan berbunyi keras, haddeeeehhhh." jawab Fano tak mengerti.