"Ikha istriku Ma, bukan Babu." tolong ingat itu baik-baik. tegas Fano membela istrinya.
"Apa sih yang membuat Mama tak menyukai Ikha? ikha selalu hormat sama Mama dan tak pernah mengusik Mama, kenapa Mama sangat mengusik ikha sih ma?" tanya Fano kesal.
"Karena dia norak, karena dia kampungan dan juga karena dia miskin, dia itu tidak pantas bersanding denganmu seorang pemilik showroom terbesar dan kaya raya. kamu itu pantasnya bersanding dengan Siska, dia itu sudah jelas bibit bebet dan bobotnya, tidak seperti wanita kampungan dan udik ini."jawab Bu Fransiska berapi-api.
"Jika Ikha tak oleh disini, maka aku pun tak ingin ada disini...! Ayo dek kita pulang, acaranya juga pasti akan tetap berjalan meski tanpa kita."ajak Fano kepada istrinya.
Tiba-tiba tangan Fano di lepaskan, kemudian berkata dengan berbisik kepada suaminya.
"Mas Ikha izin membela harga diri ikha, Ikha sudah tidak tahan selalu dihina dan di rendahkan."ucap Ikha berbisik tak berani menatap mata suaminya. Fano kaget mendengarnya kemudian dia berkata.
"Lakukanlah dek, asal masih dalam batas kewajaran, aku mendukungmu, inilah yang aku mau kamu membela harga dirimu sendiri, sebab aku tak selalu berada di sisimu untuk selalu melindungimu."Jawab Fano.
"Terimakasih" ucap Ikha kemudian dia menatap mertuanya dengan tajam. Bu Fransiska yang mendapatkan tatapan tajam itu mendadak ciut nyalinya.
"Mau apa kamu?" Tanya Bu Fransiska terbata.
"Ikha hanya mau memperingatkan Mama, Ikha sudah muak Mama injak-injak dan Mama hina-hina. Ingat Ma selama ini Ikha diam dan tak mengadu ke mas Fano bukan karena Ikha takut sama Mama, tapi lebih karena ikha tak mau ada keributan dia antara kalian anak dan Ibu, tapi karena melihat tingkah Mama Yang semakin menjadi, Ikha putuskan untuk mengibarkan bendera perang. Bila Mama berani mengusikku lagi, maka mulai detik ini Ikha akan melawan...!" kata Ikha tegas dengan tatapan menghunus.
"Hei wanita sialan, siapa kamu berani mengancam Mamaku,"ucap Resti maju hendak menampar ikha, ikha yang menyadari pergerakan Resti segera menangkap tangan itu kemudian berkata.
"Jaga tanganmu, jangan sembarangan menjatuhkannya, apalagi untuk menamparku...! kalau tidak mau tanganmu berakhir menggunakan gips...!" Ikha berkata dengan datar.
Resti yang merasa aksinya tak kesampaian hendak menarik hijab Ikha dengan tangan yang satunya, ikha pun pandangannya tak luput dari itu. kemudian segera ikha memelintir tangan Resti.
"Aw aw, Mama sakit...!" teriak Resti menahan sakit di lengan tangannya.
Ikha tersenyum menatap wajah sang mertua. Bu Fransiska tak berani menolong. tapi kemudian Bu Fransiska menatap Fano geram.
"Kamu tidak lihat istrimu mau mematahkan tangan adikmu? Suruh istrimu untuk melepaskan tangan Resti, cepat...!" perintah Bu Fransiska geram dengan Fano yang tak bereaksi dengan ulah istrinya.
"Siapa suruh mengusik Ikha Ma...? Ikha hanya membela dirinya sendiri."jawab Fano tanpa merasa bersalah, kemudian ikha melepas cekalan tangan Resti takut benar-benar patah tangan adik iparnya.
"Ini yang aku mau Ikha, aku mau kamu membela harga dirimu sendiri agar tak selamanya di injak-injak, aku tak rela meskipun itu adalah orang tuaku sendiri." batin Fano.
"Kenapa kamu malah membela perempuan dekil ini sih? Semakin durhaka kamu sama Mama." ucap Bu Fransiska kepada putra tercintanya.
"Loh loh, Mama nggak melihat kalau Ikha secantik dan semodis ini? coba berputar dek biar Mama bisa menilai dan melihatmu!" perintah Fano kepada istrinya.
Ikha pun dengan anggunnya berputar dan melenggak lenggok di depan mertua dan suaminya. dengan tersenyum manis dia memberikan kerlingan nakalnya kepada Bu fransiska.
"Nggak usah sok imut kamu, asalnya dari kampung ya tetap dari kampung saja nggak usah berlagak pakai pakaian modis, nggak cocok sama sekali. kamu itu cocoknya pakai daster saja dan berbaur sama pembantu di belakang." Bu Fransiska masih saja kekeuh dengan pendiriannya.
"Ayo dek kita pulang, sepertinya kita memang tak di butuhkan disini." ajak Fano lagi kepada istrinya.
"Mending kita ke kafe, disana kita bisa makan seafood kesukaan kamu, ayoklah kita tidak usah memikirkan pesta kecil ini." ajak Fano lagi.
"Ok" jawab Ikha mengikuti langkah suaminya.
Saat mereka sedang dalam perjalanan tiba-tiba ikha menginginkan untuk makan pecel lele di pinggir jalan.
"Mas, aku mau makan pecel lele saja, rasanya kok pengin, boleh ya? aku mau di kedai itu," Rajuk ikha kepada suaminya dengan nada manja seperti anak kecil.
"Serius? kamu biasanya nggak doyan pecel lele loh dek," jawab Fano bingung.
"Nggak tau juga nih mas, rasanya kok kepingin banget, nanti aku pesen dobel ya? takutnya nggak kenyang kalau cuma seporsi." kata ikha lagi.
Meskipun Fano bingung dengan tingkah Istrinya tapi tetap dia menuruti yang menjadi keinginan sang istri. mobil di tepikan dekat tenda makan pecel lele yang di tunjuk oleh istrinya.
"Pecel lele 3 porsi ya mas? minumnya es jeruk 3." pesan ikha kepada pedagangnya, lagi lagi Fano terbengong dengan tingkah Istrinya, tapi lagi-lagi dia hanya bisa diam.
Mereka pun duduk menunggu pesanan yang disiapkan oleh penjual pecel lele tersebut.
"Dek, kamu nggak pengin apalagi gitu?" tanya Fano ambigu.
"Emmm apa ya mas, nanti deh" Jawab ikha lagi.
"Dek terakhir kamu datang bulan tanggal berapa? bulan ini kayaknya belum kok ya?" tanya Fano lagi kepada istrinya. Ikha nampak berfikir kemudian menjawab.
"Seharusnya seminggu yang lalu sudah datang sih Mas, tapi ini belum datang juga." jawab ikha lagi.
" Dirumah ada persediaan tespack kan dek?" tanya Fano lagi kepada Ikha.
"Nggak ada sih, aku belum pernah beli, lagian baut apa sih kan kita masih seumur jagung nikahnya." jawab ikha santai.
Pesanan pun telah diantar, dengan lahap Ikha menyantap makanan yang selama ini tak di sukainya, dulu dia sangat jijik saat melihat ikan lele. dan tak doyan sama sekali. Melihat sang istri sangat lahap memakannya Fano jadi kenyang sendiri, tak di sentuhnya pesanan yang ada di depannya.
"Kamu nggak makan mas? aku aja hampir habis loh 2 porsi, kalau nggak kamu makan nanti aku makan lagi loh mas," Ikha berkata dengan mulut penuhnya, ikha makan seperti orang kelaparan, dalam hati Fano berfikir,
"Apakah ikha hamil ya?"
"Kalau kamu kurang kamu boleh kok dek memakannya, kebetulan aku sudah kenyang hanya dengan melihatmu makan saja, kamu makan seperti orang kelaparan begitu kok...!" jawab Fano sekenanya.
Tanpa malu-malu Ikha pun menyambar makanan di hadapan Fano, Fano yang menyaksikan itu hanya geleng-geleng kepala tak percaya. Selesai makan ikha dan Fano melanjutkan jalan-jalan mereka, di tengah perjalanan lagi-lagi ikha menginginkan makanan yang terpampang di sebuah banner.
"Aku mau seblak mercon mas, boleh ya?" rengeknya lagi.